Selasa 14 Oct 2014 15:00 WIB

Cegah Ebola, Bandara RI Pasang Alat Khusus

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- PT Angkasa Pura II (Persero) memasang thermal scanner atau pemindai panas tubuh penumpang di bandara untuk mencegah masuknya virus ebola. Alat tersebut dipasang di dua bandara yang masuk wilayah kerja PT Angkasa Pura II. 

Kepala Bagian Humas PT Angkasa Pura II (Persero) Ahmad Syahir mengatakan, pendeteksi panas dipasang di Bandara Kualanamu, Medan dan Bandara Soekarno Hatta, Jakarta.

Alat ini, kata dia, dapat mengenali suhu tubuh penumpang yang mengalami demam. Dulunya alat ini juga digunakan untuk mengantisipasi virus pernapasan Timur Tengah (MERS). Saat ini thermal scanner digunakan lagi untuk mewaspadai kemungkinan penyebaran virus ebola.

“Alat ini awalnya hanya dioperasikan ketika merebaknya virus sindrom MERS. Kemudian, ketika terjadi wabah ebola di Afrika bagian barat pemindai ini mulai dipasang kembali,” ujarnya saat dihubungi Republika, Senin (13/10).

Ia melanjutkan, secara teknis pengadaan thermal scanner dan petugas medis menjadi kewenangan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). Demikian pula ketika penanggulangan virus sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS), semuanya menjadi tanggung jawab KKP. "Bandara hanya memfasilitasi tempat," jelasnya.

Ahmad menjelaskan, Indonesia sebetulnya tidak memiliki jalur penerbangan langsung dari Afrika. Maka, deteksi dilakukan kepada para penumpang yang berasal dari negara yang menjadi tempat transit penerbangan dari negara-negara Afrika.  Ahmad tidak dapat menjelaskan lebih lanjut mengenai negara mana saja yang menjadi tempat transit. Karena, menurutnya, itu menjadi tanggung jawab KKP untuk memetakan penumpang dari negara mana saja yang harus melewati pemindai panas.

Sebelumnya negara-negara Barat telah meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran virus ebola. Amerika Serikat mulai memberlakukan pemeriksaan khusus di Bandara Internasional John F Kennedy, New York, terhadap penumpang yang berasal dari tiga negara terjangkit ebola, Sabtu (11/10). Tim medis memeriksa khusus penumpang dari Guinea, Liberia, dan Sierra Leone. Mereka diminta mengisi kuesioner dan mesti menjalani pemeriksaan suhu badan. Inggris juga memberlakukan pemeriksaan khusus terhadap pengunjung dari tiga negara terjangkit itu.

Di Jakarta, Kementerian Kesehatan mengimbau masyarakat untuk tetap waspada perkembangan virus ebola. Namun, kewaspadaan tersebut tidak perlu ditangapi secara berlebihan. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Tjandra Yoga Aditama, mengatakan, sampai saat ini virus ebola hanya menjangkit di Afrika dan yang berhubungan dengan Afrika, khususnya di tiga negara, yakni Sierra Leone, Liberia, dan Guinea.

Tiga negara itu tidak punya penerbangan langsung ke Indonesia, melainkan  hanya ke Amerika Serikat dan Eropa. "Risiko jauh lebih besar kalau ada hubungan langsung, seperti penerbangan langsung. Kita perlu waspada, tapi tidak perlu berlebihan khawatir," kata Tjandra saat dihubungi Republika, Senin (13/12).

Meski demikian, dari waktu ke waktu penyakit menular bisa meningkat atau menurun. Oleh sebab itu, Kemenkes terus berkomunikasi untuk mengetahui perkembangan ebola. Di samping itu, Kemenkes sudah lama melakukan sosialisasi kepada Dinas Kesehatan provinsi, rumah sakit, kantor kesehatan pelabuhan.

Menurutnya, langkah Dinas Kesehatan Provinsi Lampung yang mengirim peringatan waspada ebola kepada kabupaten/kota langkah yang bagus.  Terkait hasil penelitian yang menyebutkan virus ebola terkandung dalam tubuh orang utan, Tjandra menilai itu soal binatang. Dia menekankan sampai sekarang selain ebola di Afrika, belum pernah ada kasus serupa yang tertular dari binatang.  "Sejak ebola ada pada 1976, belum pernah ada kasus ebola pada manusia di Asia dan Australia," ujarnya.

Sebelumnya, peneliti Asian Influenza-zoonosis Research Center (AIRC) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menemukan virus ebola dalam tubuh orang utan. Kesimpulan tersebut diambil melalui penelitian pada 2012 yang terpublikasi di sejumlah jurnal ilmiah internasional. Meski begitu, hingga saat ini Pemerintah Indonesia belum mengklarifikasi hasil penelitian yang mencengangkan tersebut.

Ketua AIRC Unair Dr CA Nidhom mengatakan, mulanya tim meneliti kemungkinan orang utan terjangkit virus preston ebola yang berasal dari Filipina. Virus itu sendiri, menurut Nidhom, tidak terlalu mematikan dibandingkan dengan ebola yang sekarang mewabah di Afrika. “Ternyata kami terkejut, virus yang ditemukan di tubuh orang utan hanya 1,4 persen memiliki kesamaan dengan preston ebola. Ternyata, 20 persen virus tersebut persis seperti ebola Afrika,” ujar Nidhom, Ahad.

Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan, Kementerian Kesehatan telah menyiapkan sejumlah langkah antisipasi untuk mencegah penyebaran virus ebola di Tanah Air.  Menurut Ali, setiap bandara di Indonesia, terutama bandara yang dipakai untuk keberangkatan dan kedatangan jamaah haji, telah dipasangi thermal scanner.  Selain itu, Kemenkes juga telah menyiapkan di sejumlah debarkasi, petugas-petugas kesehatan.

n c88/c87 ed: teguh firmansyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement