Kamis 07 Aug 2014 15:00 WIB

MK Kritik Dalil Gugatan

Red: operator
Calon residen Prabowo(kiri)di dampingi calon wakil presiden Hatta Rajasa menjalani sidang perdana perkara Perselisihan Hasil Pemilihan  Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014di Mahkamah Konstitusi, Rabu (6/8).
Calon residen Prabowo(kiri)di dampingi calon wakil presiden Hatta Rajasa menjalani sidang perdana perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014di Mahkamah Konstitusi, Rabu (6/8).

Prabowo-Hatta menuding kecurangan terjadi di semua provinsi.

JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) telah menggelar sidang perdana sengketa Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 pada Rabu (6/8). Dalam sidang kemarin, majelis hakim menilai permohonan (petitum) dalam berkas pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa tidak didukung dalil yang memadai (posita). “Ada tiga petitum tidak didukung oleh posita yang memadai,” ujar anggota Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi, di ruang sidang MK, Rabu (6/8).

Berdasarkan permohonan kubu Prabowo-Hatta terdapat tiga petitum yang disampaikan yaitu pertama, penetapan perolehan suara yang benar menurut pemohon. Kedua, pemungutan suara ulang di seluruh tempat pemungutan suara (TPS) di Indonesia. Ketiga, pemungutan ulang di beberapa provinsi, di mana ada delapan provinsi tidak di seluruh kabupaten dan sebagian TPS.

Menurut Fadlil, permohonan untuk membatalkan satu keputusan mesti berdasarkan pada soal substansi dan fundamental. Ia menuturkan, hal itu penting diperhatikan karena akan menentukan keputusan MK untuk melakukan pemungutan suara ulang atau penghitungan suara ulang.

Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva menambahkan, dalam permohonan pemohon, majelis hakim menemukan ketidaksinkronan antara petitum dan posita. Majelis hakim konstitusi pun meminta hal ini diperbaiki. “Perlu diperbaiki untuk penyempurnaan permohonan,” ujar Hamdan. Anggota Hakim Aswanto mengkritik bahasa yang digunakan tim Prabowo-Hatta dalam berkas gugatan. Menurutnya, banyak kalimat bersayap dalam berkas permohonan sehingga menyulitkan hakim dalam menerka artinya.

Anggota Tim Advokasi Prabowo-Hatta, Maqdir Ismail, mengatakan, ada beberapa pelanggaran pokok yang menjadi argumentasi tim untuk menggugat hasil penetapan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pelanggaran itu dianggap mencederai proses demokrasi dalam pelaksanaan pilpres. Atas dasar itu mereka mengajukan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ke MK.

Maqdir menerangkan, indikasi kecurangan yang terjadi, diduga dilakukan oleh penyelenggara secara masif, terstruktur, dan sistematis. Indikasi kecurangan itu terjadi di semua provinsi tanpa terkecuali. Maqdir menyebut, kecurangan yang dilakukan KPU terkait dengan daftar pemilih. "Dengan cara mengabaikan DP4, Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilu, sebagai sumber penyusunan DPS (Daftar Pemilih Sementara) dengan menambahkan jumlah DPT (Daftar Pemilih Tetap)," kata Maqdir.

Pelanggaran yang lain, lanjut Maqdir, adalah surat suara yang digunakan jumlahnya tidak sama dengan surat suara sah ditambah dengan suara tidak sah. Artinya, ada penambahan suara kepada pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla, sementara pasangan Prabowo-Hatta justru terjadi pengurangan.

Selain itu, Maqdir mengatakan, ada migrasi pemilih yang tidak jelas dan jumlahnya sangat signifikan. Banyak KTP palsu atau foto kopi yang digunakan untuk memilih pada pemungutan suara. Menurut dia, KTP palsu itu tidak digunakan secara fisik tapi terjadi pada level administrasi.

KPU meminta kubu Prabowo-Hatta membuktikan tuduhan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif dalam Pilpres 2014 di persidangan. “Di dalam hukum pembuktian, siapa yang menuduh, dia (Prabowo-Hatta) yang harus membuktikan. Jika dia menuduh terstrukur, sistematis, dan masif, ya dia buktikan,” kata Ketua Tim Kuasa KPU Adnan Buyung Nasution. Sebagai tergugat, menurut Adnan, KPU bisa menjawab tuduhan pelanggaran tersebut dengan data dan fakta. KPU cukup percaya diri tidak melakukan pelanggaran yang dimaksud pihak pemohon.

Anggota Tim Kuasa Hukum pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla, Taufik Basari, menilai, permohonan oleh kubu Prabowo-Hatta terlalu dipaksakan. Dia menilai, tidak ada hal luar biasa yang perlu dicermati sebagai pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif. ep:irfan fitrat/mas alamil huda/rc75/c87 ed: andri saubani

***

Angka dalam Berkas Gugatan

2.800 > Jumlah TPS yang diklaim kubu Prabowo-Hatta telah terjadi kecurangan yang mengakibatkan pasangan ini tidak memperoleh suara sama sekali.

17.002.928 > Jumlah suara  bermasalah dari 42.311 TPS akibat pelanggaran-pelanggaran di TPS yang tersebar di seluruh provinsi.

20.228 TPS, 10.276 kelurahan, 3.750 kecamatan, 446 kabupaten/kota > Tim Prabowo-Hatta menemukan jumlah pengguna hak pilih dalam Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb), pengguna KTP atau identitas lain atau paspor lebih besar dari daftar yang ada dalam DPKTb.

18.970 TPS, 10.617 kelurahan, 4.063 kecamatan, 422 kabupaten/kota > Tim Prabowo-Hatta menemukan jumlah pengguna hak pilih tidak sama dengan surat suara yang digunakan.

1.286 TPS, 921 kelurahan, 560 kecamatan, 202 kabupaten/kota > Tim Prabowo-Hatta menemukan jumlah surat suara yang digunakan tidak sama dengan jumlah suara sah dan tidak sah.

3.573.310 > Penambahan jumlah daftar pemilih tambahan (DPT) pada periode 13 Juni sampai 9 Juli yang dinilai tak wajar.

Sumber: Berkas gugatan sengketa Pilpres 2014 pasangan Prabowo-Hatta , Pengolah: Irfan Fitrat

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement