Kamis 23 Oct 2014 12:00 WIB

Wafatnya Sang Editor Penjungkal Nixon

Red:

"Hidup saya mungkin akan berubah --- begitu pula hidup orang lain ---  jika matahari bersinar ketika itu (di Baltimore)."

Tulisan di atas tertuang dalam memoar Benjamin Crowninshield Bradlee atau akrab disapa Ben Bradlee, mantan redaktur pelaksana  dan pemimpin redaksi koran ternama Amerika Serikat, the Washington Post. Bradlee mengembuskan napas terakhir di rumahnya di Washington, Selasa (21/10). Ia meninggal di usia yang tak lagi muda, 93 tahun. 

Bradlee bukanlah sosok yang biasa. Di bawah arahannya selama 1968-1991 the Washington Post menjelma menjadi salah satu surat kabar terkemuka di dunia. Dia mendorong seluruh staf redaksi the Washington Post, agar menyampaikan laporan agresif dan menggabungkannya melalui gaya tulisan ficer yang sebelumnya lebih banyak digunakan di majalah.

Salah satu kisah yang tak akan dilupakan oleh pemerintah dan publik AS adalah terungkapnya skandal Watergate.  Kisah yang ditulis empat dekade silam itu berhasil menjatuhkan, presiden ke-37 AS, Richard Nixon pada Agustus 1974. Nixon menjadi presiden pertama AS yang mengundurkan diri. Watergate juga menjadi sebuah monumen pers bagaimana satu paket liputan jurnalistik bisa menjungkalkan rezim penguasa. 

Bradlee adalah tokoh penting di balik cerita itu. Sebagai redaktur pelaksana the Post ketika itu, dia mengarahkan duet reporter Bob Woodward dan Carl Bernstein untuk menggali lebih dalam fakta-fakta dalam kasus pencurian dokumen dan penyadapan di kantor Komite Nasional Demokratik (DNC) pada 1972. DNC merupakan kantor kampanye Partai  Demokrat yang tak lain merupakan pesaing Nixon.

Woodstein (gabungan nama Woodward-Bernstein) dengan tidak kenal lelah mengikuti jejak kasus pencurian dokumen itu yang berujung pada Gedung Putih. Salah satu kutipan yang terkenal dalam buku mereka All the President's Men adalah 'follow the money' atau ikuti aliran uang yang diterima oleh pencuri dokumen itu.

Belakangan kedua reporter tersebut  melihat adanya hubungan lima pelaku pencurian tersebut dengan tim kampanye Nixon. Namun, di sini peliknya. Hampir setiap konfirmasi dari wartawan the Post selalu disanggah pejabat Gedung Putih maupun tim kampanye Nixon. The Post harus menggunakan sumber anonim secara terus-menerus. Woodward bahkan mendapat bantuan pembisik yang diberi nama Deepthroat yang mengarahkan liputan the Post dalam Watergate.

"Selama enam pekan setelah kasus ini terungkap, kami mencoba menggali berbagai informasi yang mungkin bisa memberikan kejelasan, tanpa disadari kita melawan sebuah gerakan masif tertutup yang didalangi oleh Gedung Putih," ujar Bradlee di salah satu kesempatan.

Ketika konspirasi ini terungkap dan diinvestigasi oleh Kongres AS, pemerintahan Nixon memberikan perlawanan sehingga menyebabkan krisis konstitusional. Belakangan Nixon tak bisa membantah laporan tersebut dan membuatnya mundur dari jabatan presiden. Cerita Watergate kemudian diangkat ke layar lebar oleh sutradara Alan J Pakula dengan judul All the President's Men. Bradlee puas dengan film tersebut.  

Sebelumnya, pengungkapan skandal Watergate, Bradlee terlebih dahulu menjadi sosok penting dalam bocornya dokumen rahasia,  the Pentagon Papers.  Dokumen tersebut mengungkapkan sejumlah kebohongan pemerintahan AS dalam perang Vietnam (1945-1967). Di antaranya soal kudeta serta perluasan agresi Perang Vietnam di wilayah dekat dengan Kamboja dan Laos.

Kasus ini pertama kali diungkap oleh the New York Times pada 1971. Namun, Nixon yang berkuasa ketika itu berhasil mendapat dukungan dari Pengadilan Federal untuk menghentikan carita tersebut.  Tak lama, Daniel Ellsberg, sang pembocor dokumen,  memberikan the Pentagon Papers ke the Washington Post. Bradlee harus berpikir panjang sebelum menerbitkan dokumen tersebut, karena sebelumnya telah dilarang di Pengadilan Federal AS.

Bradlee kemudian berdiskusi dengan dua orang kepercayaannya, Edward Bennett William, seorang pengacara dan Art Buchward, komedian. Bradlee juga berdiskusi dengan Penerbit the Post, Katherine Graham. "Saya katakan, ayo kita lanjutkan kisah ini. Mari kita publikasikan," ujar Graham  kepada Bradlee.

The Washington Post kemudian mendapat gugatan dari Nixon. Pemerintah menganggap dokumen itu dapat mengancam keamanan nasional. Namun, Mahkamah Agung AS menilai Gedung Putih tak bisa melarang itu.

Dalam memoarnya, Bradlee mengingat akan kejadian tersebut. "Melawan pemerintah dengan memublikasikan cerita tersebut menunjukkan the Post merupakan surat kabar yang komitmen memegang prinsip."  Sirkulasi The Post meningkat dua kali lipat saat Bradlee memimpin redaksi koran itu.

Selama masa jabatannya, The Post kerap memenangi Pulitzer. Termasuk penghargaan pelayanan publik untuk Watergate.  Namun, koran itu juga terjungkal karena laporan fiktif pada 1981. Kisah yang ditulis wartawati Janet Cooke itu ternyata bohong belaka. Bradley mengembalikan penghargaan Putlizer tersebut. 

Wafatnya Bradlee mendapat tanggapan dari Presiden AS Barack Obama. Pada Selasa (21/20 malam), Obama mengatakan Bradlee adalah wartawan sesungguhnya. "Bagi Benjamin Bradlee, jurnalisme adalah lebih dari sebuah profesi. Itulah yang penting untuk demokrasi kita," kata Obama seperti dilansir the Washington Post.

Obama menambahkan, keputusan Bradlee mengangkat kasus Pentagon Paper dan Watergate tepat. Menurutnya, Bradlee menceritakan kisah-kisah yang memang perlu diketahui masyarakat. Kisah yang menurut Obama dapat membantu memahami dunia dan satu sama lain dengan lebih baik.

Pada 2013, Bradlee diberi penghargaan kehormatan tertinggi untuk warga sipil, Presidential Medal of Freedom. Pada akhir masa hidupnya, Bradlee dan istrinya Sally Quinn tinggal di dua rumah. Satu  di Todd Lincoln House, di Georgetown, Washington dan satu lagi di Drayden, Maryland.  rep: gita amanda, lida puspaningtyas ed: teguh firmansyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement