Senin 06 Oct 2014 15:00 WIB

Ketua DPD, Irman Gusman: Harusnya Kita Bersama-sama Mengawal Bangsa

Red:

Untuk pertama kalinya dalam sejarah DPD, Irman Gusman kembali naik menjadi ketua para wakil daerah. Seperti apa kisah pemilihan kursi ketua, apa tantangan DPD ke depan, dan bagaimana peran DPD di tengah Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat, berikut cuplikan wawancara Republika dengan Irman, Ahad (5/10).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Republika/Agung Supriyanto

Bagaimana kisah keberhasilan Bapak memenangkan voting di DPD?

Saya memperkirakan periode ini tidak ada tradisinya ketua parlemen dipilih dua kali, saya relatif lebih menghadapi ini dengan rileks saja. Ya kalau terpilih alhamdulilah, kalau tidak pun tidak masalah, mengalir begitu saja. Barangkali ada jejak rekam (saya), capaian-capaian, mereka memberikan kepercayaan lagi. Kita tahu mekanisme (pemilihan) sangat terbuka, akuntabel, dalam suasana penuh keakraban.

Apakah sebelum terpilih sempat melakukan komunikasi politik kepada peserta voting?

Oiya tentu, komunikasi politik saya dengan semua anggota saya lakukan. Secara personal, saya tentu mengikuti dari awal ditetapkan siapa saja yang terpilih.

Bagaimana pendapat Bapak mengenai Oesman Sapta (kandidat pimpinan DPD), suara GKR Hemas yang diberikan ke Faroek Muhammad pada putaran final?

Jadi, Oesmam Sapta memberikan suaranya ke Faroek? Saya tidak tahu suara saya itu dari mana, jadi yang penting pada akhirnya, saya yang memenangkan ketua itu. Kita tidak tahu mana pendukung Oesman atau apa itulah.

Sempat beredar kabar yang menyatakan Koalisi Merah Putih bakal mengamendemen UUD 1945 untuk melakukan pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo, lalu mengganti pemilihan presiden oleh MPR?

Menurut saya, ini tidak ada urgensinya. Sebab, MPR periode 1999-2004 telah memberikan keputusan, rekomendasi penataan sistem ketatanegaraan kita melalui UUD 1945 kemudian. Apa-apa saja yang diubah dalam rekomendasi itu sudah ada dan tidak ada soal mengembalikan kedaulatan di tangan MPR. Kedua, pemakzulan itu bisa terjadi kalau sesuai syarat, seperti mengkhianati negara, melakukan korupsi, dan sebagainya. Jadi, menurut saya, terlalu jauh melihat itu.

Tugas apa yang belum diselesaikan di kepemimpinan periode kemarin?

Kehadiran DPD itu terakhir membuat berbagai aspirasi daerah itu bisa diakomodasi dan diperjuangkan sampai pada tingkat nasional. Dan, akibatnya, karena wakil-wakil DPD dipilih langsung sehingga berbagai rasa tidak diperlakukan adil, relatif telah berkurang, artinya kalau dulu itu daerah merasa tidak diperhatikan, terutama daerah skala besar, tidak ada ruang untuk menyampaikan aspirasi komunikasi, jadi timbulkan gejolak-gejolak, konflik, separatisme, itu relatif minimal.

Tantangan DPD ke depan?

Bagaimana agar bisa lebih memperkuat sistem presidensial, bagaimana memperkuat sistem parlemen Indonesia, antara DPR dan DPD sebagai penyeimbang. Untuk itu, diperlukan penguatan fungsi DPD.

Apa program ke depan terkait hal penguatan itu?

Program strategisnya adalah menindaklanjuti rekomendasi MPR yang telah disepakati pada periode 2009-20014 ini tentu diadakan amendemen UUD 1945. Kedua, bagaimana menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yaitu MK telah memulihkan kewenangan DPD dalam hak mengajukan, membahas antara DPD, DPR, dan presiden, ini kan langkah maju, ini harus dilakukan dengan lebih baik lagi. Ketiga, tentu akomodasi kepentingan daerah.

DPD kerap dianggap tidak punya taji karena terkendala UUD 1945. Apa harapan Bapak terkait hal ini?

Seperti yang telah dijelaskan tadi, memang bukan tidak ada taji ya, tetapi memang desain taji itu yang dibuat UU begitu, setelah kita laksanakan, selama 10 tahun sudah saatnya kita evaluasi. Jadi, tidak bisa membandingkan DPR dan DPD, jadi membandingkan itu dengan apa yang diberikan kewenangan terhadap dirinya gitu. Sama saja ilustrasinya DPR itu diberi mobil 4.000 CC sedangkan DPD itu 1.000 CC, bagaimana Anda bisa bandingkan itu.

Sikap DPD mengenai pemilihan MPR besok seperti apa?

Kami punya posisi. Pertama, namanya Majelis Permusyawaratan Rakyat, berbeda dengan DPR dan DPD. Apabila sudah menjadi MPR, yang harus dikedepankan itu adalah persmusyawaratan atau musyawarah, jadi seharusnya tidak lagi berpikir ini kelompok saya, ini kelompok yang lain. Dengan kata lain, kepada KMP dan Koalisi Indonesia hebat (KIH), DPD mengatakan kami ini adalah teman.

Kalau seandainya ketua MPR dipilih melalui voting, tanggapan Bapak?

Jangan cederai MPR itu dengan voting. Toh, pada 1999-2004, waktu almarhum Pak Taufik Kiemas terpilih sebagai ketua MPR itu secara musyawarah dan mufakat.

Harapannya pada pemilihan ketua MPR hari ini?

Harapan saya, mari kita lakukan cara musyawarah dan mufakat. Kami, DPD, menghindari cara-cara voting dilakukan, baik pada lembaga DPR maupun lembaga eksekutif, karena forum ini sangat mulia. Yang namanya KMP dan KIH, mengapa kita tidak bersama-sama mengawal merah putih untuk menuju Indonesia yang hebat? Itu yang harus ada dalam diri kita. Karena, membangun bangsa ini harus sama-sama. rep:C62 ed: stevy maradona

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement