Rabu 29 Apr 2015 13:00 WIB

Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya: Si Pengubah Wajah Surabaya

Red:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Setiap tahun Republika memberikan anugerah Tokoh Perubahan. Anugerah diberikan kepada figur-figur yang berprestasi di bidangnya dan melakukan perubahan di tengah masyarakat. Tahun ini, Republika memilih enam tokoh yang dipandang pantas untuk menerima anugerah itu. Berikut kiprah Tokoh Perubahan Republika 2014.

***

Wajahnya tidak pernah tersapu make-up berlebihan. Bahkan, wajah wanita yang lahir di Kediri, 20 November 1961, ini lebih sering tampak berlapis keringat. Tampil seadanya adalah prinsip kesederhanaan yang tidak bisa disamakan dengan kepedulian dan keseriusannya dalam bekerja. Apalagi, jika sudah berbicara soal keindahan dan kebersihan kota, jangan coba-coba menawarkan konsep ala kadarnya di hadapan Tri Rismaharini.

Sebagai mantan kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, Risma yang menjadi wali kota wanita pertama di Kota Pahlawan ini sukses menata ibu kota Jawa Timur menjadi kota yang bersih, penuh taman, dan bebas banjir. Lahan tak terawat di penjuru Surabaya diubah menjadi taman kota yang asri. Saat ini, sedikitnya ada 11 taman kota berskala besar dengan berbagai tema sebagai sarana rekreasi warga.

"Taman-taman itu saya lengkapi dengan jaringan internet nirkabel, taman bacaan, serta sejumlah fasilitas lainnya," katanya kepada Republika di Jakarta, awal April lalu.

Karena hijau dan lengkapnya fasilitas taman yang ia buat, salah satu taman di Surabaya, yaitu Taman Bungkul, mendapat penghargaan dunia. Taman ini mendapat predikat the 2013 Asian Townscape Sector Award dari kantor regional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) wilayah Asia dan Pasifik.

 

Selain Taman Bungkul dengan konsep all in one entertainment park, sederet taman kota yang dibangun pada era Risma adalah taman di Bundaran Dolog, Taman Undaan, serta taman di Bawean. Beberapa tempat lainnya yang dulunya mati juga sekarang tiap malam dipenuhi dengan warga Surabaya.

Karena kecintaannya pada keindahan kota, Risma pernah marah besar saat tanaman di Taman Bungkul rusak diinjak-injak warga saat pembagian es krim gratis pada 11 Mei 2014. Begitu datang di Taman Bungkul, ia langsung menghampiri panitia penyelenggara acara bagi-bagi es krim.

"Kalian tahu berapa lama waktu yang kami butuhkan untuk buat Taman Bungkul jadi indah?" ujarnya dengan nada tinggi ketika itu. Panitia kegiatan pun mengerut dan kemudian meminta maaf. Mereka juga berjanji akan memulihkan Taman Bungkul.

Kecuali taman, Risma juga berjasa membangun pedestrian bagi pejalan kaki dengan konsep modern di sepanjang Jalan Basuki Rahmat yang dilanjutkan hingga Jalan Tunjungan, Blauran, dan Panglima Sudirman.

Lantaran kepemimpinan Risma yang mengedepankan keindahan dan kebersihan kota, Surabaya meraih tiga kali Piala Adipura, yaitu pada 2011, 2012, dan 2013, untuk kategori Kota Metropolitan. Kepemimpinan Risma juga membawa Surabaya menjadi kota terbaik se-Asia-Pasifik versi Citynet atas partisipasi pemerintah kota dan rakyat dalam mengelola lingkungan pada 2012. Pada Oktober 2013, Kota Surabaya memperoleh penghargaan tingkat Asia-Pasifik, yaitu Future Government Awards 2013 di dua bidang sekaligus, yaitu Data Center dan Inklusi Digital menyisihkan 800 kota di seluruh Asia-Pasifik.

Turun langsung ke gorong-gorong untuk mengecek tempat air tersumbat bukan pekerjaan luar biasa bagi Risma. Dia tak kapok kendati pernah patah tangan akibat terkilir saat loncat dari gorong-gorong. Saat hujan deras membuat banjir di beberapa titik, Risma rela tidak tidur, tapi turut memantau banjir. Hanya mengajak sang sopir pribadinya, Risma tak takut kehujanan menuju pintu-pintu air dan memastikan rumah pompa di Jagir, Wonokromo, Kayun, Petemon, Patuah, Simo, dan Bozem Morokrembangan berfungsi baik.

Saat menemukan pompa yang rusak, Risma cerewet meminta agar pompa itu segera dibenahi. Risma bahkan membuka pintu air sendiri sambil berbasah-basahan. Sembari menenteng handy talky, Risma juga kerap berdiri di pinggir sungai sambil memberi instruksi pada anak buahnya untuk memberesi sisa pohon tumbang yang masuk ke sungai.

Penutupan Dolly

Prestasi paling monumental Risma dalam mengubah wajah Surabaya adalah menutup lokalisasi Dolly. Arus demonstrasi dan ancaman berbau klenik (santet) tak membuat Risma mundur. Dia bertekad mengubah lokalisasi menjadi kawasan smart city. Risma meyakini, penutupan lokalisasi adalah untuk kebaikan masyarakat. Lebih serius lagi adalah memperbaiki mental warga yang lama tinggal di area lokalisasi.

Berkat keberanian dan rencana strategis penanganan warga Dolly pascapenutupan, lokalisasi yang konon terbesar di Asia Tenggara itu pun akhirnya ditutup pada 18 Juni 2014. Sebelumnya, Risma lebih dulu menutup empat lokalisasi, yakni Sememi Jaya, Tambak Asri, Bangunsari, dan Klakah Rejo. Total ada enam lokalisasi telah ditutup Risma selama 2014.

Menutup Dolly bukannya tanpa aral. Risma mengakui, awalnya dia tak ingin menutup Dolly. Saat dia baru beberapa hari menjabat wali kota, sebanyak 20 kiai se-Surabaya mendatangi kantornya dan mendesak agar Dolly ditutup. Risma tak menyanggupi lantaran merasa belum mempunyai formulasi tepat pascapenutupan Dolly. "Waktu itu saya katakan, mana bisa? Mau dikemanakan warga Dolly nantinya?" ujar Risma.

Waktu berlalu. Namun, Risma terus memutar otak. Diam-diam, Risma blusukan ke Dolly dan mencari tahu fakta hingga lapisan paling bawah mengenai kehidupan Dolly sebenarnya. Risma bahkan sempat mengajar di sekolah-sekolah di kawasan Dolly. Hingga akhirnya Risma menemukan fakta bahwa Dolly adalah sarang perdagangan manusia dan narkoba. Parahnya, anak-anak justru menjadi korban laten yang paling menderita.

Anak-anak menjadi dekat dengan praktik seks bebas, pemikiran negatif, hingga narkoba. Seorang bocah berusia delapan tahun yang tinggal di lokalisasi, sebut saja Bunga, mengaku di hadapan Risma telah melakukan hubungan suami istri dengan lima kekasihnya. "Saat itu, baru saya putuskan Dolly atau lokalisasi lain tidak boleh ada di Surabaya," ujar Risma.

Risma merenung. Tidak ada gunanya Surabaya cantik dan bersih kalau anak-anak hidup di suasana seperti itu. "Kalau Dolly atau lokalisasi prostitusi dibiarkan tetap buka, masa depan anak-anak akan hancur. Saya hanya ingin menyelamatkan anak-anak saya," katanya.

Pascapenutupan Dolly, Risma sudah menyiapkan ladang usaha baru bagi eks warga Dolly. Ada yang direkrut menjadi petugas Linmas dan Satpol PP, ada pula petugas kebersihan. Sebagian sisanya difasilitasi berbagai pelatihan, seperti menjahit dan membuat kue.

E-government

Meyakini perlu banyak dana untuk membangun kotanya, Risma bertekad menggunakan APBD Kota Surabaya untuk kepentingan rakyat. Prinsipnya, APBD jangan sampai merembes, apalagi bocor.

Untuk mencegahnya, Risma memberlakukan sistem serbaelektronik. Dengan adanya sistem e-government, e-planning, e-budgeting, e-project, e-procurement, e-delivery, e-controlling, dan e-performance, "Surabaya bisa menghemat Rp 600 miliar sampai Rp 800 miliar setiap tahunnya," tuturnya.

Penerapan e-government di Kota Surabaya dianggap sangat inovatif memerangi korupsi. Pembelian barang apa pun tercatat dengan baik. Dinas tidak bisa macam-macam karena akan ketahuan. Harga barang yang dibeli satu dinas harus sama dengan dinas lainnya. Inilah program reformasi birokrasi Risma yang kini terus berjalan. Sistem informasi manajamen pemerintahan, pelayanan masyarakat, dan komunikasi masyarakat juga sudah menggunakan sistem elektronik dan online.

Sejumlah indikator statistik bisa dijadikan tolok ukur kesuksesan Risma di bidang e-government. Risma berhasil menjaga pertumbuhan ekonomi Surabaya di atas rata-rata nasional dan Provinsi Jawa Timur dengan pertumbuhan stabil di atas tujuh persen.

Pendapatan daerah Kota Surabaya juga terus meningkat dari Rp 3,04 triliun ketika ia awal menjabat pada 2010 menjadi Rp 6,06 triliun pada 2014. Risma optimistis target pendapatan Surabaya pada 2015 sebesar Rp 6,52 triliun bisa tercapai. Oleh Andi Nurroni, Rr Laeny Sulistyawati ed: Eh Ismail

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement