Selasa 26 Aug 2014 14:30 WIB

Krisis BBM Ancam Petani

Red:
 Papan pengumuman
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Papan pengumuman "Solar Subsidi Habis" terpasang di SPBU Jalan Otista, Jakarta, Senin (25/8). (Republika/ Yasin Habibi)

INDRAMAYU -- Dampak kebijakan pengendalian penggunaan bahan bakar bersubsidi (BBM) oleh pemerintah juga berdampak terhadap sektor pertanian. Sawah-sawah di pesisir pantai utara Jawa, seperti di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon, terancam kekeringan karena petani kesulitan memperoleh Premium sebagai bahan bakar pompa air.

Rasita, salah seorang petani asal Desa Limbangan, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, mengatakan, pada musim kemarau seperti sekarang, mesin pompa air menjadi andalan petani untuk mengairi sawah. "Sejak empat hari terakhir, saya susah sekali dapat bensin. Mesin pompa air saya tidak bisa jalan," keluh Rasita.

Pada Senin (25/8) pagi, Rasita rela mengantre berjam-jam di SPBU Limbangan. Dengan membawa dua jeriken, Rasita telah mengantre bersama petani lain meski saat itu SPBU masih tutup. Di SPBU Limbangan, sebagian besar warga yang mengantre menggunakan jeriken adalah petani. "Saya punya mesin penggilingan padi. Sudah lima hari tidak bisa beroperasi," sahut Talimin, petani lainnya.

Kondisi serupa juga dialami para petani di Kabupaten Cirebon. Mereka sangat membutuhkan Premium untuk bahan bakar mengoperasikan mesin pompa air. "Sawah saya sangat butuh air. Untuk menyedot air, kan harus pakai mesin pompa. Jadi, saya sangat butuh bensin supaya mesin pompa air bisa hidup," tutur Satim, seorang petani di Kabupaten Cirebon. Satim pun rela mengantre panjang di SPBU di daerah Plered. Dia mengantre dengan membawa dua jeriken berukuran 20 liter.

Wakil Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan Nasional (KTNA) Kabupaten Indramayu, Sutatang, membenarkan kelangkaan BBM bersubsidi di SPBU daerah pantura. Menurut dia, kondisi ini mengancam sawah-sawah para petani kekeringan. "Kalau air tidak disedot menggunakan mesin pompa, tanaman padi bisa kekurangan air," kata Sutatang.

Meski tidak separah pada Sabtu (23/8) dan Ahad (24/8), antrean warga yang ingin membeli BBM bersubsidi di SPBU di Cirebon masih terjadi pada Senin (25/8). Berdasarkan pantauan Republika, ratusan jeriken berukuran volume 20 liter, 25 liter, dan 30 liter tampak berjejer membentuk barisan sepanjang ratusan meter di area sekitar SPBU di daerah Plered, Kabupaten Cirebon. Para pemilik jeriken yang sebagian adalah petani itu datang dengan menggunakan becak maupun sepeda motor.

Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Hanung Budya menyatakan, saat ini terdapat isu persediaan Premium habis beredar di masyarakat. Akibatnya, terjadi kepanikan yang mengakibatkan masyarakat antre berjam-jam di sejumlah SPBU. Dia menjelaskan bahwa saat ini yang dilakukan Pertamina adalah memotong alokasi harian untuk Premium sebesar lima persen.

Menurut Hanung, yang terjadi di beberapa daerah tersebut bukan kelangkaan, melainkan konsekuensi logis dari pemotongan kuota BBM bersubsidi yang diamanatkan undang-undang. Jika Pertamina tidak mengambil kebijakan penghematan, kata dia, Premium dan solar akan habis sebelum tahun 2014 usai.

Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) menilai, kelangkaan Premium dan solar di berbagai daerah merupakan imbas dari pembatasan kuota penjualan BBM bersubsidi. Menurut Jokowi, pemerintah harus tegas soal subsidi BBM jika ingin menyelamatkan APBN. Namun, kebijakan menaikkan harga BBM, kata Jokowi, harus melalui perhitungan yang matang. rep:lilis sri handayani/aldian wahyu ramadhan/halimatus sa'diyah ed: andri saubani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement