Rabu 18 Feb 2015 13:00 WIB

Mendulang Nafkah di Bedeng Tripleks

Red:

Kampung Baru, seberang Kali Jagir, Surabaya, merupakan lokalisasi yang dikunjungi beragam kalangan. Sebagian pelanggannya mengelabui istri di rumah dengan memancing di bantaran kali sebagai kedok. Padahal, tujuan utamanya mengunjungi pekerja seks komersial (PSK) di Kampung Baru. Wartawan Republika, Andi Nurroni, melakukan peliputan kegiatan di sana. Berikut tulisan terakhir.

Berjalan sekitar 200 meter menyusuri jalan tanah bergelombang di samping Kali Jagir, saya akhirnya menginjakkan kaki di Kampung Baru. Tempat ini terdiri dari hunian sederhana berupa bedeng-bedeng tripleks yang berjejer membelakangi kali.

Sebagin bedeng dihuni para pengumpul barang bekas. Lokalisasi di Kampung Baru berada di blok pertama. Masuk melewati gapura usang, saya mendapati belasan perempuan berbusana minim hilir mudik. Saat bertemu muka, mereka menggoda dengan kerlingan dan senyum nakal.

Tak ingin terlihat canggung, saya memutuskan masuk ke warung. "Habis ngamar, Mas?" tanya perempuan tomboi penjaga warung. "Enggak Mbak, belum," jawab saya. Tak lama berselang, seorang perempuan berumur sekitar 40 tahun menghampiri saya.

"Hei," ujar dia. Tak berhenti sampai di situ, perempuan berblus merah ketat itu berkata lagi, "Ayo," sambil memasang wajah merayu. Perempuan berbedak tebal itu terus menggoda. Ia juga sesekali memasang wajah memelas.

Saya hanya tersenyum dan menggelengkan kepala. Lama-lama, perempuan berlipstik merah tua itu tampaknya bosan. Dia pergi. Penjaga warung memberi tahu saya, perempuan-perempuan berusia muda lebih banyak pada malam hari. 

Pada sekitar pukul 21.00 WIB, saya berkunjung kembali ke Kampung Baru. Kali ini, saya tak sendiri. Seorang teman, jurnalis media lokal di Surabaya, menemani saya. Pada malam hari, suasana Kampung Baru lebih semarak.

Malam itu, kami mencoba peruntungan mewawancarai PSK di "bilik kerjanya". Kami harus terlebih dahulu bernegosiasi harga, lalu membiarkan mereka membawa kami ke kamar mereka. Memasuki gapura usang lokalisasi, pengunjung disambut tembang-tembang karaoke.

Di sudut lorong itu, ada satu anjungan dengan meja dan botol-botol bir. Di sanalah, sejumlah laki-laki bertampang garang bergantian bernyanyi. Rupa-rupa lagunya, mulai dari tembang kenangan hingga lagu-lagu berlirik religi milik Rhoma Irama.

Sebelum kami menyiasati terjadinya wawancara dengan mereka, terlebih dahulu saya dan teman duduk di warung kopi. Itu adalah warung yang sama, tempat saya duduk mengopi siang sebelumnya. Di gang tersebut, terdapat empat blok bedeng tripleks.

Pertama, yang paling ujung adalah warung tempat kami duduk. Kedua, adalah bedeng memanjang, tempat transaksi seks dilakukan. Ketiga, itu agaknya salah satu tempat beristirahat para PSK. Bedeng terakhir juga warung, yang berada persis di depan anjungan tempat karaoke.

Sambil duduk di warung kopi, saya menghitung, dalam rentang waktu 15 menit, 11 pasangan telah masuk ke kamar. Durasi pasangan itu berada di dalam tergolong singkat, antara 5 hingga 10 menit saja. Kebanyakan pengunjung laki-laki berusia 30-50 tahun.

Namun, ada juga satu yang terlihat sangat belia. Seusia anak SMA. Tak lama berselang, saya dan teman saya berjalan melihat-lihat lebih dekat para perempuan pemuas syahwat itu. Teman saya terlebih dahulu mampu membuka percakapan dengan mereka, saya masih deg-degan.

Akhirnya, saya bisa mengatasinya dan membuat tawar-menawar dengan seorang perempuan muda, Yanti, sebut saja begitu. Ia berusia 26 tahun. Saat itu, ia mengenakan hot pants jins dan kaus hitam ketat. Dari Yanti, saya mengetahui harga kencan singkat Rp 40 ribu.

Kami sepakati harga tersebut. Saya mengikuti Yanti yang berjalan di depan menuju kamar berdinding tripleks. Setelah berada di dalam, mula-mula Yanti mengambil potongan kain dari ember plastik. Kain itu untuk mengganjal pintu tripleks yang tak bisa menutup sepenuhnya.

Pintu yang sudah terganjal kain, juga menunjukkan bahwa kamar telah berpenghuni. Ada sembilan kamar saling berhadapan di barak tripleks itu. Jumlah kamar tidak genap sepuluh karena ruang di pojokan sana, saya melihat difungsikan sebagai jamban untuk bersih-bersih.

Ketika Yanti membuka salah satu kamar untuk saya, saya menghadapi ruangan berukuran sekitar 2 x 1 meter. Ruangan dengan cahaya redup itu beralaskan kasur lepek yang ditutupi tikar. Ada bungkus-bungkus kondom tercecer di sudut ruangan.

Begitu Yanti sempurna mengunci kamar, saya segera melarangnya membuka pakaian. Dengan modus klasik penelitian sosial mahasiswa, saya meyakinkan perempuan berambut panjang itu bahwa saya hanya ingin mengobrol. Ia menyanggupi.

Saya menyetel jam tangan, meminta waktu lima menit untuk menggali informasi. Yanti berkisah, sudah dua tahun ia menjadi PSK. Ia beralasan, ia lakukan itu untuk menghidupi keluarganya, yakni suami dan dua anaknya.

"Suami, saya larang kerja. Saya suruh urus anak. Anak saya yang satu masih sembilan bulan, satu lagi enam tahun," kata dia setengah berbisik. Ia mengaku dari Sampang, Madura. Dalam semalam, dia bisa melayani 15 hingga 20 laki-laki.

Uang Rp 40 ribu yang dia dapat disisihkan Rp 5 ribu untuk sewa kamar kepada mucikari. Dalam semalam, Yanti memperoleh penghasilan antara Rp 500 ribu hingga Rp 600 ribu. Meski demikian, pendapatannya sesekali lebih kecil atau juga lebih besar dari itu.

Menurut Yanti, PSK yang mangkal di Kampung Baru ada sekitar 100 orang. Mereka berasal dari berbagai daerah di Jawa Timur. Sebagian PSK dari Dolly dan Jarak yang sudah tutup, pindah ke Kampung Baru. Ia mengatakan, banyak pria yang datang adalah pemancing di Kali Jagir.

"Iya, ada. Banyaknya malam. Tapi, siang juga kadang-kadang ada," kata Yanti. Lima menit telah berlalu, saya menyudahi pertanyaan. Saya serahkan selembar Rp 50 ribu dan memintanya tak perlu mengembalikan sisa Rp 10 ribu.

Lima menit percakapan di ruang pengap itu membuat perut saya mual. Segera saya hirup udara dalam-dalam begitu keluar dari ‘barak cinta’ itu. Kerja keras Wali Kota Tri Rismaharini menutup lokalisasi di Dolly dan Jarak, rupanya belum menjadi akhir riwayat praktik prostitusi di Surabaya. n ed: ferry kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement