Jumat 19 Sep 2014 13:00 WIB

RI Siap Salip Thailand di Sektor Otomotif

Red:

JAKARTA -- Industri otomotif di Indonesia terus mengalami peningkatan. Bahkan, Indonesia diprediksi akan menjadi basis produksi industri otomotif terbesar di Asia Tenggara, merebut posisi Thailand.

Menurut Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, indikasi itu dapat dilihat dari banyaknya investasi yang masuk ke Indonesia di industri otomotif. Total saat ini, kata dia, sudah mencapai 750 miliar dolar AS. "Angka ini tumbuh secara signifikan sejak  2009  sebesar 700 persen," ujarnya  saat membuka  Indonesia International Motor Show (IIMS) 2014 di Jakarta, Kamis (18/9).

Mantan dubes Indonesia untuk Jepang ini berpendapat, investasi di Industri otomotif menjadi penting karena menimbulkan efek domino. Pemerintah pun sudah menyiapkan regulasi untuk pengembangan industri otomotif nasional.  Skema regulasi tersebut, yaitu pabrikan otomotif yang sudah memiliki kapasitas produksi di atas dua juta unit harus memindahkan pabriknya dari Jakarta. Pilihannya adalah ke wilayah Semarang atau Banyuwangi.

Jika kapasitas produksi sudah lebih dari tiga juta unit dalam setahun, maka pabrik harus keluar dari Pulau Jawa yakni ke Kalimantan Timur atau Sulawesi Selatan.  "Mobil boleh Jepang, merek Jepang, tapi dibuat di Indonesia, maka kita tuan rumah dari produk otomotif," tambah Lutfi.

Tren positif sektor otomotif Indonesia juga dapat dilihat dari sisi ekspor. Ekspor otomotif, baik barang jadi maupun setengah jadi, mencatatkan surplus sejak 2012. Lutfi mengungkapkan, tahun ini surplus ekspor produk otomotif diprediksi mencapai 2,5 miliar dolar AS.

"Tahun ini prediksinya 4,5 miliar (dolar AS) ekspornya, meskipun impornya duar miliar dolar AS, jadi nett untuk industri otomotif surplus 2,5 miliar (dolar AS)," kata dia. Dia menilai tren positif industri otomotif masih akan berlanjut dalam beberapa tahun ke depan.

Bahkan, Lutfi memprediksi dalam kurun waktu lima hingga 10 tahun mendatang, ekspor industri otomotif ini akan menjadi 11 miliar dolar AS.  Angka itu akan tercapai pada 2019 menjelang 2020.  Nilai itu sejalan dengan peningkatan angkatan kerja di Indonesia dalam waktu tiga tahun ke depan yang meningkat sebesar tiga kali lipat.

"Industri otomotif akan menjadi barang ekspor paling besar nomor tiga di bawah kelapa sawit dan turunannya, serta akan di bawah atau hampir sama dengan industri alas kaki dan elektronik," kata Lutfi.

Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian juga membatasi impor langsung kendaraan dari luar. Salah satu pembatasan dikenakan terhadap kendaraan pabrikan Mitsubishi Motors Corp (MMC) yakni sebesar 20 persen.  Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kementerian Perindustrian Budi Darmadi mengatakan, permintaan pasar dalam negeri akan kendaraan cukup tinggi. Daripada Indonesia mendatangkan kendaraan dari luar (impor), lebih baik produksi dalam negerinya digenjot.

"Termasuk nanti jika MMC sudah produksi. Delapan puluh persennya kendaraan itu untuk mencukupi kebutuhan nasional," ujar Budi, kepada Republika, Kamis (18/9).

Menurutnya, angka impor tinggi akan merugikan Indonesia. Baik buat sektor industri maupun dari sisi pendapat. Sebaliknya,  bila produsen kendaraan dalam negeri bisa mendorong produksinya, maka dari sisi ekonomi sangat bagus. Tenaga kerja juga bisa mendapatkan upah yang tinggi jika mereka terus memproduksi kendaraan tersebut. "Daripada kita menghidupi negara lain, lebih baik kita cukupi kebutuhan dalam negeri sendiri," ujarnya.

Budi menyebutkan, angka ekspor mobil Indonesia pada 2013 jauh lebih tinggi ketimbang impor. Ekspor kendaraan itu mencapai 173 ribu unit. Sementara, impornya hanya 130 ribu unit.  Akan tetapi, jika dilihat dari nilainya, ekspor Indonesia masih rendah. Soalnya, kendaraan yang diimpor dari luar itu harganya mahal-mahal, seperti Lamborghini dan Ferrari

Namun, industri otomotif juga berkontribusi terhadap persoalan transportasi massal dan kemacetan di kota-kota besar di Indonesia. Menjawab permasalahan ini, pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, kemacetan yang harus dibenahi yaitu transportasi publiknya.  Dia berpendapat, mobil baru yang diproduksi belum tentu jadi penyumbang utama kemacetan di Jakarta. "Kalau di pakainya bersamaan, misalkan secara serentak 100 ribu unit, ya pasti macet," ujarnya. rep:agus raharjo/ita nina winarsih ed: teguh firmansyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement