Senin 09 Jan 2017 17:00 WIB

Artis Pun Perlu Melek Hukum

Red:

 

Republika/Rakhmawaty La'lang  

 

 

 

 

 

 

 

 

Pada layar kaca, kita kerap melihat selebritas yang tampak rupawan, gagah, glamor, atau lucu menghibur. Para pekerja seni itu utamanya memang disukai karena bakat dan kemampuannya menghasilkan karya cipta seperti menyanyi, menggubah musik, atau berperan dalam film.

Namun, artis yang termasuk individu unggul karena potensinya itu rupanya terancam posisinya. Tak sedikit dari mereka yang menjadi objek eksploitasi oleh pihak tertentu serta tidak mendapatkan hak dan kewajiban yang semestinya.

Agar itu tak terjadi, Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) 56 mengajak seluruh anggotanya untuk melek hukum dengan menggelar kegiatan berkala berupa diskusi dan sarasehan. Salah satunya ialah Sarasehan Kebangsaan bertajuk "Seni Kebudayaan sebagai Esensi dari Pertahanan Bangsa" yang berlangsung di Balai Sarwono, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.

Pada salah satu sesi, bahasan utama yang diulas adalah urgensi perlindungan hukum bagi artis di Indonesia. Ketua PARFI 56, Marcella Zalianty, menyoroti pentingnya topik tersebut mengingat para artis film selalu berkaitan dengan kontrak selama bekerja.

"Anggota PARFI harus mengerti dasar-dasar hukum di Indonesia, karena dunia artis sering kali berhubungan dengan hak kekayaan intelektual yang harus dijaga dan dihormati," kata Marcella.

Pembicara pada sesi tersebut, yakni pakar hukum keartisan Minola Sebayang bersama Kepala Pusat Pengembangan Perfilman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Maman Wijaya. Sebagai pengacara, Minola menegaskan para artis di Indonesia perlu memahami hak dan kewajibannya ketika bermitra dengan rumah produksi tertentu.

Ia menyebutkan, artis sebagai insan dunia hiburan memiliki nilai ekonomis yang melekat pada dirinya atas bakat dan kemampuan berkarya. Sayangnya, posisi tawar atau bargaining position artis kerap tidak seimbang sehingga tak jarang artis mendapatkan hak ekonomi yang tidak sepadan.

Agar keseimbangan terakomodir, pendiri Law Firm Minola Sebayang & Partners itu mengatakan, perlunya manajemen artis memiliki konsultan hukum yang punya pemahaman di bidang industri hiburan. Keberadaan advokat berfungsi untuk mendampingi artis dalam memberikan masukan atau me-review saat artis akan meneken kontrak kerja.

"Kontrak harus sama-sama menguntungkan artis dan rumah produksi, jelas mengenai nominal honornya, jangka waktu pembayaran, serta semua hak dan kewajiban kedua belah pihak," ujar Kandidat Doktor Ilmu Hukum Universitas Airlangga itu.

Tidak adanya peninjauan cermat di awal kontrak, kata Minola, berpotensi menimbulkan pertentangan jika diketahui adanya ketidaksepahaman di kemudian hari. Konten pun harus dicermati agar tidak tertipu dengan embel-embel kontrak eksklusif, tetapi pada dasarnya seperti 'memasung' sang artis.

Pria kelahiran Binjai, 11 Desember 1963 itu menyadari, belum semua artis memiliki kesadaran untuk memiliki konsultan hukum. Apalagi, artis yang tengah merintis karier cenderung menerima kontrak apa pun yang ditawarkan kepadanya.

Karena itu, PARFI 56 memfasilitasi para anggotanya dengan mendirikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan mendapuk Minola sebagai direktur. LBH tersebut diharapkan bisa membantu para artis film yang ingin berkonsultasi mengenai kontrak ataupun membutuhkan bantuan saat terjerat kasus hukum tertentu.

Cermati Kontrak

Aktris Whulandary Herman menyambut baik adanya LBH yang didirikan PARFI 56 tersebut. Ia mengatakan, tidak semua artis punya latar belakang hukum atau sudah sadar untuk memiliki konsultan hukum dalam tubuh manajemen artisnya.

Perempuan kelahiran Padang Panjang, 26 Juni 1989 itu juga mengapresiasi upaya PARFI 56 dalam menumbuhkan kesadaran melek hukum para anggotanya. Menurut Whulan, wawasan tentang perlindungan hukum sangat perlu dimiliki oleh pekerja seni seperti dirinya.

Ia pun selama ini berusaha melek hukum, berkat bantuan keluarga yang berkecimpung di ranah hukum dan membantu ia mengurus seluruh kontraknya. Sebab, Whulan dan keluarga tidak ingin pihaknya dirugikan selama berkecimpung di dunia hiburan sebagai model, presenter, ataupun bintang film.

"Saya punya pengalaman film saya diputar beberapa kali tanpa ada di kontrak, termasuk di airlines tertentu. Sekarang saya lebih cermat lagi karena tahu hal itu bisa dimasukkan dalam kontrak," kata pemenang kontes kecantikan Putri Indonesia 2013 itu.

Komedian Aming Supriatna Sugandhi turut merasakan penyesalan serupa karena tidak mencermati beberapa hal di kontrak sejak awal. Lelaki 36 tahun itu mulanya tak menyadari bahwa ada hal-hal yang bisa menjadi masalah di kemudian hari.

Ia pun pernah kecewa dan merasa diperlakukan tidak adil, seperti saat program yang ia bintangi ditayangkan ulang tanpa mendapat pemberitahuan atau tak sepakat soal ketentuan pemeran pengganti saat syuting stripping sinetron. Sekarang, Aming jadi lebih tahu hak dan kewajibannya sebagai artis dan pentingnya memiliki kesadaran hukum.

"Kontrak memang sangat penting, tapi aku pribadi enggak pernah nolak peran karena bagiku artis ibarat kanvas, kita punya tugas keaktoran," kata suami dari Evelyn Nada Anjani itu.

Tak hanya soal kesadaran hukum, ratusan anggota PARFI 56 yang hadir pada sarasehan tersebut juga menyimak materi wawasan kebangsaan oleh Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo. Pada kesempatan itu, Gatot memaparkan peran krusial para pelaku seni budaya dalam aksi pertahanan bangsa.

Pria 56 tahun asal Tegal itu menyebutkan, budaya merupakan pilar bangsa dalam menjaga keutuhan NKRI. Mempertahankan bangsa yang dimaksud bukan berarti soal fisik belaka melainkan ranah ideologis karena para pelaku seni budaya dinilai sangat efektif menggerakkan rakyat lewat karya masing-masing.

"Budayawan, termasuk artis film, mampu menggerakkan jiwa bangsa dengan bahasa nuraninya. Saya berusaha memprovokasi kawan-kawan untuk berjuang dan bergotong royong mewujudkan Indonesia sebagai bangsa pemenang," kata Gatot yang juga mengisi sesi diskusi lanjutan bersama sejumlah pembicara lain, yakni Kepala Bekraf Triawan Munaf, tokoh nasional Eros Djarot, dan budayawan Radhar Panca Dahana.      rep: Shelbi Asrianti, ed: Ichsan Emrald Alamsyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement