Jumat 20 Mar 2015 13:00 WIB

TNI-AS Sepakat Perangi ISIS Ribuan pasukan dan pesawat tempur akan dikerahkan dalam latihan TNI di Poso.

Red: operator
ISIS ancam hancurkan Big Ben
Foto: The Mirror Online
ISIS ancam hancurkan Big Ben

REPUBLIKA.CO.ID,

JAKARTA -- Panglima TNI Jenderal Moeldoko menyampaikan tercapainya kesepakatan antara militer RI dan Amerika Serikat (AS) untuk memerangi organisasi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Hal itu ia sampaikan selepas menemui pihak Kedutaan Besar AS di Mabes TNI.

Dalam keterangan pers yang dirilis Mabes TNI pada Kamis (19/3), Moeldoko menyatakan bahwa ISIS merupakan ancaman potensial bagi eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebab itu, potensi penyebarannya di Indonesia harus dikelola dengan baik.

"ISIS tidak boleh berkembang, tidak boleh tumbuh di satu wilayah pun di Indonesia, ini sudah menjadi suatu keputusan,” kata Moeldoko. Kesepakatan memerangi ISIS tersebut dicapai saat Moeldoko menerima kunjungan Duta Besar Amerika Serikat Robert O Blake, di kantor Panglima TNI, di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (18/3).

Kepada pihak AS, Moeldoko juga mengungkapkan akan menggelar latihan dengan jumlah personel TNI yang relatif besar di Poso. Menurutnya, TNI akan mewaspadai Poso. “Saya tidak ingin Poso menjadi tempat yang nyaman bagi tumbuhnya ISIS setelah mereka kembali dari Suriah dan Irak,” ujar Moeldoko.

Sebelumnya, Moeldoko menyatakan bahwa selepas latihan TNI juga akan diterjunkan di Poso guna melakukan pemberantasan ISIS di wilayah itu. Hal itu jadi preseden baru karena sebelumnya penindakan terorisme di Indonesia adalah ranah kepolisian semata melalui Detasemen Khusus Antiteror 88 (Densus 88).

Moeldoko memiliki keyakinan penuh bahwa Kedubes Amerika Serikat di Indonesia dapat membangun komunikasi yang sangat baik dengan TNI. Ia juga mengharapkan kerja sama kedua pihak bisa membuahkan hal-hal baru dalam konteks hubungan antara angkatan bersenjata kedua negara.

Panglima TNI menegaskan, dalam pertemuannya dengan Panglima Militer Amerika Serikat Jenderal Martin Dempsey, mereka sepakat membangun prospek hubungan militer RI dan AS. Menurutnya, Indonesia dan Amerika Serikat memiliki pandangan yang sama untuk membangun kekuatan dan hubungan yang semakin kuat.

Sementara itu, Dubes Amerika Serikat Robert O Blake dalam rilis dari Mabes TNI mengatakan sangat menghargai ketegasan Panglima TNI terkait masalah ISIS dan mengharapkan Indonesia dapat mengawasi ISIS dengan baik. Ia juga mengharapkan TNI bekerja sama dengan negara-negara ASEAN dalam memerangi ISIS.

"Saya berkeinginan untuk dapat mengundang para perwira-perwira di kawasan ASEAN, untuk membicarakan tentang perkembangan ISIS ke depan dan bagaimana dalam menyikapinya," kata Robert. Dalam kesempatan tersebut, Dubes Amerika juga menyampaikan penggunaan landasan di Lanud Ranai, Natuna, Kepulauan Riau, dapat digunakan sebagai tempat pengisian BBM pesawat dalam mendukung pelaksanan latihan gabungan militer Indonesia dengan Amerika.

Bersamaan dengan dirilisnya pernyataan itu, pasukan Intai Amfibi Marinir Indonesia mengadakan latihan bersama dengan Marinir Amerika Serikat di Karangtekok, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Latihan itu dijadwalkan mulai 19 Maret 2015 hingga 10 April 2015.

Terkait latihan di Poso, Komandan Komando Pendidikan Latihan TNI Mayor Jenderal (Mar) I Wayan Mendra mengecek kesiapan pesawat tempur F-16 Fighting Falcon Skadron Udara 3 Lanud Iswahjudi. Pesawat itu nantinya akan dilibatkan dalam latihan.

Di Taxy Way Lanud Abd Saleh, Malang, Jawa Timur, juga digelar latihan kesiapan PPRC TNI 2015 dipimpin Panglima Divisi II Kostrad Mayjen Bambang Haryanto. Latihan kesiapan itu diikuti 1.355 prajurit TNI Angkatan Darat dan TNI Angkatan Udara.

Bambang Haryanto mengatakan, PPRC TNI memiliki tugas pokok mengamankan keselamatan dan keutuhan NKRI. Selain itu, menurutnya, tugas pokok PPRC adalah melakukan penangkalan terorisme, baik yang bersifat domestik maupun internasional.

Di lain hal, pernyataan kerja sama TNI dengan AS guna memberantas ISIS bisa jadi blunder. Sebab, menurut pengamat terorisme dari UI, Nasir Abbas, kebijakan luar negeri AS di sejumlah negara jadi sarana propaganda perekrutan kelompok radikal.

"Teroris memanfaatkan keadaan ini untuk mendoktrin orang agar membenci dan memusuhi Amerika. Mereka mendoktrin orang agar benci negara adidaya dan menjadi teroris untuk balas dendam," ujarnya, kemarin. Juru Bicara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan Idris juga mengatakan bahwa salah satu hal yang membuat terorisme subur adalah kesan arogan negara adidaya. n antara ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement