Rabu 01 Jul 2015 11:00 WIB

Menunda Kenikmatan

Red:

Tak terasa, kita sudah hampir melihat bulan purnama lagi pada malam-malam Ramadhan kita. Itu berarti kita sudah hampir setengah jalan. Hikmah besar apa yang didapat dari shaum yang kita lalui beberapa hari ini ?

Kira-kira, akankah hikmah tersebut membawa kita pada perubahan besar dalam kehidupan kita? Bagi saya pribadi, hikmah besar ini muncul justru pada hari pertama shaum. Pada 18 Juni 2015,  merupakan shaum pertama untuk putri kecil kami, Alia.

Membangunkan dia ketika sedang lelap-lelapnya tertidur, terasa nggak tega. Namun, tetap saya paksakan walau beberapa saat harus memangku dia dan bersabar dengan rengekannya. Belum lagi, sedikit memaksa dia untuk makan sahur bersama.

Godaan yang besar lantas muncul ketika waktu baru saja menunjukkan jam sebelas siang. Dia menangis karena perut yang lapar dan tenggorokan yang kehausan. Ingin rasanya pada saat itu kami menyerah bersama.

Dia menyerah dengan shaumnya, saya dan istri menyerah pada keinginannya. Segala upaya kami lakukan, dan alhamdulillah, Alia menamatkan shaumnya dengan senyuman dan mata berbinar bahagia. Hari ini, tidak ada lagi kesulitan yang berarti.

Ketika ia ditanya mau buka jam berapa, serta-merta dia bilang, "Jam enam dong, pas Maghrib!" Jawaban yang membahagiakan, apalagi semangatnya berpuasa ia iringi dengan semangat Tarawih dan Subuh berjamaah. Alhamdulillah.

Pengalaman awal Ramadhan itu mengingatkan saya dalam salah satu eksperimen terkenal pada 1970-an. Walter Mischel, psikolog dari Yale University, membawa berkotak-kotak marshmallow ke sebuah kelas di taman kanak-kanak. 

Anak-anak ditawarkan untuk memakan marshmallow-nya kapan pun mereka mau. Hanya saja, sang psikolog itu berjanji akan memberikan marshmallow lebih banyak jika mereka menunda keinginan memakannya dalam 30 menit ke depan.

Lantas, Mischel meninggalkan kelas itu. Mayoritas anak-anak langsung memakan marshmallow-nya, hanya beberapa anak yang menunda selama 30 menit dan kemudian mereka mendapatkan reward berupa tambahan marshmallow untuk dibawa pulang. 

Penelitian ini  berinterval panjang. Selama 14 tahun, perkembangan anak-anak ini diteliti. Ketika usia dewasa, terdapat perbedaan signifikan dalam studi dan karier anak-anak yang memakan langsung dan menunda makan marshmallow-nya.

Mereka yang menunda, ujian tertulisnya lebih tinggi 210 poin dibandingkan yang memakan langsung. Selain itu, mereka yang mampu menunda kenikmatan lebih bersikap positif. Mereka lebih optimistis dalam hidup, toleran, luwes, mandiri, dan berkompetensi tinggi.

Jika eksperimen 30 menit marshmallow menunjukkan dampak luar biasa bagi manusia yang siap menunda kenikmatannya, bagaimana impact metode training 30 hari mengharamkan yang jelas-jelas halal sementara waktu tanpa ada supervisi yang memelototi pesertanya setiap saat?

Mengapa saat ini negara kita masih didera penyakit kronis berupa korupsi, padahal latihan ‘menunda kenikmatan’ ini sudah dilakukan berpuluh kali oleh sebagian besar orang Indonesia? Sepertinya, kita harus mengupayakan pemaknaan spiritual perintah agama ini kepada anak-anak kita, bukan hanya memerintahkan mereka mengikuti ritualnya semata.

Sudah seharusnya kita kembali memaknai ibadah ini secara menyeluruh. Mengapa perintah ini sedemikian jelas dan lugas ada di dalam kitab yang tiada keraguan di dalamnya? Apa maksud Allah memerintahkan kita berlapar dan berdahaga ria pada siang hari?

Apa kehendak Allah atas kita dengan membiasakan diri kita berpuasa dan menunda kenikmatan sedemikian rupa?

Semoga kita termasuk yang didoakan Nabi Ibrahim sebagai orang-orang yang pandai mengambil hikmah, saleh, berikhtiar optimal, dan meninggalkan peninggalan yang menjadi perkataan yang baik bagi generasi selanjutnya dan kemudian mewarisi surga-Nya kelak. Amin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement