Rabu 02 Sep 2015 12:00 WIB

Buruh Desak Setop PHK Serikat mengklaim ratusan ribu lagi pekerja Indonesia terancam dipecat.

Red: operator
Demo
Foto: IRIB
Demo

REPUBLIKA.CO.ID,

JAKARTA -- Puluhan ribu buruh menggelar aksi unjuk rasa di sejumlah titik strategis di Ibu Kota, Selasa (1/9). Mereka menuntut pemerintah melakukan langkah-langkah nyata guna menyetop gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang marak akibat pelemahan perekonomian belakangan.

Ribuan buruh tersebut tergabung dalam Gerakan Buruh Indonesia (GBI). Massa buruh tersebut berasal dari tiga konfederasi serikat buruh, yaitu Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI). 

Mereka mulai melakukan aksi setelah berkumpul di Bundaran HI. "Aksi serupa juga dilakukan serentak di 20 provinsi di Indonesia dengan tuntutan yang sama," kata  Presiden KSPI Said Iqbal, kemarin.

Menurutnya, ada sepuluh tuntutan yang disuarakan para buruh, di antaranya adalah meminta pemerintah menyeriusi pembenahan perekonomian guna menghentikan gelombang PHK belakangan. "Seratus ribu buruh lebih terkena PHK dan ratusan ribu lainnya terancam PHK," ujar Said.

Said menjelaskan, ratusan ribu buruh yang mengalami pemutusan dan terancam PHK berasal dari tiga kategori. Pertama, perusahaan sudah tutup, kemudian perusahaan yang mengurangi jumlah buruh yang bekerja, dan perusahaan yang berpotensi melakukan PHK.

Ancaman PHK tersebut, kata dia, dipicu melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan pelemahan perekonomian. Ia menjelaskan, kebanyakan industri di Indonesia masih mengimpor bahan baku sehingga melemahnya rupiah menaikkan ongkos produksi dan berujung pada PHK.

Selain penanganan ancaman PHK, para buruh juga menuntut pemerintah mengendalikan harga bahan pokok dan menghentikan gelombang masuknya pekerja asing. Mereka juga meminta kenaikan upah, penghapusan sistem outsourcing, revisi jaminan pensiun, perbaikan BPJS, perbaikan sistem hukum agar berpihak pada buruh, dan pengesahan UU Perlindungan PRT. Mereka mengancam akan kembali turun ke jalan dan menggelar aksi mogok kerja bila tuntutan tak disikapi pemerintah selekasnya.

Di sela-sela aksi unjuk rasa, perwakilan para buruh diterima Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Tenaga Kerja Hanief Dakiri, dan Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, di kantor Kemenko Polhukam. Salah satu kesepakatan yang dicapai dalam pertemuan tersebut adalah pembentukan gugus tugas perburuhan. Dalam pertemuan itu, para buruh diwakili Said Iqbal, Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea, dan Ketua KSBSI Mudhofir. 

Menanggapi tuntutan para buruh, Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan bahwa pemerintah terus berupaya menjaga iklim usaha untuk mengurangi aksi PHK. Ia mengklaim, berbagai kebijakan sudah dikeluarkan pemerintah guna mengundang investasi baru atau menyelamatkan industri dari kebangkrutan akibat pelemahan ekonomi. 

Saleh mengatakan, salah satu kebijakan yang baru dikeluarkan pemerintah adalah insentif berupa tax holiday bagi industri pionir dan strategis. "Tax holiday itu insentif menarik investasi baru. Kalau ada investasi baru, seperti pembukaan industri, lapangan kerja pun akan bertambah," kata Saleh, di Jakarta, kemarin. 

Saleh tidak menampik adanya aksi PHK belakangan ini. Namun, kata dia, ada cukup banyak juga pembukaan industri baru. Belum lama ini, Saleh mengaku baru meresmikan pabrik garmen di Boyolali dengan serapan tenaga kerja mencapai 12 ribu orang. Kemudian, pabrik sepatu di Subang yang menyerap 8.000 tenaga kerja. 

Ditambahkan Saleh, pemerintah juga telah mengeluarkan insentif pajak lainnya, yakni tax allowance atau pengurangan pembayaran pajak penghasilan untuk menjaga keberlangsungan industri. 

Selain itu, kata dia, beberapa kebijakan lainnya adalah dengan mengurangi biaya logistik melalui perbaikan infrastruktur serta mempermudah pengajuan investasi melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal. 

Bagaimanapun, pihak pengusaha menilai gelombang PHK sukar dihindari. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah menyatakan kondisi tersebut harus dipahami oleh para pekerja. "Tidak ada pengusaha yang ingin mem-PHK karyawan, tetapi kalau kondisi ekonomi seperti ini, pasti menyulitkan operasional perusahaan," kata Ketua Apindo Jawa Tengah Frans Kongi, di Semarang.

Menurut dia, perusahaan sulit untuk beroperasi mengingat permintaan dari pasar luar negeri mengalami penurunan. Frans mengatakan, hampir semua negara tujuan ekspor Indonesia mengalami pertumbuhan negatif. Meski demikian, ia memberi harapan jika kondisi ekonomi kembali baik, tidak menutup kemungkinan jika suatu saat perusahaan akan kembali beroperasi normal. n c94/c02/antara ed: fitriyan zamzami 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement