Jumat 01 Aug 2014 14:00 WIB

Berbagi Tugas Kala Si Bibi Mudik

Red:

Beres-beres rumah adalah rutinitas yang kerap dianggap sepele. Pekerjaan harian yang tak mengenal libur ini baru terasa manakala sang asisten rumah tangga, Si Bibi, mudik untuk berlebaran di kampung halaman.

Sejumlah keluarga yang sudah tahu bakal direpotkan oleh urusan beres-beres rumah ini banyak yang ambil jalan pintas: menyewa pembantu musiman. Namun, tak sedikit pula yang memilih menangani pekerjaan domestik ini secara mandiri.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ledia Hanifa Amaliah adalah salah satu pejabat publik yang memilih menangani urusan rumah tangga secara mandiri saat si Bibi izin mudik. Tahun ini, Ledia tak terlalu kerepotan karena seluruh anggota keluarga berada di rumah guna menghabiskan libur panjang nasional. "Karena semuanya ada di rumah, tinggal bagi-bagi tugas saja," katanya kepada Republika, Kamis (31/7).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:NIZAR ARSYADANI/ANTARAFOTO

Seorang petugas memotret wanita di ruang tunggu di sebuah jasa penyalur pembantu di kawasan Cipete, Jakarta Selatan

Mudiknya pembantu rumah tangga, menurutnya, merupakan momentum praktik latihan kemandirian bagi seluruh anggota keluarga. Di rumahnya, ada enam orang yang tinggal, yakni suami, mertua, anak, dan cucu. Saat si Bibi tak ada di rumah, seluruh anggota keluarga harus bisa bertanggung jawab memenuhi kebutuhan diri.

Setiap anggota keluarga juga mesti ikut berpartisipasi berbagi tugas rumah secara proporsional. "Untungnya, anggota keluarga sudah pada besar. Jadi, di rumah tidak terlalu repot," ucap Ledia.

Bagi Ledia, kebutuhan akan jasa pembantu rumah tangga disebabkan rutinitas yang padat di luar rumah. Padahal, urusan rumah tangga harus selalu terselesaikan. Ada beberapa hal yang memang tidak bisa diselesaikan dengan tenaga mesin, seperti menyetrika baju atau memasak.

Rutinitas di hari-hari kerja yang menguras waktu dan tenaga, menjadi alasan Ledia mempekerjakan asisten rumah tangga. Di hari biasa, seluruh anggota keluarga berangkat pagi dan pulang malam. Kemacetan lalu lintas tak memungkinkan anggota keluarga berada di rumah sebelum waktu Maghrib. "Saat tak ada orang di rumah itulah harus ada orang yang bekerja mengurus rumah, makanya keberadaan pembantu menjadi penting," ujar Ledia.

Penilaian serupa diungkapkan pemain film dan pesinetron Meyda Sefira. Tahun ini, Meyda kembali ditinggal mudik pembantunya. Meyda yang tinggal bersama suami dan mertua mengaku sudah terbisa hidup mandiri. Diawali dengan memosisikan pembantu sebagai orang yang membantu, bukan yang diandalkan, maka kemandirian dalam mengurus rumah tangga tak akan terganggu. "Saat pembantu mudik, hal pertama yang mesti dilakukan adalah jangan panik," katanya.

Menurut Meyda, terkadang ada baiknya momentum mudik setiap tahun. Mudiknya sang pembantu bisa membuat masyarakat menghargai pekerjaan pembantu dan harus sigap mengambil alih tugas rumah tangga yang biasanya dikerjakan si Bibi.

Karena alasan itu pulalah Meyda tidak ingin terlalu ambil pusing ketika pembantu pulang mudik. Namun, dia juga mengerti apabila ada orang yang sanggup dari segi finansial untuk menggunakan jasa pembantu infal alias pembantu pengganti atau musiman. "Yang tidak mau repot juga bisa memakai jasa binatu kiloan. Apalagi yang punya anak kecil banyak, pasti akan repot kalau semua ditangani sendirian," katanya.

Pembantu infal

Bagi penyalur pembantu, mudiknya pembantu rumah tangga menjadi celah bisnis menguntungkan. Pemilik Yayasan Penyalur Pembantu Duta Bangsa Sri Sulistyawati mengatakan, yayasannya sudah menyediakan jasa pembantu infal sejak dua pekan sebelum Lebaran. Salah satu pembantu infal yang didatangkannya dari Bali adalah Dian (32 tahun).

Dian saat ini bekerja kepada majikan yang seorang duda dengan empat anak. Saat Lebaran, Dian sibuk menemani keluarga majikannya bersilaturahim ke sanak saudara sang majikan. Dian melewati momentum Lebaran di rumah saudara majikannya di Cibubur, Jakarta Timur.

Usai berlebaran, Dian pun harus ikut berlibur ke tempat wisata Pantai Anyer dan Taman Impian Jaya Ancol untuk mengurusi kebutuhan anak-anak majikannya. "Menjadi pembantu rumah tangga infal saat pembantu permanen pulang mudik memang harus siap kerja dobel. Bukan hanya urusan rumah tangga dibereskan, tapi juga segala hajatan Lebaran keluarga majikan harus bisa ditangani," kata Sri.

Sejak awal, para pembantu infal di Yayasan Duta Bangsa sudah diberi tahu soal jenis pekerjaan yang akan dilakukan. Umumnya, mereka sudah terbiasa dengan pekerjaan serabutan yang sangat banyak.

Dengan pekerjaan yang supersibuk, sang pembantu infal mendapatkan gaji lebih besar dari pembantu permanen. Terhitung selama satu pekan, pembantu infal bisa memperoleh gaji Rp 1,25 juta. "Gaji itu setara tiga kali lipat dari gaji pembantu rumah tangga permanen," kata Sri.

Permintaan pembantu infal tahun ini tidak setinggi tahun lalu. Momentum Lebaran yang bertepatan dengan libur panjang nasional dia duga menjadi penyebab turunnya permintaan pembantu infal. Libur panjang membuat masyarakat yang ditinggal mudik para pembantu memilih menangani urusan rumah tangganya secara mandiri. "Sebagian lainnya malah memilih ikut mudik ke kampung halaman. Makanya, kebutuhan para pembantu infal tidak setinggi tahun lalu," ujar Sri.

Pada 2013, yayasan yang dikelola Sri menyediakan 25 pembantu infal. Tahun ini, dari 25 pembantu infal yang disediakan, hanya delapan orang yang digunakan jasanya.

Menurut Sri, kini orang lebih banyak mencari pembantu permanen. Permintaan yang terus meningkat tak pernah terpenuhi lantaran banyak masyarakat kampung yang lebih memilih menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. Selain gaji yang lebih tinggi, gengsi menjadi TKI dinilai lebih dibandingkan menjadi pembantu rumah tangga di negeri sendiri.

Kekurangan penyediaan tenaga kerja rumah tangga di Indonesia juga dirasakan CV Johan Kreasi Mandiri yang berkantor pusat di Tangerang, Banten. Menurut Direktur CV Johan Kreasi Mandiri, Johan, perbandingan permintaan pembantu dengan penyediaannya berada di hitungan 10 banding empat. "Sepuluh untuk permintaan dan empat untuk penyediaan," kata Johan.

Selain lebih memilih menjadi TKI, banyak masyarakat kelas bawah yang memilih menjadi buruh pabrik atau buruh garmen. Padahal, gaji sebagai pembantu rumah tangga tidak kalah besar ketimbang gaji buruh pabrik.

Karena itulah, tahun ini perusahaannya tidak menyediakan pembantu infal. "Kalau tidak terlalu kepepet, para majikan juga berpikir ulang untuk memakai tenaga infal karena biaya yang dikeluarkan akan lebih besar," ujarnya. rep:c78 ed: eh ismail

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement