Jumat 29 Apr 2016 18:00 WIB

Kamu Siap Kerja? Cek Ini

Red:

Kamu sudah lulus kuliah? Selamat ya. Mungkin saja kamu sekarang sudah bersiap-siap untuk segera bekerja secara formal. Bagi kamu yang memilih untuk berwirausaha, segera saja hadapi tantangan untuk membesarkan usaha kamu.

Nah, untuk kamu yang lebih suka bekerja di perusahaan atau instansi pemerintah dulu alias menjadi karyawan, ada beberapa hal yang perlu kamu ketahui.

Menurut lembaga jasa konsultasi keuangan dan SDM Wilis Towers Watson dalam studi manajemen dan talenta yang dilakukan sejak 2014, delapan dari 10 perusahaan di Indonesia mengalami kesulitan dalam merekrut tenaga kerja ahli. Kesulitan tersebut disebabkan oleh adanya ketimpangan antara permintaan dan ketersediaan tenaga kerja ahli.

Padahal, pertumbuhan lulusan perguruan tinggi di Indonesia menempati urutan ketiga tertinggi di dunia. Indonesia berada di bawah India dan Brasil dengan pertumbuhan lulusan lebih dari empat persen dan rata-rata perubahan surplus tenaga kerja per tahun sebesar 1,5 persen.

"Namun, nyatanya, banyak perusahaan yang masih menghadapi kesulitan dalam mendapatkan dan mempertahankan tenaga kerja dengan kualifikasi yang tepat, terutama di rentang umur 34 tahun ke bawah," ujar Consultant Director Willis Towers Watson, Lilis Halim.

Menurut Lilis, perubahan era berbisnis memang memengaruhi kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan. Sehingga, kurikulum pendidikan di Indonesia harus mengikuti perubahan zaman karena yang menjadi kendala adalah faktor kualitas sumber daya manusia (SDM).

"Yang sulit dicari perusahaan adalah critical skill employment atau tenaga kerja yang memiliki kemampuan tertentu yang bisa menjadi pemimpin masa depan. Tantangan untuk menjadi critical skill employment ini yang harus dijawab para fresh graduate," jelasnya.

Dalam studi lainnya, Wilis Towers Watson menunjukkan tiga hal yang menjadi motivasi bagi lulusan baru untuk mau bergabung dengan suatu perusahaan. Pertama adalah gaji yang ditawarkan, kedua adalah kesempatan mengembangkan jenjang karier, dan kesempatan mendapatkan pelatihan.

"Ketika berbicara mengenai kualitas, perusahaan juga harus mempersiapkan program peningkatan kualitas bagi fresh graduate seperti yang ada di poin ketiga," kata Lilis.

Pakar pendidikan, Arief Rachman, menuturkan, penyebab kurangnya tenaga kerja ahli di Indonesia adalah karena selama ini tujuan pendidikan anak-anak Indonesia difokuskan hanya untuk lulus. Di sisi lain, karena sangat terekspos pada informasi yang begitu luas dan instan, kita cenderung sedikit lemah dalam hal proses dan sistem.

"Mereka kesulitan mencari pekerjaan yang sesuai dengan keahlian. Jadi, melakukan pekerjaan apa pun yang bukan bidangnya. Akhirnya, terjadi turnover (keluar masuk karyawan) yang tinggi. Sekitar 66 persen tenaga kerja Indonesia diperkirakan hanya bertahan dua tahun dalam satu perusahaan," kata Arief.

Masalah lainnya adalah adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sehingga ketimpangan akan kembali terjadi antara kemampuan tenaga kerja luar dan kemampuan tenaga kerja Indonesia. Menurutnya, generasi muda Indonesia harus menunjukkan kekuatan daya saing yang tinggi.

Presiden Direktur PT L'Oréal  Indonesia Vismay Sharma menilai, pemimpin masa depan adalah generasi muda lulusan perguruan tinggi yang sangat kreatif, inovatif, serta cerdas berteknologi maupun berkomunikasi secara digital. Mereka dibesarkan dalam sebuah era yang membuka akses informasi begitu luas dan bisa didapat secara instan.

"Meskipun demikian, sebagai perusahaan, kami merasa ada beberapa kemampuan tertentu yang masih perlu dikembangkan lagi agar semakin siap menghadapi dunia kerja, seperti daya pikir kritis serta daya adaptabilitas," jelasnya.

Jadi, siapkah kamu menjawab tantangan dunia kerja?

rep: Fira Nursya’bani, ed: Endah Hapsari

***

Empat Kecakapan yang Harus Dikuasai

Agar kita siap menghadapi tantangan dan daya saing tinggi di dunia kerja secara global, ada empat kecakapan umum yang perlu dimiliki, di antaranya:

1. Kecakapan digital

Memasuki masa teknologi yang berkembang dengan sangat pesat, generasi muda harus menguasai kecakapan digital, seperti memahami cara kerja virtual dalam dunia teknologi informasi. Kecakapan tersebut tentunya tidak terlepas dari kemampuan mengoperasikan media sosial dan web.

2. Berpikir gesit

Kemampuan berpikir secara gesit sangat perlu diasah agar generasi muda bisa memecahkan suatu masalah dengan cekatan dalam situasi yang kompleks dan ambigu. Berpikir gesit juga bisa membantu mengeluarkan ide-ide segar dari dalam pikiran untuk kemudian diubah menjadi inovasi.

3. Kecakapan berkomunikasi

Generasi muda dituntut untuk bisa membangun relasi seluas-luasnya dengan klien, rekan kerja, hingga pemerintah. Dengan kecakapan berkomunikasi, kerja sama dan kolaborasi dengan relasi bisa diciptakan dengan mudah.

4. Kecakapan global

Untuk memiliki kualitas internasional, generasi muda harus memiliki kecakapan global, seperti pemahaman akan pasar internasional dan kemampuan bekerja di tempat-tempat di berbagai belahan dunia. Tentu saja dalam kecakapan global diperlukan kemampuan berbahasa asing yang mumpuni dan kemampuan menyesuaikan diri dengan budaya di daerah tempat bekerja.

 

***

Karakter Unik Generasi Milenial

Pernah dengar istilah keren generasi milenial? Istilah ini disematkan untuk orang-orang masa kini yang fasih dengan keberadaan teknologi di sekelilingnya. Kalau kamu termasuk orang yang tidak bisa lepas dari kepraktisan dan tawaran kemudahan dalam mengerjakan segala hal, kamu bisa masuk dalam kategori generasi milenial.

Nah, ada beberapa karakter unik yang bisa diungkap dari generasi milenial itu. Ada hal positif yang harus terus dipupuk, tetapi ada juga hal negatif yang perlu disingkirkan jauh-jauh. Apa sajakah? Simak yuk ....

-Aktif berkomunikasi

Tidak peduli ruang dan waktu, kamu selalu aktif karena didukung dengan kemudahan berkomunikasi melalui teknologi yang mendukung. Dengan kemudahan berkomunikasi, tidak heran jika kamu dan generasi milenial lain intens menggunakan media sosial atau aplikasi lain yang ditawarkan melalui gawai. Melakukan lebih dari satu pekerjaan atau multitasking menjadi hal yang biasa dilakukan setiap hari. Dalam satu waktu, kamu bisa bekerja sambil mendengarkan musik atau berbelanja sambil sesekali melihat ponsel untuk memeriksa pekerjaan.

-Akses informasi yang terbuka lebar

Keterbukaan akses informasi juga menjadi nilai lebih bagi generasi milenial mendapatkan pelbagai pengetahuan yang dulu sulit terdapat. Dalam hitungan detik, melalui koneksi internet, generasi milenial hampir tahu segala hal di belahan dunia manapun.

Internet menjadi sumber informasi tidak terbatas untuk generasi milenial memperkaya pengetahuan sehingga generasi milenial lebih tahu apa yang mereka mau dan bisa coba. "Karakter tersebut terbentuk bukan dari individu sebab ini karakter bebas sehingga lingkupnya secara sosial atau makro," kata psikolog klinis dari Klinik Remaja dan Dewasa Ivan Sujana MPsi.

-Targetnya jelas, tapi ...

Generasi milenial juga dikenal dengan tipe indvidu yang memiliki target jelas untuk sesuatu. Menurut Ivan, hal ini baik, tetapi sering kali target itu hanya sampai jangka pendek. Target itu sering kali hanya menunjang eksistensi mereka di depan orang banyak atau membagikan di media sosial untuk mendapatkan pujian dan terlihat keren.

Dia mencontohkan, kebiasaan berbelanja generasi milenial cukup besar. Mereka menabung hanya untuk memuaskan hasrat belanja benda yang diinginkan atau menabung untuk bisa melakukan perjalanan ke suatu tempat yang sedang digandrungi. Mereka sering kali menaruh target pada hal yang bersifat sementara dan hanya memuaskan eksistensi.

-Melupakan target jangka panjang

Pemikiran untuk menabung dalam sesuatu yang bersifat lebih jangka panjang mulai dilupakan oleh generasi milenial. Pemenuhan hasrat berbelanja dan melakukan perjalanan lebih mendominasi untuk memuaskan secepat mungkin daripada menabung sesuatu yang belum terlihat untuk digunakan seperti apa tabungan tersebut. "Generasi milenial ini sering berpikir kalau uang pasti bisa selalu dicari, seharusnya mereka mulai memikirkan uang untuk disimpan ke dalam beberapa pos yang seharusnya bisa digunakan dalam sesuatu waktu yang tidak terduga," kata dosen psikologi Universitas Indonesia ini.

-Wirausaha

Dalam masalah pekerjaan pun, ternyata generasi milenial mulai mendapatkan pergeseran yang cukup besar. Jika dulu menjadi pengusaha belum terdapat dalam benak anak muda, saat ini justru anak muda lebih tertarik membuka peluang bekerja untuk dirinya sendiri, bahkan orang lain.

Melalui kesempatan membuka usaha yang lebih mudah dan konsumsi berbelanja yang besar, tidak heran jika generasi milenial sekarang sangat terdorong menjadi seorang pengusaha. Bekerja untuk diri sendiri yang tidak terkungkung oleh bilik-bilik kantor yang terkesan membosankan dan konservatif agaknya lebih menyenangkan. Keterbukaan teknologi membuat kondisi lebih dinamis dan membuka kesempatan lebih besar untuk mencoba dan berpetualang di lautan kreativitas.

-Terburu-buru ambil keputusan

Ketika kesempatan untuk mencoba kemampuan diri makin terbuka, ternyata dibarengi dengan kesalahan karena sering kali membuat keputusan yang terburu-buru. Lihat saja, bagaimana pertumbuhan produk baru yang semakin hari semakin pesat, tapi dibarengi pula dengan kurangnya persiapan matang sehingga sering terbentur dengan kegagalan di tengah jalan. "Enam tahun lalu masih belum ada tren orang untuk berkreasi, tapi lihat sekarang, generasi milenial justru tertuju ingin berkreasi lebih," ujar Founder Brightspot Market dan The Goods Dept Anton Wirjono.

-Mudah menyerah

Generasi milenial memang tertantang untuk mencoba menjadi pengusaha. Terlebih lagi, dengan bantuan internet membuat peluang mereka semakin besar. Promosi dengan mudah bisa dilakukan, bahkan beberapa bisa saja berjualan tanpa perlu memiliki lapak di dunia nyata.

Hanya, Anton sering kali menemukan beberapa orang yang sering kali bersemangat membangun usaha di awal kali merintis dan semakin loyo ketika berada di tengah jalan. Apalagi, ketika sudah terbentur dengan masalah, generasi milenial cenderung mudah menyerah dan meninggalkan usaha tersebut serta beralih mencoba usaha lainnya. "Tantangan pengetahuan berkualitas yang sering sulit didapatkan ini bisa diatasi dengan mengikuti seminar dan mendapatkan mentor yang berpengalaman," kata Anton.

-Perlu tokoh inspiratif

Di mata Anton, generasi milenial yang terbiasa terdidik dengan kepraktisan memang sering menghasilkan mental yang kurang teguh. Hal ini perlu diperkuat dengan tokoh-tokoh yang menginspirasi mereka secara langsung. Mereka dapat menjadi contoh atas sebuah keberhasilan bukan hanya pada titik kesuksesan, melainkan juga mulai dari merintis hingga proses jungkir balik menemukan permasalahan dan dapat berjuang untuk bertahan.

 c27, ed: Endah Hapsari

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement