Ahad 10 Aug 2014 13:00 WIB

PP Aborsi Tuai Kritik

Red: operator

Pemerintah diminta mengevaluasi PP Aborsi ini.

JAKARTA---Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi (PP Aborsi) menuai kritik. Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Maria Ad vianti menyatakan PP tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU PA).

Maria menjelaskan, UU PA pada pasal 1 telah menjamin keselamatan anak sejak dari dalam kandungan hingga berusia 18 tahun. "PP (Aborsi) tersebut seakan melegalkan penghilangan hak hidup anak," ujar Maria kepada Republika, di Jakarta, Sabtu (9/8).

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pada 21 Juli 2014 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani PP Nomor 61/2014 itu. Dalam situs resmi Sekretariat Kabinet (www.setkab.go.id),dijelaskan bahwa PP 61/ 2014 merupakan pelaksanaan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya pasal 75 ayat (1). PP ini mengatur masalah aborsi bagi perempuan hamil yang di indikasikan memiliki kedaruratan medis dan atau hamil akibat pemerkosaan.

Maria mengatakan, pihaknya tidak menemukan unsur yang cukup layak untuk membenarkan penghilangan nyawa terhadap seorang anak hanya karena dikandung akibat pemerkosaan. Ia menyarankan pemerintah mengevaluasi terhadap PP tersebut.

Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh menegaskan, perempuan yang menjadi korban pemerkosaan harus dilin dungi. Jika aborsi terpaksa dilakukan bagi korban pemerkosaan, maka itu harus dilakukan sebelum usia janin 40 hari. Sebab, pada usia tersebut janin belum di tiupkan ruh. "Jika (aborsi) dilakukan lebih dari 40 hari, maka itu tidak di perkenan kan oleh UU dan agama," paparnya.

Ketua MUI Bidang Pemberdayaan Perempuan Hj Tutty Alawiyah juga mengkhawatirkan keberadaan PP ini. "Kalau PP ini disosialisasikan, nanti orang yang tidak bertanggung jawab bisa memanfatkan urusan hal ini sehingga menyebut legalhal begini (aborsi)," kata Tutty.

Ketua Komisi Fatwa MUI, Ha sanudin, menyatakan, dokter yang akan melakukan aborsi juga harus membuktikan secara medis bahwa seseorang itu korban pemerkosaan dan dikuatkan dari sisi hukum bahwa yang bersangkutan adalah korban. "Ciri-ciri nya pasti penegak hukum tahu, yang diperkosa sama yang tidak itu harus dibuktikan dulu, ini korban perkosaan (atau) bukan,"jelas Hasanudin.

Anggota Komisi XI DPR RI, Zuber Safawi, menyatakan, jika setiap hasil pemerkoaan boleh di aborsi, maka dikhawatirkan orang jadi mudah melakukan aborsi. Misalnya, orang akan melakukan hubungan seks secara suka sama suka, tetapi karena tidak mau bertanggung-jawab akhirnya mengaku diper kosa saja agar mendapatkan izin melakukan aborsi. "Kalau itu yang terjadi, maka jadi berbahaya," kata Zuber.

Anggota Fraksi PKS DPR RI, Indra, mengatakan, setiap anak punya hak untuk hidup. Dan bayi hasil pemerkosaan, kata dia, bu kan pihak yang patut disalahkan atau bertanggung jawab atas tindakan keji yang dilakukan oleh ayahnya itu. "Saya minta PP soal aborsi ini dievaluasi dan direvisi," katanya.

Pihaknya berencana memanggil Kementerian Kesehatan terkait aturan ini. "Kami khawatir kalau aborsi atas nama perkosaan diperbolehkan nanti bisa menjadi pintu lain untuk melakukan aborsi legal," ujarnya.

Sebagai manusia, terang Indra, ia yakin setiap wanita akan mempunyai naluri keibuan terhadap bayi yang dikandungnya meskipun itu adalah hasil pemerkosaan. Mereka pasti akan menyayangi darah dagingnya sendiri, ini terlihat dari banyak nya ibu yang tetap menyayangi anaknya meskipun mereka ada yang dilahirkan cacat.

Kalau karena ibunya depresi atau menderita akibat diperkosa, ujar Indra, anaknya bisa diserah kan kepada neneknya untuk di rawat, atau bisa juga diserahkan kepada orang lain yang meng inginkan bayi. "Jadi, banyak solusi untuk bayi hasil perkosaan untuk hidup," terangnya.

Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron dan Direktur Bina Kesehatan Ibu dan Anak Gita Maya Koemara Sakti belum bisa memberikan keterangan.

Kalau orang berhubungan seks suka sama suka, lalu ketika dia hamil dan sang pelaku tidak bertanggung jawab, PP ini nanti akan mereka jadikan acuan.

rep:c60/c70,Dyah Ratna Meta Novi  ed: syahruddin el-fikri

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement