Jumat 20 Feb 2015 14:00 WIB

Perbankan Minta Perdirjen PER-01/PJ 2015 Dibatalkan

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,

JAKARTA -- Perbankan meminta pemerintah membatalkan pelaksanaan tata cara pemotongan pajak bunga deposito dan tabungan. Aturan ini termuat dalam Peraturan Dirjen Pajak (Perdirjen) Nomor PER-01/PJ 2015 yang dirilis pada 26 Januari 2015 dan akan berlaku 1 Maret 2015.

Melalui aturan ini, setiap bank harus menyerahkan bukti potong pajak bunga simpanan secara perinci untuk setiap nasabah. Pihak perbankan menilai langkah tersebut mengusik privasi nasabah dan mereka dikhawatirkan para nasabah lari ke luar negeri.

Ketua Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengatakan, sudah mengirimkan surat rekomendasi kepada Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar peraturan itu dibatalkan.

Perbanas, kata Sigit, cukup menghargai upaya Direktorat Jenderal Pajak yang tahun ini mendapat target penerimaan pajak cukup tinggi. Namun, menurut dia, cara seperti ini tidak tepat dilakukan karena dapat mengganggu bisnis perbankan.

‘’Karena, ini menyangkut kerahasiaan bank. Kalau kerahasiaan tersebut terusik, bisa menimbulkan potensi orang-orang akan memindahkan dananya. Yang paling dikhawatirkan dipindahkan ke luar negeri," ujar Sigit, Rabu (18/2).

Ketua Kamar Dagang dan Industri Suryo Bambang Sulisto menyatakan, peraturan baru ini demi kepentingan Ditjen Pajak. ''Ini adalah contoh kebijakan publik yang ego sektoral dan tak terintegrasi dengan departemen lain.''

Cosporate Secretary Bank Rakyat Indonesia (BRI) Budi Satria mengatakan, penerapan aturan tersebut berpotensi melanggar UU Perbankan yang memuat tentang kerahasiaan bank. Pemberian data nasabah tidak bisa disamaratakan dan tidak bisa seluruh nasabah. Karena itu, ia meminta penerapan peraturan ini ditunda.

Selain itu juga, harus melalui persetujuan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). ‘’Sebaiknya, Dirjen Pajak konsultasi ke OJK mengenai aturan seperti itu, kalau bisa diundur dulu dibicarakan dulu karena dampaknya ke perbankan nasional,” kata Budi, Kamis (19/2).

Bila aturan tersebut dilakukan saat ini, bisa memberikan rasa tidak nyaman nasabah untuk menyimpan uang di bank. Sementara, saat ini pemerintah dan perbankan mendorong masyarakat gemar menabung di bank agar dana luar negeri kembali ke dalam negeri.

Meski demikian, Budi mengatakan, kepentingan Dirjen Pajak dalam penerimaan pajak juga harus dipahami. Namun, kepentingan perbankan dinilai harus diakomodasi dalam aturan tersebut karena akan berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi nasional.

Berdasarkan Undang-Undang Perbankan Pasal 40 Ayat 1, menyatakan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.

Namun, pada pasal 41 ayat 1, menyatakan pimpinan Bank Indonesia atas permintaan menteri keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank, yakni untuk memberikan keterangan dan bukti tertulis serta surat soal keuangan nasabah kepada pejabat pajak.

Direktur Transformasi Proses Bisnis Ditjen Pajak Wahju Tumakaka mempertanyakan mengapa perbankan resah. Deposan tak akan diperiksa sepanjang mereka taat. Jadi, tak ada yang perlu diresahkan, baik oleh perbankan maupun deposan. ‘’Mengapa harus resah? Ada apa memang?’’tanya Wahju. 

Direktur Pencegahan dan Penagihan Pajak Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Dadang Suwarna menjelaskan, latar belakang aturan ini adalah laporan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Mereka menyebutkan, ada  60 ribu pemegang deposito di atas Rp 5 miliar dengan nilai pajak Rp 1.600 triliun

"Itulah makanya kami minta bukti potong pajang dari bank. Tapi, orang sudah keburu ribut. Takut deposan pada kabur. Mana ada pada kabur," ujar Dadang menjelaskan. Ia menilai, aturan ini bukan untuk membuat atmosfer perbankan yang tidak nyaman.

Dadang menambahkan, aturan ini juga semata untuk memastikan ketaatan wajib pajak. Data yang diterima oleh Ditjen Pajak pun tak akan diumbar ke publik. Ia juga mengatakan, selama ini dalam memeriksa wajib pajak, Ditjen Pajak melakukannya sesuai prosedur.

Tahapannya, dari menteri keuangan kemudian kepada OJK, lalu kembali ke menteri keuangan. Dengan diterapkannya aturan ini, diharapkan tingkat kesadaran wajib pajak akan meningkat. Peraturan yang tegas, kata Dadang, meningkatkan penerimaan pajak.

Dadang mengungkapkan, pada Januari 2014 lalu, pemasukan pajak sebesar Rp 492 miliar, sedangkan pada Januari tahun ini melonjak menjadi Rp1,9 triliun, meningkat nyaris empat kali lipat.

 n c85/c87 ed: ferry kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement