Jumat 29 Aug 2014 12:30 WIB

SBY dan Ban Bahas Isu Toleransi

Red: operator
Presiden Susilao Bambang Yudhoyono (kanan) Berbincang dengan sekjen PBB Ban KI-moon saat bertemu di Nusa Dua ,Bali, Kamis (28/8).
Presiden Susilao Bambang Yudhoyono (kanan) Berbincang dengan sekjen PBB Ban KI-moon saat bertemu di Nusa Dua ,Bali, Kamis (28/8).

DENPASAR -- Masalah kebhinekaan dan keberagaman akan menjadi salah satu bahasan dalam pertemuan keenam Forum Global Aliansi Peradaban Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau UNAOC. Bertempat di Nusa Dua, Bali, pertemuan yang akan dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Sekjen PBB Ban Ki-moon itu digelar pada 29-30 Agustus dengan mengambil tema "Unity in Diversity" atau persatuan dalam keberagaman.

Staf Khusus Presiden bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah mengatakan, tema-tema yang akan dibahas di UNAOC telah dibicarakan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Sekjen PBB. "UNAOC kali ini agak unik karena membahas masalah persatuan dalam keragaman," kata Faizasyah, di Nusa Dua, Kamis (28/8).

Tema pertemuan UNAOC kali ini, kata Faizasyah, sangat terkait dengan Indonesia, terutama yang berhubungan dengan isu-isu intoleransi. Masalah intoleransi ini, ungkapnya, bisa terjadi di manapun. Karena itu, tema "Unity in Diversity" menjadi bahasan penting dalam UNAOC.

Indonesia, kata Faizasyah, dinilai sebagai negara yang bisa menjadi panutan dalam mengembangkan persatuan dan keberagaman. Masalah ini selaras dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Aliansi Peradaban PBB dibentuk oleh Sekjen PBB Ban Ki-moon pada 14 Juli 2005. Aliansi itu bertujuan menjembatani jurang antara Islam dan Barat serta membangun kemauan politik dan aksi bersama untuk menghadapi prasangka, kesalahan persepsi, dan menolak ekstremisme di masyarakat. Aliansi Peradaban PBB itu memiliki empat pilar tindakan, yaitu pendidikan, kepemudaan, media, dan migrasi.

Sebanyak 100 pemuda dari beragam latar belakang budaya dan agama, bertemu dan berdiskusi untuk mempromosikan slogan persatuan dalam keberagaman, Kamis. Pertemuan ke-6 UNAOC ini juga mempromosikan peran pemuda sebagai agen perubahan dunia.

Acara ini dibuka Perwakilan Tinggi UNAOC Nassir Abdulaziz al-Nasser dan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa. "Secara bersama, para pemuda akan menampilkan apa yang dibutuhkan dunia untuk membuat perubahan pencegahan konflik, membangun perdamaian, dan membina wilayah sosial," kata Al-Nasser.

Menurut Al-Nasser, pemuda merupakan kelompok perubahan yang dibutuhkan dunia. Namun, dunia sering kali tidak mengenali mereka secara penuh atau mengetahui peran penting yang mereka lakukan untuk membentuk masyarakat global. "Kehadiran Anda di sini dan rekomendasi yang Anda buat merupakan langkah bagi dunia sesuai misi UNOAC," kata Al-Nasser.

Sedangkan, Marty mengatakan, para pemuda mempunyai kekuatan untuk berkomunikasi secara langsung, terbuka, dan saling mengenal satu dengan lainnya sehingga mereka dapat bersatu dalam keberagaman. "Saya merasa, kami yang berada di pemerintahan harus belajar dan mengharapkan banyak rekomendasi dari para pemuda," kata Marty.

Para pemuda, lanjut Marty, perlu untuk mempertahankan solidaritas dan idealisme menghargai keragaman. "Anda harus menjaga para pemimpin agar jujur dan memastikan semangat yang Anda tunjukkan benar-benar mereka terapkan," ujar Marty.

Australia tak sadap lagi RI

Pemerintah Indonesia dan Australia menyepakati kerja sama intelijen dalam kerangka kerja sama keamanan atau Traktat Lombok di Nusa Dua, Bali, Kamis (28/8). Traktat ditandatangani Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop dalam satu kesepahaman bersama yang berisi dua butir kesepakatan.

Penandatanganan kode etik dilakukan oleh Menlu RI Marty Natalegawa dan Menlu Australia Julie Bishop disaksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam keterangan persnya, Marty mengatakan, hubungan Indonesia dan Australia sempat melewati masa sulit.

Indonesia, kata Marty, tidak bisa membiarkan aksi penyadapan oleh Australia terhadap sejumlah pejabat Indonesia seperti yang terjadi pada masa lalu. “Dengan ditandatanganinya perjanjian ini, penyadapan tidak boleh terulang pada masa mendatang,” kata Marty.

Ada dua butir kesepakatan kerja sama intelijen yang ditandatangani. Pertama, kedua negara tidak akan menggunakan setiap intelijen mereka, termasuk kapasitas penyadapan atau sumber-sumber daya lainnya dengan cara-cara yang dapat merugikan kepentingan kedua negara.

Kedua, Indonesia dan Australia akan mendorong kerja sama intelijen antara lembaga dan badan-badan yang relevan sesuai dengan hukum dan peraturan nasional masing-masing.

Menurut Marty, kedua negara memiliki banyak kepentingan bersama dan keduanya punya hubungan yang sangat strategis. Karenanya, sebut Marty, dengan ditandatanganinya traktat ini, hubungan kedua negara akan kembali ke dalam tatanan yang positif. Selain itu, akan ada pemulihan kembali kerja sama intelijen dan komunikasi antara angkatan bersenjata seperti sebelumnya.

Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop berharap hubungan Indonesia dan Australia kembali rukun dan harmonis. Kerja sama kedua negara sangat penting, terutama untuk menghadapi tantangan gerakan ekstremis di Suriah dan Irak. “Saya senang menandatangani perjanjian disaksikan Presiden (SBY),” kata Bishop.

Presiden SBY berada di Bali untuk menghadiri dan membuka Pertemuan ke-6 UNAOC. Pertemuan dan penandatanganan traktat kerja sama intelijen Indonesia-Australia berlangsung di Hotel Sheraton Lagoon, yang juga menjadi hotel tempat SBY menginap.  rep:ahmad baraas/antara ed: andri saubani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement