Selasa 24 Mar 2015 13:00 WIB

Beras Impor Mengalir ke Batam dan Medan

Red:

JAKARTA -- Beras impor dari Malaysia dan Thailand mengalir ke Batam, Kepulauan Riau (Kepri). Aliran beras asing ini sudah berlangsung meski Inpres Nomor 5 Tahun 2015 yang membuka peluang impor beras baru ditandatangani pada 17 Maret lalu.

Kepala Bidang Penindakan dan Sarana Operasi Kanwil Ditjen Bea Cukai Khusus Kepulauan Riau Raden Evy Suhartantyo mengatakan, upaya memasukkan beras impor ke Batam merupakan tindakan ilegal. Ia menyebutnya sebagai penyelundupan.

Sepanjang tahun ini, Bea Cukai telah menggagalkan 19 penyelundupan, 16 di antaranya adalah penyelundupan beras impor. "Bahkan, pernah dalam sehari kami menangkap delapan kapal masing-masing berisi 10 ton beras," ujar Evy, Senin (23/3).

Dia menjelaskan, dalam sebulan Bea Cukai Kepri minimal melakukan patroli laut selama 15 hari.  Tim hanya kembali ke darat jika kekurangan bahan bakar atau mengisi logistik. Biasanya, mereka mengerahkan 11 armada untuk berpatroli, tiga lainnya siaga di pangkalan.

Menurut Evy, tingginya upaya penyelundupan beras impor karena kurangnya pasokan beras lokal. Dia mencontohkan, suplai beras lokal yang masuk ke Tanjung Balai Karimun dalam sebulan hanya tiga kali. Satu kali pengiriman sebanyak 15 ton.

Artinya, pasokan beras  lokal dalam sebulan 45 ton. Padahal, total kebutuhan sehari di Kepri kurang lebih 60 ton. Jadi, ini masalah persediaan dan permintaan.

Akibat minimnya distribusi, kata dia, harga beras lokal pun akhirnya lebih mahal ketimbang beras impor yang kebanyakan berasal dari Thailand dan Malaysia. Karena ada permintaan dari pasar, bukan tidak mungkin terus dimanfaatkan oleh pihak untuk mengeruk keuntungan.

Penyebab lainnya, ujar Evy, banyak sekali pelabuhan tikus di Batam. Sejauh ini, hanya ada beberapa pelabuhan di Batam yang sudah ditetapkan sebagai wilayah kepabeanan, misalnya, Pelabuhan Sekupang dan Batu Ampar.

Sehingga, Ditjen Bea Cukai tidak bisa melakukan tindakan ketika upaya penyelundupan sudah masuk ke pelabuhan tikus. Intinya masih ada lebih banyak pelabuhan yang belum ditunjuk sebagai kawasan pabean. ’’Jadi, penyelundupan diarahkan ke pelabuhan-pelabuhan itu.’’

Kasubdit Humas dan Penyuluhan Ditjen Bea Cukai Haryo Limanseto mengungkapkan, penyelundupan beras ke Batam merupakan masalah klasik. Bahkan, jelas dia, Ditjen Bea Cukai sering kucing-kucingan dengan para penyelundup beras impor.

Kalau mereka melihat kapal Bea Cukai, mereka langsung balik arah tetapi kalau tidak, mereka masuk ke pelabuhan tikus. Keberadaan pelabuhan-pelabuhan tikus, kata Haryo, membuat pihaknya sulit menindak. 

Haryo meyakini, penyelundupan beras impor bisa ditekan dengan memenuhi pasokan dari dalam negeri. Apalagi, harga beras impor biasanya memang lebih murah dari beras lokal. "Kebutuhan masyarakat sekitar harus dipenuhi, jadi mereka tak mencari yang impor.’’

Pedagang beras di Pasar Sukarame, Medan, Sumatra Utara, mengaku menjual beras impor dari Thailand. Beras tersebut merupakan beras yang dikelola  Bulog. "Adalah, kami jual beras bulog impor Thailand. Jenis lain dari itu nggak ada," ujar Neibaho, pedagang beras.

Dia mengatakan, beras impor yang dia beli seharga Rp 8.400, dijual dengan harga Rp 9 ribu/kg. Sementara, beras lokal yang paling murah dia jual seharga Rp 8.200. Beras lokal paling murah, lanjutnya, berasal dari Aceh.

Dia menjelaskan, ada perubahan ukuran kemasan beras Bulog asal Thailand yang diterimanya. Saat ini, ia menerima 30 kg per karung. "Sebulan lalu, beras bulog dijual 50 kilogram. Sekarang hanya 30 kg. Makanya kami juga heran," ujarnya.

Dia menduga, hal tersebut merupakan dari strategi penjualan beras Bulog. Dengan ukuran yang lebih kecil, maka harga jual per karungnya pun lebih murah. Namun, Neibaho mengatakan, beras lokal lebih diminati daripada beras impor karena murah dan wangi.

Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso menyebut, pelaku impor beras di situasi petani yang tengah panen raya adalah perbuatan yang menyakiti petani nasional. "Itu keterlaluan, sama saja melukai petani kita," katanya.

Ia memastikan, sampai saat ini tidak ada satu pun dari anggotanya yang melakukan impor beras. Terkait Inpres Nomor 5 Tahun 2015, ia tak melihatnya sebagai pemicu praktik impor beras yang kabarnya terjadi di beberapa daerah.

Direktur Pelayanan Publik Bulog Lely Pelitasari belum mengetahui ada atau tidaknya praktik pemasukan beras impor di daerah. Untuk hal tersebut, kata dia, harus segera dikonfirmasi kepada pemerintah daerah setempat soal perizinannya.

Kalau ternyata yang diimpor itu beras khusus, kata Lely, tidak masalah. Maksud beras khusus yakni beras hitam atau beras untuk kebutuhan pasien diabetes. Ia juga memastikan, pasokan beras nasional akan aman hingga empat bulan ke depan. n sonia fitri/debbie sutrisno/bowo pribadi/maspril aries/ahmad baraas/mursalin yasland ed: ferry kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement