Sabtu 28 Mar 2015 13:45 WIB

Akhir Penantian Panjang Polwan Muslimah

Red: operator

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Bagi Aiptu Yomeini Lubis, surat keputusan kapolri yang ditandatangani Wakapolri Komjen Badrodin Haiti tiga hari lalu lebih dari sekadar surat biasa. Surat itu ia ibaratkan jembatan penyambung antara urusan dunia dan akhirat yang telah ditunggunya sejak belasan tahun lalu.

"Alhamdulillah setelah Pak Badrodin membolehkan, sekarang bisa bekerja sambil tutup aurat," ujar Yomeini Lubis yang bekerja di Unit Kecelakaan Lalu Lintas Polresta Medan itu kepada Republika, Jumat (27/3). Kelegaan itu ia sampaikan usai mendengar kabar keluarnya putusan yang mengizinkan polwan berjilbab.

Yomeini menceritakan, keinginannya untuk mengenakan jilbab lahir seusai melaksanakan ibadah haji pada 2003. Keinginannya semakin menguat setelah dia tahu bahwa polwan di beberapa negara dibolehkan mengenakan jilbab.

Untuk mengenakan jilbab, perempuan dua anak yang bergabung dengan Polri sejak 1984 ini mengungkapkan pernah mengajukan permohonan kepada Polda Sumut. "Sekitar tiga tahun lalu pernah ada angket permohonan untuk menggunakan jilbab. Tapi tidak tembus," ujar dia. Dengan terpaksa, dia bekerja bertahun-tahun tanpa menutup kepalanya dengan jilbab.

Hatinya sempat berbunga-bunga saat isu polwan berjilbab ramai dibicarakan di media. Namun, pergantian ke pemimpinan Polri selalu berbuntut pergantian gaya kepemimpinan yang berdapak terhadap simpang siurnya putusan berjilbab.

"Tapi kan pimpinan Polri silih berganti, ada yang boleh, ada yang tidak. Sempat diputuskan tapi ditarik lagi. Akhirnya tidak bisa pakai (jilbab)," ujar wanita kelahiran Medan itu.

Perempuan yang kerap dipanggil Ibu Hajjah di lingkungan Satlantas Polresta Medan kini tinggal menunggu datangnya surat edaran ke kantornya untuk mengenakan jilbab dan menutup semua nakan jilbab dan menutup semua auratnya sesuai ajaran Islam. Ia merasa, keputusan tersebut sebagai bentuk perhatian pimpinan Polri terhadap polwan Muslimah seperti dia.

Kebahagiaan serupa datang dari Polwan muda, Zulfah Nasution (23 tahun). Sembari mengatur lalu lintas di Simpang Empat Lapangan Merdeka Kamis (26/3) sore, Zulfah menuturkan senang dengan lahirnya keputusan tersebut.

Ia bertekad akan segera menutupi kepalanya dengan kedurung setelah datangnya surat edaran keputusan tersebut.

"Nanti kalau sudah datang surat edaran, mau langsung pakai jilbab," kata dia sembari tersenyum.

Sementara di Bali, para polwan Muslimah yang merencanakan akan menggunakan jilbab juga sudah tak sabar. Kendati sudah ada peraturan yang membolehkan polwan berjilbab, mereka masih menunggu kiriman jilbab yang rencananya bakal diadakan Mabes Polri.

Hal itu, kata salah seorang polwan di Polda Bali, AKBP Andi Arwita, agar ada kekompakan dan kebersamaan. Meski begitu, menurut Arwita, kesabaran itu ada batasnya. "Kalau kiriman jilbab masih lama, kami akan mengupa yakan secara patungan dulu, yang penting sesuai dengan model, warna, dan ukurannya," kata Arwita pada Republika, kemarin.

Menurut Arwita, gambar model seragam yang ada dalam petunjuk teknis sudah dipegangnya. Hanya saja, jilbab yang sesuai aturan belum tentu bisa ia dapatkan di toko-toko pakaian Muslim di Denpasar.

Arwita mengatakan, bukan dia sendiri yang nantinya mengenakan jilbab. Polwan yang bertugas di Bagian Hukum Polda Bali itu menyatakan sudah beberapa nama masuk dalam pendataan di Polda Bali.

Sementara di Mapolda Lampung, pemandangan polwan berjilbab sudah tidak asing lagi. Bahkan, sebelum keluarnya surat keputusan soal pengenaan jilbab bagi polwan, para polwan senior di Polda Lampung sudah banyak yang berjilbab saat berdinas.

Kepala Bidang Humas Polda Lampung AKBP Sulistyaningsih menuturkan bagaimana awalnya para polwan di Lampung diperkenankan menggunakan jilbab terlebih dahulu.

Sekira setahun lalu, menurutnya, ia mengisi materi sebuah seminar di Universitas Lampung. Saat itu, para peserta yang seluruhnya mahasisiwi mendesak agar polwan diizinkan berjilbab.

Permintaan itu, kata Sulistyaningsih, menjadi beban moral baginya. Ia kemudian menyampaikan pesan peserta tersebut kepimpinannya, Kapolda Lampung Brigjen Pol Heru Winarko.

Di luar dugaannya, Kapolda merespons usulan tersebut dan tak menghalangi polwan berjilbab. Menurut dia, di Polda Lampung, jajaran polwan senior berpangkat perwira sekitar 20 persen sudah mengenakan jilbab saat berdinas.

Saat tidak berdinas, Sulistyaningsih juga menggunakan jilbab, terlebih ketika menghadiri acara hajatan keluarga dan relasinya. "Kalau lagi pakaian preman, tetap berjilbab," tuturnya.

Kapolres Tanah Datar, Sumatra Barat, AKBP Nina Febri Linda secara pribadi, juga menyetujui keputusan Kapolri soal izin menggunakan jilbab. Ia menuturkan, keputusan itu adalah idam-idaman banyak polwan Muslimah. "Sebenarnya, ini sudah lama (di tunggu-tunggu), yang menginginkan supaya dapat menggunakan kerudung. Tapi, kanseperti kemarin kita tahu, banyak pro kontra selama ini," kata dia, kemarin.

Walaupun keputusan Kapolri bagaikan label halal bagi polwan Muslimah, namun, mereka masih harus menunggu pengadaan pakaian. "Yang penting sosialisasi dulu, soal jilbab. Kemudian (segera) lanjutkan pengadaan," ujar Nina.

Mudah-mudahan, lanjut dia, polwan yang berjilbab tetap gesit, cekatan, dan tidak mengurangi keanggunan. "Yang penting, tidak menghalangi apa pun aktivitas yang khas yang selama ini dilakukan oleh polwan itu sendiri," tuturnya menambahkan. 

Oleh Ahmad Rozali, Ahmad Baraas Mursalin Yasland/Umi Nur Fadhilah, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement