Rabu 29 Apr 2015 13:00 WIB

13 WNI di Nepal Masih Hilang Kontak

Red:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LANGKAWI--Sebanyak 13 WNI yang berada di Nepal hingga Selasa (28/4) belum bisa dihubungi. Mereka hilang kontak setelah gempa berkekuatan 7,9 skala Richter mengguncang negara tersebut pada Sabtu (25/4).

"Pemerintah mencoba melakukan komunikasi dengan cara apa pun untuk mengetahui keberadaan mereka,’’ kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi saat mendampingi Wapres Jusuf Kalla di Langkawi, Malaysia, Selasa.

Menurut Retno, jumlah WNI yang berada di Nepal berdasarkan laporan terakhir sebanyak 54 orang, yakni 18 WNI menetap di sana dan 36 merupakan pengunjung. Kementerian Luar Negeri sudah tiga kali mengubah data jumlah WNI di Nepal. Pada Ahad, jumlah awalnya 31 orang, kemudian diubah lagi menjadi 49 orang, dan terakhir 54 orang.

Dari 18 WNI yang menetap di sana, sebanyak 12 orang sudah dapat dihubungi dan selamat sedangkan enam orang lainnya belum bisa dihubungi. Sementara, untuk sisanya, orang yang berkunjung ke Nepal sebanyak tujuh orang belum dapat dihubungi.

Kebanyakan WNI adalah wisatawan pendaki gunung. Retno berharap, 13 WNI yang belum dapat dihubungi itu bukan karena mengalami kecelakaan, melainkan karena situasi yang sulit dan mungkin karena masalah komunikasi.

Hampir semua infrastruktur, termasuk di ibu kota negara Kathmandu, mengalami kerusakan akibat gempa. Retno telah meminta dubes di Dhaka, Bangladesh, untuk menangani masalah ini dan segera masuk ke Nepal.

Dalam upaya pencarian ini, dubes di Dhaka dibantu empat orang yang dikirim Kementerian Luar Negeri dan dua personel Disaster Victim Identification (DVI) Polri. Ini merupakan upaya koordinasi penanganan WNI bersama organisasi internasional maupun tim dari negara lain.

Tim ini masuk, jelas Retno, pada Selasa atau Rabu (29/4) untuk mengevakuasi WNI yang ada di Nepal. Dengan demikian, akan semakin cepat mereka menyusuri jejak 13 WNI yang masih hilang kontak.

Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemenlu Lalu Muhammad Iqbal menyatakan, Konsul Kehormatan Republik Indonesia di Kathmandu terus memantau dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait di Nepal.

"Kita tidak memiliki KBRI di Nepal sehingga upaya penanganan ditangani oleh KBRI di Dhaka, Bangladesh, melalui Konsul Kehormatan Indonesia di Kathmandu," ujar Iqbal. Ia menambahkan, WNI yang telah berhasil dihubungi dalam keadaan selamat.

Sementara, korban gempa Nepal frustrasi dengan respons pemerintah yang lamban. Rasa shock akibat gempa berubah menjadi kemarahan karena tak kunjung sampainya bantuan kemanusiaan dari pemerintah kepada mereka.

"Pemerintah tak melakukan apa pun untuk kami,’’ kata Anil Giri, seorang warga yang bersama 20 relawan masih mencari dua temannya yang terkubur dalam reruntuhan bangunan, Selasa (28/4). "Kami menyingkirkan puing dengan tangan kami sendiri.’’

Para pejabat Nepal mengakui, mereka tak mampu menangani skala bencana akibat gempa ini. Serangkaian gempa susulan serta terbatasnya dana membuat pemerintah lambat menyalurkan bantuan kemanusiaan untuk para korban.

Sekretaris Kabinet Leela Mani Paudel menyatakan, tantangan terbesar pemerintah adalah penanganan korban. Karena itu, ia mendesak negara lain mengirimkan bantuan khusus dan tim medis. Nepal membutuhkan para pakar asing untuk keluar dari krisis ini.

Kemarin, tentara Nepal memuat makanan, air, dan bantuan lainnya ke dalam sejumlah helikopter. Mereka berupaya mendistribusikan bantuan di desa-desa terpencil yang ada di Distrik Gorkha, dekat pusat gempa.

Gorkha dijadikan pusat operasi pengiriman bantuan ke desa-desa terpencil yang sebagian diyakini hancur total. "Sebanyak 90 persen warga di desa-desa itu kini menderita,’’ kata seorang pejabat Distrik Gorkha, Surya Mohan Adhikari.

Menurut Adhikari, para korban kehilangan rumah dan barang miliknya serta tak mendapatkan makanan. Ia menambahkan, sangat sulit menjangkau mereka. Angin dan hujan juga menyulitkan helikopter untuk mendarat di sana.

Rebecca McAteer, salah satu dokter pertama tiba di Distrik Gorkha yang dekat pusat gempa, mengungkapkan, 90 persen rumah di distrik itu rata dengan tanah. Kebanyakan warga di sana adalah orang tua, perempuan, dan anak-anak.

National Disaster Response Force India, salah satu tim yang tiba di Nepal (NDRF) dalam operasi penyelamatan korban, menghadapi kesulitan di lapangan. Menurut Dirjen NDRF OP Singh, timnya kesulitan menemukan korban selamat dan tewas.

Butuh waktu yang lama untuk menarik mereka dari puing-puing bangunan yang runtuh karena gempa. Apalagi, alat-alat berat tak bisa lewat karena jalanan, khususnya di Kathmandu, sempit. "Anda harus menyingkirkan puing sendiri, ini perlu waktu lama,’’ ujar Singh.

Di Kathmandu Utara, sepanjang Senin (27/4) malam, pencarian korban selamat dihentikan dan dilanjutkan pada Selasa. "Kami tak bisa mencari orang hilang hanya dengan mengandalkan sebatang lilin,’’ ujar Amarnath Prasad, musikus yang membantu mencari ibu temannya.

Juru Bicara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Farhan Haq menyatakan, PBB mengalokasikan 15 juta dolar AS untuk para korban gempa. Truk-truk berisi makanan pada Selasa mulai dalam perjalanan menuju daerah terdampak gempa.

Berdasarkan estimasi awal, jelas dia, delapan juta warga terdampak gempa. Mereka tersebar di 39 dari 75 distrik di Nepal. Lebih dari dua juta warga yang ada di 11 distrik mengalami kondisi paling parah. Di sisi lain, 1,4 juta warga kini membutuhkan bantuan makanan.

Hingga kemarin, Kementerian Dalam Negeri Nepal mengonfirmasi bahwa korban tewas akibat gempa sudah mencapai 4.349 orang dan 7.000 lainnya terluka. Namun, Perdana Menteri Nepal Sushil Koirala mengingatkan, jumlah korban tewas bisa menembus 10 ribu orang.

"Pemerintah mengupayakan segala cara untuk menyelamatkan korban. Ini tantangan dan masa sulit bagi Nepal,’’ kata Koirala. rep: Gita Amanda, Melisa Riska Putri ap/reuters/antara/c07 ed: Ferry Kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement