MAKASSAR -- Pemerintah pusat akan memperluas kewenangan daerah menentukan daerah-daerah di mana minuman keras bisa dijual. Namun, rencana itu ditolak oleh pemerintah daerah.
Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) Syahrul Yasin Limpo menyebut bahwa peraturan tersebut seharusnya tetap dipegang pemerintah pusat, tidak seenaknya diberikan kepada pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. "Jangan sampai pemerintah provinsi jadi tempat sampah. Yang jelek-jelek dikasih provinsi, sedangkan yang baik-baik ditarik ke pusat," ujar Syahrul, Senin (13/9).
Dia mengungkapkan, penolakan terhadap kemungkinan peraturan tersebut bukan berarti pemerintah provinsi menolak kebijakan pemerintah. Namun, Syahrul menilai pelarangan minuman keras akan lebih efektif dilakukan mulai dari pusat.
Dengan begitu, pabrik maupun pendistribusian akan lebih sulit mendapatkan izin. "Saya pastikan semua yang beragama baik pasti menolak mengenai penjualan miras," katanya menjelaskan.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan menyatakan akan merelaksasi Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 04/PDN/PER/4/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A. Regulasi itu melarang penjualan miras dan minuman beralkohol (minol) di minimarket. Miras hanya boleh dijual di kawasan wisata masing-masing daerah.
Dalam beleid baru nanti, pemerintah daerah akan diberi wewenang untuk menetapkan daerah mana saja yang bisa menjual bir dan minuman sejenisnya. Artinya, daerah yang bukan kawasan wisata sekali pun tetap bisa memperdagangkan minol meski larangan penjualan di minimarket tetap diberlakukan.
Pemkot Sukabumi menyatakan tak akan mengubah kebijakan yang selama ini sudah diterapkan. "Di Sukabumi, kita tetap akan laksanakan perda nol persen mihol,'' ujar Wakil Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi.
Intinya, lanjut Fahmi, di Kota Sukabumi tidak akan ada ruang penjualan miras atau minol. Ia menegaskan, kebijakan itu untuk melindungi generasi bangsa dari pengaruh negatif minuman beralkohol. Fahmi mengatakan, larangan peredaran minol ini mendapatkan dukungan dari semua lapisan masyarakat.
Pandangan berbeda disampaikan Wakil Gubernur Provinsi Bali I Ketut Sudikerta. Ia justru menyambut positif wacana pemerintah ini. "Wacana itu sangat bagus, bahkan dulu kami mengusulkan menyeluruh, termasuk minimarket tetap diperbolehkan menjual minol," kata Sudikerta kepada Republika, kemarin.
Jika aturan deregulasi ini terbit, kata Sudikerta, pihaknya akan kembali mengoordinasikan kepada seluruh pemerintahan kabupaten dan kota di Bali. Menurutnya, pemda harus duduk bersama untuk membahas daerah mana saja yang ke depannya akan dibolehkan menjual minol. "Nantinya akan diperkuat dengan peraturan gubernur (pergub)," kata Sudikerta. n c26/riga nurul iman ed: fitriyan zamzami
***
PREFERENSI ALKOHOL
KATEGORI PEMINUM
UMUR:
15-24 tahun: 3,8 persen
25-34 tahun: 3,3 persen
35-44 tahun: 1,7 persen
44-54 tahun: 1,5 persen
JENIS KELAMIN;
Laki-laki: 3,8 persen
Perempuan: 0,2 persen
PENDIDIKAN:
Tamat SMA: 3,6 persen
Tamat SMP: 3,3 persen
Tamat SD: 1,8 persen
Tamat SMA +: 1,7 persen
TEMPAT TINGGAL;
Perkotaan: 2,4 persen
Perdesaan: 1,6 persen
JENIS MINUMAN:
PERKOTAAN:
Bir: 38,97 persen
Whiskey/Vodka: 28,7 persen
PERDESAAN:
Minuman Tradisional: 28,7 persen
Sumber: Riskesdas Kemenkes