Jumat 17 Oct 2014 13:00 WIB

Lika-Liku Masa Transisi (Bagian-2): Teguran SBY Kepada Tim Transisi

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,

Untuk pertama kalinya di masa transisi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan teguran kepada tim transisi presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla. Lewat sidang kabinet paripurna pada 5 September 2014, ia menilai tim transisi Jokowi-JK telah bergerak tanpa koordinasi.

Hal tersebut merujuk pada adanya keluhan para menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II yang merasa didatangi oleh pihak-pihak yang mengaku sebagai tim transisi Jokowi-JK dan meminta informasi negara.

Adanya kabar tersebut membuat Presiden SBY sedikit ‘kegerahan’.  Ia meminta agar prosedur dan aturan untuk meminta informasi negara dijalankan dengan tertib.

“Saya ingin meluruskan anggapan bahwa sekarang ini boleh dikatakan adalah masa pemerintahan bersama. Itu tidak ada,” kata Presiden SBY.

Ia menegaskan, semua kebijakan dan kinerja pemerintahan KIB II menjadi tanggung jawabnya hingga 20 Oktober, ketika masa jabatannya berakhir. Presiden SBY pun meminta agar masa transisi tidak disalahartikan sebagai sarana untuk mencari celah dan saling menyalahkan.

Presiden SBY mengingatkan, dalam pertemuannya dengan presiden terpilih Joko Widodo ada kesepakatan untuk tidak saling menyalahkan atau mengkritik kebijakan masing-masing. Karena, pemerintahan SBY dan pemerintahan Jokowi akan memiliki tanggung jawab dan kewajibannya sendiri.

“Poin saya adalah, masa transisi, konsultasi, dan komunikasi, tidak boleh saling menyalah-nyalahkan kebijakan masing-masing. Kalau kita ya yang sedang kita jalankan, kalau Pak Jokowi yang akan dilakukan,” katanya dalam sidang kabinet paripurna pada 5 September lalu.

Hanya dalam hitungan hari, Presiden SBY kembali merasa terusik. Kali ini kritikan tentang pemborosan anggaran menjadi pemicunya.

Tim transisi Jokowi-JK menilai ada sumber-sumber pemborosan yang bergelayutan dalam RAPBN 2015.  Misalnya, anggaran rapat kementerian dan lembaga (Rp 18,1 triliun), perjalanan dinas (Rp 15,5 triliun), belanja IT (Rp 14 triliun), belanja pegawai (Rp 340 triliun), subsidi bbm  (Rp 291,1 triliun), dan pengadaan mobil Mercedes Benz alias Mercy untuk menteri dan pejabat negara (Rp 91,94 miliar).

"Itu saya rasa yang akan dipotong, ya dana-dana seperti itu,” kata Jokowi pada 10 September.

Kritikan itu pun langsung mendapatkan respons dari Presiden SBY. Ia merasa selama memimpin berusaha untuk melakukan berbagai penghematan. Ia juga langsung menghentikan proses pengadaan mobil dinas yang mendapatkan protes dari Jokowi dan menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.

"Sebenarnya, pemerintah itu dari tahun ke tahun melakukan berbagai penghematan bahkan dilakukan pemotongan anggaran," katanya saat memberikan keterangan pers usai rapat kabinet terbatas bidang ekonomi di kantor presiden pada 11 September.

SBY mengatakan, cukup sering pemerintah mengembalikan anggaran bahkan menghentikan anggaran yang tidak diperlukan. Untuk tahun 2014 misalnya, pemerintah sudah menghemat sekitar Rp 43 triliun.

 

Hal lain yang membuat SBY gusar adalah agenda-agenda internasional yang tak mendapatkan perhatian dari pemerintahan mendatang. Ia beberapa kali mengingatkan tak lama setelah Jokowi dilantik sebagai presiden ketujuh RI, ada 14 agenda internasional yang sebagian besar sebaiknya dihadiri oleh kepala negara.

Sebut saja KTT APEC di Beijing, KTT ASEAN di Myanmar, KTT ASEAN-PBB, KTT ASEAN-India, KTT ASEAN-Republik Korea, KTT ASEAN-Jepang, KTT ASEAN-Cina, KTT ASEAN-Amerika Serikat.

Belum lagi East Asia Summit yang akan dihadiri pimpinan 18 negara termasuk Rusia, Amerika Serikat, Cina, India, Korea, Jepang. Jangan lupa juga pertemuan G-20 di Australia, G-8 di Turki, KTT G-15 di Srilanka, dan peringatan hubungan ASEAN-Korea Selatan.

Namun, konon, agenda-agenda itu tak menjadi prioritas bagi Jokowi. Bahkan, kabar yang beredar Jokowi tak akan menghadiri agenda internasional tersebut dan mendelegasikannya ke wapres Jusuf Kalla.

Simpang siurnya kabar yang masuk ke meja Presiden SBY membuatnya cukup berang. Karena ketidakjelasan tentang siapa yang hadir dan kesan meremehkan forum-forum internasional itu, Presiden SBY pun menghentikan semua proses dan persiapan yang sedang dilakukan tim Indonesia. Seperti kesiapan akomodasi hingga materi yang akan dibawa dalam forum-forum tersebut.

“Oleh karena itu, kami berharap presiden terpilih segera beri tahu kami, mana yang belum pasti hadir agar kami proses dengan sebaik-baiknya," katanya pada 12 September.

Yang coba ditekankan Presiden SBY adalah betapa pentingnya forum internasional itu bagi Indonesia. Ada potensi dan peluang kerja sama yang bisa didapat ketika menghadiri acara-acara tersebut.

Karena itu, ia merasa penting bagi presiden berikutnya untuk memastikan kehadirannya agar segala sesuatu bisa dipersiapkan dengan matang oleh pemerintahan SBY.

“Dari pengalaman kami selama 10 tahun, dari sekian banyak KTT ini, wajib hukumnya bagi presiden Indonesia untuk menghadirinya,” katanya dengan nada kesal.

Kondisi dan dinamika yang terjadi hanya dalam tiga pekan masa transisi membuat Presiden SBY mengambil keputusan untuk mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) pada 11 September.  Ia  ingin membuat batasan yang jelas antara pemerintahannya dan pemerintahan mendatang.

Ada tujuh Instruksi Presiden yang dikeluarkan:

Pertama, pemerintah membantu tim terpilih Jokowi dalam mempersiapkan pemerintahan mendatang. Ia meminta agar pejabat senior dan menteri untuk tidak mengomentari, menanggapi program di pemerintahan mendatang.

Kedua, pemerintahan sekarang tidak melakukan penggantian pejabat-pejabat utama di pemerintahan. Misalnya eselon 1, pejabat di jajaran TNI/Polri.

Ketiga, pemerintahan tidak juga melakukan penggantian pejabat di BUMN. Presiden barulah yag melakukan dan menetapkan siapa pejabat BUMN yang ditugaskan.

Keempat, pemerintah memberikan kesempatan dan ruang kepada presiden terpilih dalam menetapkan pembantu-pembantu presiden dan wapres.

Kelima, pemerintah bertugas menyiapkan bahan-bahan internal presiden yang akan dilakukan dalam jangka pendek. Misalnya kunjungan kenegaraan dan menghadiri konferensi tingkat tinggi.

Keenam, kebijakan untuk menyiapkan kendaraan untuk pemerintahan mendatang mulai dari menteri, ketua DPR, MPR, MA, MK dan lainnya dihentikan dan proses pengadaannya diserahkan pada pemerintahan berikutnya.

Ketujuh, semua fasilitas yang digunakan oleh pejabat jajaran pemerintahan agar dikembalikan pada saat yang tepat dengan administrasi yang baik untuk menghindari fitnah.

“Saya tidak ingin diadu dengan presiden Jokowi dari setiap isu," katanya menegaskan lahirnya Instruksi Presiden tersebut. rep:esthi maharani ed: stevy maradona

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement