Rabu 10 Sep 2014 14:00 WIB

Kebangkitan Kembali Kekuatan Hamas Pascaperang

Red:

Dua pekan setelah gencatan senjata dengan Israel, Hamas dilaporkan telah membangun kembali kekuatan militernya. Kelompok politik bersenjata di Jalur Gaza ini menggali lagi terowongan bawah tanah yang ambruk akibat serangan militer Israel sebagai jalan masuk pasokan logistik senjata. Mereka juga sudah menyiagakan roket-roketnya menghadap ke Israel.

Bagaimana kekuatan Hamas bisa bangkit begitu cepat? Israel curiga Hamas menggunakan terowongan di selatan Perbatasan Rafah, yaitu di rute Philadelpi sebagai jalan masuk terbarunya. Padahal, dalam perang 50 hari (Juli-Agustus) kemarin, Israel mengklaim telah menghancurkan lebih dari 30 terowongan.

"Hamas kemungkinan akan menggunakan terowongan itu untuk menyerang Israel," ujar satu petinggi diplomatik Zionis seperti dikutip kantor berita Xinhua. Informasi mengenai aktivitas militer Hamas ini tidak datang langsung dari pejabat Hamas, melainkan petinggi Israel. Bahkan, menurut pejabat tersebut kepada surat kabar Ha'aretz, Hamas juga mulai memproduksi misil jarak jauh yang dapat menjangkau pusat Israel.  Memang belum ada informasi rinci mengenai jenis dan jumlah roket serta berapa banyak terowongan yang disiapkan oleh Hamas pascagempuran hebat Israel bulan lalu. Data dari pihak Israel menyatakan, militer Israel berhasil mencegat 735 roket Hamas.

Kekuatan militer Hamas memang masih memicu beragam spekulasi. Sebuah laporan menyebut Brigade Izzudin al-Qasam, sayap militer Hamas, memiliki 30 ribu pejuang yang terdiri atas lima resimen. Unit Infranti merupakan yang terbesar, mencapai 85 persen dari total pasukan. Di darat, Hamas pun mempunyai Unit Intelijen yang bertugas untuk mengawasi dan memantau mata-mata Israel. Beberapa senjata yang dimiliki Hamas seperti termasuk Kalashnikov 74, M-16, serta granat tangan yang dibuat sendiri.

Hamas juga dikabarkan mempunyai Unit Pertahanan Udara. Unit ini dibentuk tujuh tahun lalu. Unit ini mampu mengoperasikan misil antipesawat seperti SA-7, SA-18, dan SA-24. Israel juga menuding Hamas memiliki ribuan unit roket buatan Cina dan Iran. Salah satu adalah  roket jenis M-302. Roket ini pabrikan Suriah namun berlisensi Cina.  Hamas juga berhasil memproduksi roket sendiri atas bantuan Teheran.  Laporan lain menyebut,  Hamas mendapatkan bantuan suplai senjata dari Qatar dan Turki. Kedua negara itu dipandang sebagai pendukung utama Hamas.

Belajar

Hamas justru belajar banyak dari perang melawan Israel. Dalam tujuh tahun terakhir, Israel telah melancarkan sedikitnya tiga serangan hebat ke Jalur Gaza. Pada akhir 2008 serangan Israel berlangsung selama tiga pekan. Israel menyasar fasilitas militer dan senjata milik Hamas. Kala itu Israel  menghancurkan 1.200 target.  Serangan berlanjut pada November 2012. Israel mengawali serangang dengan membunuh Kepala Militer Hamas Ahmad Jabari baru kemudian mengerahkan pesawat, tank, dan personel militer darat untuk menyerang Gaza. 

Gempuran terakhir terjadi pada Juli lalu. Berawal dari penculikan remaja Israel dan operasi penangkapan aktivis Hamas, Israel menyerang Gaza secara besar-besaran. Tapi, beragam serangan tersebut terbukti tak mampu menghancurkan kekuatan Hamas.

Alih-alih melumpuhkan, menurut sejumlah analis, Hamas melalui sayap militernya Brigade Alqasam telah mempelajari pola serangan Israel. Ronan Bergman, analis politik dan militer surat kabar Israel Yediot Aharonot, dalam kolom opini di New York Times, menilai Hamas mendapat pelajaran berharga dari perang 2012.

Dari situ, Hamas mulai melakukan kontraintelijen untuk menghindari pengawasan elektronik Israel. Sebaliknya, Israel tak bisa menggali informasi roket Hamas.  Kedua, Hamas juga menggeser komandan batalion dengan orang-orang baru yang mendapat pelatihan di negara luar, yakni Lebanon dan Iran. Ketiga yakni Hamas membangun jalur terowongan bawah tanah yang cukup kompleks.

Karena itu, bagi Israel, Hamas masih menjadi ancaman nyata. Bukan tidak mungkin, Israel akan kembali melancarkan serangannya ke Jalur Gaza dalam waktu dekat. Apalagi Zionis selalu menggunakan ancaman roket Hamas sebagai alasan pembenaran untuk menggempur Gaza, seperti pada serangan terakhir yang menewaskan lebih dari 2.100 warga Palestina dilaporkan tewas.

Pada 26 Agustus dengan dimediasi Mesir, Israel dan Hamas setuju melakukan gencatan senjata. Namun, Menteri Luar Negeri Israel Avigdor Lieberman mengatakan kepada Haaretz, dia tidak yakin dapat mencapai gencatan senjata jangka panjang dan permanen dengan Hamas.  rep:c64 ed: teguh firmansyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement