Selasa 17 Feb 2015 14:39 WIB

Penetapan Hukuman Mati Punya Alasan Kuat

Red:

BOGOR -- Pemerintah menegaskan memiliki alasan kuat menghukum mati terpidana kasus narkoba. Termasuk dalam rencana eksekusi terhadap dua warga negara Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

Chan dan Sukumaran merupakan anggota Bali Nine, kelompok yang sudah divonis bersalah menyelundupkan heroin 8,2 kg dari Australia ke Bali pada 2005. Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan, dalam menjalankan hukuman mati, tak ada aturan yang dilanggar Indonesia.

Meski ada lobi dan tekanan politik serta ancaman boikot kunjungan wisata dari Australia, Retno menyatakan, Indonesia akan konsisten menerapkan hukuman mati. Apalagi, kata dia, ada aturan internasional yang menjadi pegangan Indonesia dalam menerapkan hukuman mati. 

Dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) Pasal 6, disebutkan bahwa hukuman mati bisa dilakukan untuk kejahatan serius. "Di Indonesia, narkoba merupakan kejahatan serius,’’ kata Retno di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (16/2).

Selain itu, dalam hukum positif di Indonesia, tercantum hukuman mati bagi pelaku kejahatan serius. Karena itu, ia meminta Australia menghormati hukum yang berlaku di Indonesia. Lagi pula, soal kunjungan wisata, Australia tak bisa melarang warganya ke Indonesia.

Retno berpikir, warga Australia akan berlaku cerdik dalam menentukan tempat ke mana mereka akan berlibur. Ia menambahkan, narkoba telah merusak masa depan jutaan generasi muda di Indonesia. Sebagian bahkan sudah tak bisa direhabilitasi.

Dengan demikian, wajar jika Pemerintah Indonesia menjatuhkan hukuman mati pada para gembong narkoba. "Kok, masa depan anak-anak itu tidak pernah dijadikan pertimbangan utama? Justru hukuman pada kriminal narkoba yang dipersoalkan,’’ ucap Retno.

Meski muncul perbedaan dalam hukuman mati, Retno menyatakan Indonesia akan tetap menjalin hubungan baik dengan Australia. Hubungan diplomatik, tak akan menggoyahkan sikap tegas Indonesia dalam penegakan hukum.

Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menilai, lobi yang dilakukan Australia tak akan berpengaruh pada ketetapan hukum yang diputuskan hakim dan Mahkamah Agung. Chan dan Sukumaran ditetapkan sebagai terpidana mati dan grasi mereka juga telah ditolak Presiden Joko Widodo.

"Pemerintah tak bisa mementahkan putusan itu sehingga eksekusi mati pasti dilakukan,’’  kata Kalla. Meksi tak semua negara menyetujui hukuman mati di Indonesia, jelas dia, pemerintah bakal berpegang teguh pada hukum yang telah diputuskan.

Perdana Menteri Australia Tony Abbott kembali mengajukan permintaan kepada Presiden Joko Widodo agar mengampuni dua warganya, Senin (16/2). Jaksa agung seluruh Australia juga bergabung menandatangani permohonan pengampunan.

Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengatakan, sejumlah opsi sudah dipikirkan jika Indonesia tetap mengeksekusi Chan dan Sukumaran. Di sisi lain, ia mengurungkan niat terbang ke Jakarta  untuk melakukan intervensi personal.

"Langkah seperti ini akan kontraproduktif,’’ kata Bishop seperti dilansir Sydney Morning Herald, Senin (16/2). Ia mengaku sempat mempertimbangkan ke Jakarta, tetapi diingatkan sejumlah pihak bahwa kedatangannya tak akan membuahkan hasil memuaskan. 

Bishop menambahkan, selagi Chan dan Sukumaran masih hidup maka masih ada harapan. Tapi, ia juga mengakui, belum ada tanda-tanda bahwa Jakarta memberikan pengampunan kepada kedua terpidana mati narkoba tersebut.

Menurut Bishop, mestinya Indonesia merehabilitasi Chan dan Sukumran. Ini kesempatan bagi Indonesia menunjukkan keberhasilan penjara mereka dalam merehabilitasi terpidana narkoba. Ia juga mendengar kabar miring soal proses hukum Chan dan Sukumaran.

Berdasarkan keterangan para pengacara mereka, kata Bishop, enam hakim yang menangani kasus Chan dan Sukumaran pernah menyatakan bersedia memberikan hukuman lebih ringan jika terpidana tersebut menyerahkan sejumlah uang. "Ini tuduhan serius,’’ katanya.

Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Momock Bambang Samiarso menuturkan, pemindahan Chan dan Sukumaran ke Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, akan dilakukan pekan ini. Sepuluh personel Brimob mengawal dua terpidana mati narkoba itu ke Nusakambangan.

Pemindahan dilakukan dengan sebuah pesawat komersial sewaan, yang berkapasitas 20-30 kursi. "Kami membahas rencana perinci soal pemindahan ini,’’ kata Momock. Ia juga berencana memberi tahu keluarga terpidana mengenai hal tersebut secepat mungkin.

Humas Kantor Imigrasi Denpasar Saroha Manulang mengatakan, pengawasan ketat dilakukan menjelang pemindahan Chan dan Sukumaran ke Nusakambangan. Ini terkait banyaknya wisatawan juga tertarik memantau detik-detik eksekusi kedua terpidana mati itu.

"Kami tempatkan petugas untuk mengawasi kalau ada wisatawan melakukan kegiatan jurnalistik di lapas tempat Chan dan Sukumaran ditahan,’’ kata Saroha. Mereka yang memotret dan menggunakan video akan diminta keterangan. n ahmad baraas/mutia ramadhani ed: ferry kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement