Selasa 24 Mar 2015 13:00 WIB

Singapura Berkabung

Red:
Lee Kuan Yew
Foto: AP/Matt Rourke
Lee Kuan Yew

SINGAPURA -- Mantan perdana menteri Singapura Lee Kuan Yew meninggal dunia, Senin (23/3). Sambil menahan tangis, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengucapkan duka atas kepergian ayahnya itu dalam pidato yang disiarkan langsung secara nasional.

Lee Kuan Yew, pendiri Singapura, mengembuskan napas terakhir dalam usia 91 tahun pada Senin (23/3), pukul 03.18 waktu setempat, di Singapore General Hospital. Ia dirawat sejak awal Februari karena pneumonia.

Di depan kamera, Lee Hsien Loong yang berkemeja abu-abu dan berdasi hijau semula terlihat tenang. Namun, di tengah pernyataannya, beberapa kali ia menghentikan ucapannya. Lalu, ia menghimpun kekuatan dan melanjutkan pidatonya.

‘’Lee Kuan Yew telah membangun sebuah bangsa dan mengantarkan warga Singapura bangga atas identitas nasionalnya. Kita tak akan melihat orang seperti dia lagi,’’ kata Lee seperti dilansir laman berita Guardian.

Dalam pidatonya, ia berbahasa Mandarin, Melayu, dan Inggris secara bergantian. Menurut dia, Lee Kuan Yew mampu menginspirasi, menyuntikkan keberanian, dan membawa Singpura hingga dalam kondisi sekarang. ‘’Semoga dia beristirahat dengan tenang.’’

Pemerintah Singapura menetapkan hari berkabung nasional selama tujuh hari, mulai Senin (23/3) hingga Ahad (29/3) mendatang. Gedung-gedung pemerintahan mengibarkan bendera setengah tiang sebagai penghormatan atas kepergian perdana menteri pertama itu.

Keluarga diberi kesempatan memberikan penghormatan pada Senin dan Selasa (24/3). Jenazah Lee Kuan Yew akan disemayamkan di gedung parlemen mulai Rabu hingga Sabtu. Hal ini memberikan kesempatan bagi publik memberikan penghormatan terakhir.

Mereka bisa melakukannya mulai pukul 10.00 hingga 20.00 waktu setempat. Sedangkan, upacara pemakaman kenegaraan atas diri Lee Kuan Yew berlangsung pada Ahad mendatang, pukul 14.00 waktu setempat, di Pusat Kebudayaan Universitas Nasional Singapura.

Menurut Straits Times, prosesi pemakaman bakal dihadiri keluarga Lee, rekan dan staf, Presiden Tony Tan Keng Yam, menteri kabinet, anggota parlemen, serta anggota partai yang turut didirikan Lee dan kini menjadi partai pemerintah, People’s Action Party.

Warga juga diperkenankan menghadiri upacara pemakaman itu, yang kemudian dilanjutkan dengan proses kremasi di Mandai Crematorium. Warga Singapura pun berkesempatan mengungkapkan kenangannya terhadap Lee melalui buku ucapan di pintu gerbang istana negara.

Kabar kematian Lee Kuan Yew menyisakan kesedihan bagi warga. Mereka meletakkan bunga di rumah sakit tempat Lee Kuan Yew dirawat. ‘’Saya sangat bersedih. Pencapaian terbesarnya membuat Singapura seperti sekarang,’’ kata salah seorang warga, Lua Su Yean (64 tahun).

Lee terlahir dengan nama Harry Lee Kuan Yew pada 16 September 1923 di Singapura. Leluhurnya adalah imigran asal Guangdong, Cina. Dalam tiga dekade pertama hidupnya, Lee lebih dikenal dengan nama Harry Lee. Ia menghapus kata Harry saat karier politiknya tumbuh.

Ia menempuh pendidikan hukum di Universitas Cambrigde, Inggris, dan menikah dengan Kwa Geok Choo pada 1950. Pada 1954, Lee ikut mendirikan People’s Action Party (PAP) yang berjuang untuk lepas dari Inggris. Setahun kemudian, ia meraih kursi parlemen.

Pada 1959, Lee Kuan Yew menjadi perdana menteri pertama Singapura, wilayah otonom kecuali dalam pertahanan dan hubungan luar negeri. Ia membangun kota pelabuhan yang miskin dan sarat kejahatan itu menjadi sebuah negara makmur.

Ia menerapkan kebijakan perdagangan bebas dan ramah bisnis. Ia memberangus korupsi, menghilangkan perumahan kumuh, dan memperkuat multikulturalisme. Pada saat bersamaan, Lee tak membuka ruang perbedaan pendapat.

Ia kerap menggunakan Internal Security Act, undang-undang yang membolehkan menangkap dan menahan oposisi tanpa melalui proses persidangan. ‘’Jika kami tak melakukannya, negara ini runtuh,’’ katanya beralasan. Ia meredam lawan politik dengan membangkrutkannya.

Lee Kuan Yew melepas jabatan perdana menteri pada 1990. Namun, ia menjabat menteri senior saat pemerintahan Goh Chok Tong. Ia menempati posisi menteri mentor ketika putranya, Lee Hsien Loong, memimpin Singapura pada 2004.

Ernest Z Bower, pakar Asia Tenggara di Center for Stratetic and International Studies (CSIS), mengatakan, seperti semua orang besar yang membangun Asia Tenggara pascaperiode kolonial lainnya, keberadaan Lee Kuan Yew dirasakan sepanjang hayatnya.

Namun, ada upaya melepas bayang-bayang Lee Kuan Yew. ‘’Singapura kini mencari perubahan dan evolusi, tetapi mereka tak yakin akan hal tersebut. Saya pikir, ada sedikit ketakutan dan kekhawatiran soal ini,’’ katanya, seperti dikutip Washington Post.

Bahkan, Perdana Menteri Lee Hsien Loong pun mengakui negaranya sekarang berada di titik perubahan semacam itu. 

Carlton Tan (28), generasi muda Singapura, memiliki perasaan campur aduk terkait Lee Kuan Yew. ‘’Kami berterima kasih atas kemajuan ekonomi, tetapi apakah memang perlu mengorbankan kebebasan kami?’’ n ap/reuters ed: ferry kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement