Senin 25 May 2015 13:00 WIB

Mengatasi Pelemahan Ekonomi

Red:

Pelemahan ekonomi berlanjut sebagaimana terlihat dari pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2015 sebesar 4,7 persen, menurun dari pertumbuhan pada kuartal IV 2015 sebesar 5,02 persen. Pertumbuhan konsumsi masyarakat masih lima persen, sedangkan investasi pertumbuhannya menurun dengan paling besar penurunannya adalah belanja pemerintah.

Keadaan di tingkat industri dan mikro perusahaan lebih buruk lagi. Banyak perusahaan melaporkan pertumbuhan yang negatif. Penjualan kendaraan bermotor turun (pertumbuhan negatif) sekitar 16 persen. Pertumbuhan kredit hanya sekitar 11 persen, sementara pertumbuhan dana pihak ketiga sekitar 16 persen. Keadaan ini menunjukkan permintaan kredit dan konsumen mengalami penurunan.

Pelemahan nilai rupiah menurunkan impor dan memperbaiki neraca perdagangan. Namun, di lain sisi, impor barang modal juga menurun yang semakin memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Harapan pada kuartal kedua pertumbuhan akan lebih baik. Pemerintah menjanjikan pengeluaran infrastruktur dapat terlaksana yang dihadapkan dapat menstimulasi ekonomi. Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri dapat pula mendorong peningkatan permintaan masyarakat.

Pengeluaran pemerintah dapat menstimulasi ekonomi, tapi jika pelaku ekonomi dan konsumen melihat pelemahan ekonomi akan terus berlanjut ke depan, maka mereka bisa jadi tidak sensitif terhadap stimulasi pemerintah. Belanja modal biasanya baru mengalami peningkatan yang tinggi pada kuartal keempat. Apalagi masih banyak kebijakan pemerintah yang menghambat peningkatan kegiatan ekonomi dan menurunkan kepercayaan pelaku ekonomi dan masyarakat pada umumnya.

Kebijakan perpajakan di satu sisi berusaha untuk meningkatkan sumbangan pajak terhadap ekonomi, tetapi di lain pihak menghambat perkembangan ekonomi; pada saat dunia usaha membutuhkan stimulasi, bukan tekanan untuk membayar pajak. Ironisnya adalah mereka yang sudah membayar pajak relatif baik semakin mendapat tekanan karena wajib pajak yang tidak patuh semakin menghindar.

Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga berencana untuk melonggarkan loan to value (LTV) dan uang muka pembelian kendaraan bermotor dan kepemilikan rumah. Pelonggaran ini dipandang lebih baik dalam menstimulasi ekonomi daripada menurunkan suku bunga BI Rate yang akan berakibat pada berlanjutnya pelemahan rupiah dan bahkan mendorong inflasi lagi.

Namun, dengan rencana pemerintah menaikkan pajak properti, maka pelonggaran LTV kemungkinan tidak terlalu banyak menstimulasi kegiatan di sektor properti. Karena itu, pajak untuk properti semestinya dilonggarkan juga.

Prinsipnya adalah lebih baik dana dibelanjakan langsung oleh dunia usaha dan konsumen daripada ditarik pajak lebih tinggi padahal pemerintah juga tidak dapat membelanjakannya dengan benar. Tentu saja penerimaan pajak harus ditingkatkan, tetapi tidak dengan mengorbankan perkembangan ekonomi. Wajib pajak yang belum melakukan kewajiban yang ditargetkan, bukan yang sudah membayar pajak dengan baik tetapi terus ditambahkan beban pajak pada mereka layaknya berburu di kebun binatang.

Apa yang dibutuhkan dunia usaha dan masyarakat adalah stimulasi ekonomi, bukan penambahan beban dalam bentuk apa pun. Jangan sampai ekonomi terus mengalami perlambatan yang akan semakin sulit untuk didorong tumbuh tinggi lagi.

Lebih dari itu semua adalah menurunnya kredibilitas pemerintah dalam menjalankan kebijakannya dan memfasilitasi perkembangan ekonomi. Kebijakan pemerintah bukan saja lambat dalam implementasinya, tetapi juga banyak yang saling bertentangan satu dengan yang lain. Menteri ESDM berkeinginan untuk mendorong investasi migas, tetapi Kementerian Keuangan melalui dirjen menambah beban pajak kepada pelaku industri migas, seperti Pajak Bumi dan Bangunan untuk kegiatan eksplorasi.

Ke depan, perekonomian dunia masih belum akan membaik dengan berarti dan Bank Sentral AS masih akan menaikkan suku bunganya. Dorongan kecenderungan aliran modal keluar masih akan tetap tinggi. Karena itu, kebijakan pemerintah harus memberikan insentif pada aliran modal masuk dan perkembangan investasi dalam dan luar negeri. Pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja sangat bergantung pada investasi ini, terutama swasta. Investasi pemerintah hanyalah menstimulasi, tidak dapat menggantikannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement