Rabu 10 Dec 2014 13:00 WIB

Lain Daerah, Lain Juga Masalah

Red:

Satu per satu, pemerintah menelurkan kebijakan tegas untuk menangkal para pencuri ikan yang dianggap merugikan negara dan nelayan. Dari mulai penghentian sementara penerbitan izin kapal di atas 30 gross ton (GT), pengeboman kapal pencuri negara asing, sampai pembentukan satuan tugas khusus buat mengawasi kapal ilegal.  

Aturan satuan tugas itu telah ditandatangani Menteri Kelauan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Senin (8/12). Satgas dipimpin oleh Achmad Santosa dari Deputi VI Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).

Dalam dialog dengan para nelayan di Gorontalo, akhir pekan lalu, Presiden Joko Widodo menegaskan berbagai langkah pemerintah itu ditujukan untuk membantu nelayan Indonesia dalam memanfaatkan kekayaan laut nasional secara optimal.  

"Ahad kemarin, sudah ditangkap ada lima kapal asing yang besar dari yang kecil 150 kapal dari seluruh Indonesia, Jumat kemarin sudah ditenggelamkan tiga, biar kapok tidak lagi mencuri di perairan Indonesia," kata Presiden.

Kementerian Kelautan dan Perikanan pun menilai berbagai kebijakan tersebut perlahan mulai dirasakan oleh nelayan. Susi dalam satu kesempatan mengatakan, moratorium kapal tangkap berbuah manis, yakni bahan baku ikan yang melimpah, padahal kondisi paceklik. Dia mendapatkan informasi itu melalui pesan singkat cukup panjang dari pengepul di pesisir. "Mereka kaget bahan baku masik banyak."

Nelayan pun mengapresiasi sikap tegas pemerintah terhadap kapal asing pencuri ikan. Hanya saja, jika berbicara soal kesejahteraan, nelayan menilai masih jauh. Penenggelaman kapal tersebut belum mampu menyelesaikan masalah utama yang dihadapi para nelayan kecil.

Lantas apa yang menjadi masalah mendasar? Juned (34 tahun), nelayan Moro, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, mengungkapkan, persoalan nelayan kecil di daerahnya adalah sulit mencari bahan bakar minyak jenis solar. "Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) lebih menyentuh kepentingan nelayan Demak," ujarnya.

Penenggelaman kapal pencuri, kata dia, terbilang cukup berani. Namun, bagi nelayan di Kabupaten Demak, pengaruhnya tidak ada. Karena, perairan yang 'dijarah' nelayan asing ini di luar jangkauan mereka. Dia menuturkan, tiga Stasiun Pengisian Bahan bakar Nelayan (SPBN) di Kota Wali ini hanya berkapasitas maksimal 1 juta kiloliter solar per tahun. Padahal, kebutuhan solar bersubsidi nelayan di Kabupaten Demak per tahun mencapai 2 juta kiloliter. "Jadi, kalau ditanya pengaruh yang sudah dirasakan terkait sikap pemerintah, kami belum bisa menjawab karena memang pengaruhnya belum ada," katanya menjelaskan.

 

Hal itu diamini oleh Amat Mufid (28), nelayan Moro lainnya, yang menyatakan produktivitas hasil masih stagnan. Bahkan, para nelayan harus mulai bersiap-siap menghadapi paceklik lagi seiring dengan cuaca buruk yang jamak terjadi pada awal tahun.

Sama seperti Juned, ia berharap pemerintah dapat memilah- milah permasalahan maupun problem para nelayan di daerah yang tidak sama. "Bisa jadi, bagi nelayan di kawasan yang dijarah kapal asing mungkin cukup berarti. Tapi, bagi nelayan Demak masalahnya lain," ujarnya menegaskan.

 

Kebijakan pemerintah juga tidak terlalu dirasakan oleh nelayan di Indramayu. "Di Karangsong tidak ada dampak karena semua kapal resmi dan tidak ada kapal eks asing maupun asing,'' ujar Ketua Koperasi Perikanan Laut (KPL) Mina Sumitra Karangsong, Ono Surono, kepada Republika, Selasa (9/12).

Dari segi produksi, kata Ono, bahkan mengalami penurunan selama 2014. Bisa jadi, penurunan itu karena adanya pembatasan BBM buat nelayan dengan kapal berbobot 30 GT ke atas.  Selain itu, pembatasan BBM sejak Agustus 2014 membuat antrean kapal yang hendak mengisi BBM bisa mencapai satu bulan. Akibatnya, kapal-kapal yang hendak melaut menjadi terhambat.

Ono menyebutkan, pada 2013 lalu, produksi ikan di tempat pelelangan ikan (TPI) Karangsong mencapai 21 ribu ton dengan nilai transaksi sebesar Rp 328 miliar.

Sedangkan sejak Januari-November 2014, produksinya baru mencapai 16 ribu ton dengan nilai transaksi Rp 289 miliar. ''Diprediksi produksi sampai dengan 31 Desember 2014 mencapai 19 ribu ton, dengan nilai Rp 310 miliar. Jadi, produksi turun 9,5 persen dan nilai jual ikan turun 5,5 persen,'' ujarnya.

Sekretaris KUD Sri Mina Sari Glayem, Kecamatan Juntinyuat, Dedi Aryanto, menjelaskan, tiupan angin kencang yang kini melanda perairan Indramayu membuat nelayan enggan melaut. Kondisi itu diperparah dengan harga solar yang mengalami kenaikan.

Ketua Dewan Pembina Kesatuan Nelayan Tradisional (KNTI) Riza Damanik mengapresiasi niat baik pemerintah menghentikan sementara izin kapal penangkap ikan. Kendati begitu, tujuan utama kebijakan ini adalah konservasi hasil laut Indonesia. "Belum ke arah kesejahteraan nelayan. Kan penegakan hukum terkait moratorium ini untuk menjaga sumber daya laut tidak habis," kata Riza.

Riza menambahkan, ada dua poin penting yang bisa dilakukan pemerintah untuk bisa mendorong peningkatan kesejahteraan nelayan. Pertama, adalah penyaluran BBM bersubsidi kepada nelayan agar tidak terhenti. Kedua, pemerintah bisa mengintervensi penerapan teknologi tepat guna. "Ini agar nelayan tahu mau ke mana nyari ikan. Biar BBM-nya tidak sia-sia. Jadi, saat nelayan melaut, sudah tahu harus ke mana menangkap ikan," ujarnya menjelaskan.

Sulastri (33 tahun), pedagang ikan di Pasar Kemiri, Kemirimuka, Depok, mengaku tak tahu-menahu soal aksi pemerintah yang mengebom kapal asing. Lastri menganggap harga ikan dan pasokan ikan tak berpengaruh atas aksi pengeboman kapal asing di pesisir laut Indonesia. "Ah sama aja, ikan malah naik, pasokan ya sama aja. Yang banyak malah ikan air tawar," kata Lastri, Selasa (9/12).

Lastri mengaku harga ikan laut juga masih tinggi. Ia mengatakan, sebelumnya harga ikan kembung masih bisa didapat Rp 9.000 per setengah kilogram pada awal tahun. Namun, saat ini mencapai Rp 13.000 per setengah kilogram. Pedagang ikan di Pasar Baru Bekasi mengatakan, pembeli sepi akibat naiknya harga ikan laut di pasaran. Berbagai jenis ikan laut, seperti salmon, kembung, tongkol, dan tuna, mengalami kenaikan harga 20 hingga 25 persen.

n c15/c79/c85/antara ed: teguh firmansyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement