Rabu 17 Sep 2014 12:00 WIB

KPU Bisa Tangguhkan Pelantikan Caleg Korupsi

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempertimbangkan proses pelantikan beberapa anggota DPR terpilih yang dilaporkan memiliki masalah hukum. Meskipun sesuai Undang-Undang Pemilu anggota dewan terpilih tetap memenuhi syarat untuk dilantik, KPU juga mempertimbangkan aspek etik. “Yang pasti ini proses etik. Jadi, kalau misalnya seperti caleg jadi tersangka, diharapkan kesadaran sendiri untuk mundur,” kata Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Selasa (16/9).

KPU juga melakukan upaya lain yakni berdiskusi dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). KPU pun menunggu rekomendasi dan keterangan tertulis dari lembaga penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau kejaksaan.

Jika lembaga penegak hukum merekomendasikan anggota dewan tersangkut korupsi ditangguhkan pelantikannya, maka KPU mempertimbangkan penangguhan pelantikan calon anggota legislatif (caleg) tersebut. “Jika ada surat dari rekomendasi instansi terkait. Nanti KPU mempertimbangkan penangguhan pelantikannya,” jelas Ferry.

Partai politik pengusung juga bisa mengajukan pergantian antarwaktu (PAW). Dengan begitu, KPU bisa menangguhkan pelantikan caleg bermasalah tanpa perlu rekomendasi penegak hukum. KPU mengirimkan nama-nama caleg DPR dan DPD yang akan dilantik pada 1 Oktober nanti ke Sekretariat Negara, paling lambat 27 September. Selanjutnya, presiden akan mengeluarkan surat keputusan pelantikan.

Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama lembaga pemantau pemilu telah merilis ada 49 orang yang tersangkut tindak pidana korupsi terpilih menjadi anggota DPR dan DPRD. Anggota Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Lalola Easter memerinci, 32 caleg berstatus tersangka, 15 caleg sebagai terdakwa, dan satu caleg telah menjadi terpidana.

Satu anggota DPR terpilih yang berstatus terpidana adalah Marten Apuy dari PDIP. Apuy diduga melakukan tindak pidana korupsi dana operasional DPRD Kutai Kertanegara pada 2005 senilai Rp 2,67 miliar. “Tahun 2012 Apuy divonis bersalah dan dihukum 1 tahun penjara. Namun, hingga saat ini kejaksaan belum menjebloskannya ke penjara,” kata Lalola, kepada Republika, Selasa (16/10).

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Toni Sampontana mengatakan, banyak pertimbangan hukum mengapa tersangka atau terpidana kasus korupsi yang diproses kejaksaan tidak ditahan. “Ditahan atau tidaknya tersangka itu menjadi kewenangan penyidik,” kata Toni, Selasa (16/10).

Toni menerangkan, masalah penahanan terhadap tersangka sudah diatur dalam Pasal 21 KUHAP. Jika kuasa hukum tersangka memberikan jaminan subjektif seperti tersangka atau terpidana tidak menghilangkan barang bukti atau melarikan diri, pihak kejaksaan tidak melakukan penahanan. “Di kejaksaan itu ada tersangka yang ditahan ada juga yang tidak. Kalau kuasa hukumnya bisa memberikan jaminan,” kata Toni.

KPK menolak permintaan rekomendasi terkait pelantikan caleg yang tersandung masalah hukum. Juru bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, KPK tak memiliki wewenang dalam menentukan dilantik atau tidaknya seorang anggota legislatif. Karena itu, KPK tak ingin melakukan intervensi. “Tapi, rasanya kok tidak etis kalau dilantik. Apalagi ketika disumpah jabatan statusnya tersangka," kata dia. n c62/adi wicaksono n rep: ira sasmita ed: andri saubani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement