Jumat 31 Oct 2014 13:00 WIB

Yang Gelisah karena Kebab

Red:

Mangez bien, riez souvent, aimez beaucoup...

(Makan enak, berbahagialah, dan tebarkan cinta - Tamsil Prancis)

Kebab sudah menjadi makanan lazim yang mudah ditemui di Indonesia, mulai di pinggir jalan sampai pusat perbelanjaan. Prospek bisnis makanan khas Turki itu pun terbilang sangat menggiurkan.

Namun di Prancis, roti gulung isi daging itu tidak lagi dianggap sebagai produk atau bisnis kuliner semata. Kelompok kanan garis keras Prancis melabeli camilan yang terbuat dari roti, daging giling, sayuran, dan diaduk dengan mayones itu sebagai gerakan "Islamisasi".

Bagaimana mungkin? Rupa-rupanya pegiat sayap kanan Prancis ini galau dengan makin banyaknya restoran kebab di sana. Dan, kebab selalu diidentikkan dengan Timur Tengah. Isu imigran dan pemeluk Islam di Prancis pun tengah menghangat. Ini menjadikan kebab sebagai sasaran tembak.

Berdasarkan data Gira Conseil, sebuah perusahaan riset pasar, sekitar 300 juta kebab dikonsumsi di 10.200 outlet di Prancis setiap tahun. Satu porsi kebab dijual sekitar 6 euro atau Rp 91 ribu. Nilai industri kebab ini mencapai 1,9 miliar dolar AS, masih di bawah kapitalisasi burger dan piza.

Nah, bulan lalu ada empat restoran kebab baru di Kota Blois. Ini menggenapkan jumlah toko kebab di kota lembah cantik Louire tempat turis melihat kastil ini menjadi lebih dari selusin. "Pusat kota bersejarah Blois, permata sejara Prancis sekarang berubah menjadi kota Timur," ujar kelompok kanan jauh, Partai Front Nasional.

Bagi Front Nasional (FN) dan juga kebanyakan orang Prancis, makanan memang bagian tak terpisahkan dari identitas Prancis. Apalagi, makanan Prancis terkenal dengan kreativitas, inovasi, dan kerumitannya. Makanan bukan lagi "makanan", melainkan ajang pamer keterampilan dan inovasi gastronomi. "Haute cuisine" atau teknik memasak tingkat tinggi terkenal di sana. Prancis juga banyak menelurkan koki terbaik di dunia.

Front Nasional, misalnya, menyerang industri kebab dengan menyatakan penggunaan daging halal dalam kebab bertentangan dengan identitas negara itu. Secara otomatis, kata FN, Islam telah menggerus tradisi makanan Prancis. Maret lalu, calon kepala daerah dari kubu FN kesal dengan menjamurnya toko-toko kebab di Prancis. Calon ini mengibaratkan Prancis sedang mengalami, "kebab-isation".

Kemudian pada April, wali kota yang berasal dari kelompok kanan di selatan Prancis bersumpah untuk melarang para penjual kebab berdagang di kotanya. Belum lama ini, Fabien Engelmann, wali kota Hayange dari Front Nasional, juga menghentikan rencana untuk menyajikan makanan halal bagi Muslim. Dia memilih menggantikannya dengan menu vegetarian.

Engelmann juga menutup kedai daging halal di kota tersebut pada Ahad kemarin. Namun, Engelman menegaskan keputusannya itu bukan karena dia membenci Islam. Menurutnya, si penjual daging itu salah izin toko grosir sehingga melanggar hukum.

Salah satu restoran kebab terkenal di Prancis adalah Doner Kebab. Restoran ini dibuka oleh imigran Turki pada 1990-an di Kota Paris. Penjual Doner Kebab menjamin daging yang mereka gunakan adalah halal. Daging halal itu diiris melalui alat putar tegak dan disisipkan dalam roti pipih kering bersama salad, mayones, saus pedas, dan tentunya makanan khas Prancis kentang goreng (french fries).

Namun, kini kedai dan restoran kebab menghadapi tuduhan serius. Di antaranya, kebab dituduh sebagai tempat pencucian uang. Tuduhan lain, produsen kebab dianggap melakukan pelanggaran keamanan pangan. Padahal, menurut seorang inspektur kesehatan Prancis, yang tak ingin disebutkan namanya mengatakan, penyimpangan oleh toko-toko kebab jauh lebih sedikit dibandingkan restoran lainnya.

Pendiri KebabFrites.com, Thibaut Le Pellec, mengakui, kebab merupakan refleksi dari semua semua masalah terkait imigrasi dan integrasi di Prancis. Namun, para pemilik toko di Kota Blois mengklaim, kebab sudah berasimilasi dengan masyarakat setempat. Pemilik kedai kebab Oznur Puskulle mengatakan, dulu saat menyebut kata kebab, orang akan langsung berasumsi tentang orang Arab. "Ketika saya masih muda, kebab benar-benar untuk orang asing. Sekarang saya melihat kebab lebih terbuka untuk semua orang. Ini sebuah evolusi," katanya.

Perlakuan Prancis terhadap kebab sangat kontras dengan yang terjadi di Jerman. Di Jerman, Doner Kebab dipandang sebagai simbol positif dari integrasi Turki dengan masyarakat asli Jerman. Bahkan, ada sebuah foto yang menunjukkan, Kanselir Jerman Angela Merkel tengah mengiris doner. Pemimpin oposisi Inggris Ed Miliband mengatakan, industri kebab Inggris dikerjakan para pekerja keras. Sebuah dedikasi dari bisnis dalam industri kuliner yang ingin membawa makanan berkualitas tinggi dengan harga terjangkau. n reuters rep: gita amanda ed: teguh firmansyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement