Jumat 16 Sep 2016 16:00 WIB

Perzinahan Sesama Jenis Masuk KUHP

Red:

Foto : Republika/ Edi Yusuf  

 

 

 

 

 

 

 

 

Mahasiswa Bandung Raya menggelar aksi menolak LGBT, di Balai Kota Bandung.

 

 

Sekelompok masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Cinta Keluarga (AILA) mengkhawatirkan fenomena lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Mereka menilai fenomena tersebut semakin meresahkan, terlebih setelah Polri mengungkap kasus prostitusi gay yang melibatkan anak.

AILA kemudian berinisiatif mengajukan uji materi sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Mereka menilai, makna dalam pasal 284, 285, dan 292 KUHP terkait perzinaan, pemerkosaan, dan perbuatan cabul sesama jenis tidak sejalan dengan nilai moral, agama, dan budaya.

Kelompok ini bersama 12 pemohon lainnya dan dengan didampingi tim kuasa hukum dan para akademisi dari Gerakan Indonesia Beradab (GIB) mengajukan uji materi terhadap pasal-pasal tersebut ke Mahkamah Konstitusi pada Selasa (19/07).

Para akademisi dari GIB, di antaranya Rita Hendrawaty Soebagio, Dinar Dewi Kania, Sitaresmi Sulistyawati Soekanto, Nurul Hidayati Kusumahastuti Ubaya, Sabriaty Aziz. Fithra Faisal Hastiadi, Tiar Anwar Bachtiar, Sri Vira Chandra, Qurrata Ayuni, Akmal, dan Dhona El Furqon.

Menurut kalangan akademisi ini, homoseksual haruslah dilarang tanpa membedakan batasan usia korban, baik masih belum dewasa maupun sudah dewasa. Sehingga, para pelaku lesbian, homoseksual, biseksual, dan transgender (LGBT) dikenakan Pasal 292 KUHP dan dipenjara maksimal lima tahun.

Untuk Pasal 284, permohonan uji materi adalah dengan menghapus frasa "telah kawin" sehingga definisi perzinaan menjadi diperluas bukan hanya bagi orang yang sudah menikah. Sedangkan, Pasal 285 menghapus frasa wanita sehingga makna pemerkosaan diperluas bukan terhadap wanita, melainkan bisa terjadi terhadap laki laki.

Terhadap Pasal 292, AILA ingin agar MK menghapus frasa dewasa dan frasa yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa sehingga perbuatan cabul sesama jenis diperluas tanpa melihat batasan usia.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Sodik Mudjahid mengungkapkan, uji materi ini sesuai dengan Pancasila. MK dianggap sebagai garda terdepan sekaligus terakhir dalam menjaga nilai-nilai setiap produk hukum agar sejalan dengan semangat dasar negara dan UUD Negara Republik Indonesia 1945.

Sodik mengatakan, sumber dari segala sumber di sebuah negara adalah filosofi dan dasar negara itu. Di Indonesia, dasar negara adalah Pancasila. LGBT dinilai melenceng dari sila ke-1 dan ke-2 Pancasila. "Maka segala turunan undang-undang jangan sedikit pun memberi ruang untuk makin menjauh dari dua nilai dasar tersebut," ujar Sodik.

Republika menjajaki pendapat masyarakat terkait isu LGBT. Sebanyak lebih dari 600 pembaca merespons jajak pendapat yang dilakukan di Twitter ini. Ada dua pertanyaan yang diajukan. Pertama, setujukah LGBT dimasukkan ke dalam KUHP. Sebanyak tiga ratus orang merespons. Sebanyak 77 persen dari jumlah tersebut menyetujui LGBT masuk dalam KUHP. Sisanya, 23 persen, menyatakan tidak setuju.

Pertanyaan kedua, apakah LGBT melanggar hukum. Sebanyak 629 pembaca merespons. Sebanyak 89 persen pembaca menyetujui LGBT melanggar hukum. Sisanya, sebanyak 11 persen menjawab tidak.  ed: Erdy Nasrul

***

Generasi Bangsa Harus Dilindungi

Fakhrudin

Tenaga Kependidikan STEI Tazkia Bogor, Mahasiswa PDIE UNS Surakarta

Perilaku LGBT ada sejak zaman Nabi Luth AS. Peran pemerintah dan pemuka agama diperlukan untuk membendung menyebarnya perilaku yang menyimpang dari ketentuan kondrat insani ini. Bila perilaku menyimpang LGBT dibiarkan oleh negara, tidak menutup kemungkinan ini akan mengundang bencana besar bagi suatu bangsa dan kepunahan suatu generasi.

LGBT (lesbi, gay, biseksual, dan transeksual) yang dalam buku PPDGJ: Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa adalah merupakan penyakit gangguan psikologis dan perilaku orientasi seksual. Perlu disembuhkan dan dibuatkan ketentuan dan aturan hukumnya. Tujuannya agar mereka lebih berhati-hati dan terkoordinasi sehingga bisa ada di tengah masyarakat.

Saat ketentuan ataupun KUHP yang mengatur perilaku mereka tidak ada, tidak menutup kemungkinan mereka akan menyebarkan gaya hidup mereka kepada anak kita. Dengan diungkapnya kasus germo LGBT yang menimpa anak anak, ini menunjukkan mereka secara masif, bebas, dan liar menyebar kerusakan.

Pemerintah harus cepat mengambil tindakan dengan membuat KUHP untuk melindungi bangsa dari kepunahan. Bagi yang sudah terkena virus LGBT, pemerintah harus menyediakan sarana untuk menyembuhkannya.

Pengontrolan, Pengawasan, dan Penegakan Hukum Lemah

Salahudin Yuswa, Depok, Jawa Barat

Masih bebas beredarnya situs-situs berbau pornografi dan aplikasi gay bukti dari lemahnya sistem pengawasan pemerintah. Ditambah lagi, orang tua pun masih lalai dalam pengontrolan setiap perkembangan anak mereka.

 

Bertambahnya penemuan 18 aplikasi gay baru-baru ini dan bertambahnya 15 orang korban prostitusi anak untuk gay membuktikan pemerintah masih lemah dalam hal pengontrolan dan pengawasan serta penegakan hukum atas oknum pembuat dan penyebar situs-situs terlarang yang beredar saat ini. Ini juga bukti dari ketidakpedulian orang tua terhadap tumbuh kembang anaknya.

Tentu hal ini dapat menjadi pekerjaan rumah bersama. Sebab, situs dan aplikasi yang beredar sudah sangat merusak baik etika, moral, akhlak, maupun jiwa sang anak. Semua ini adalah ancaman buat negeri ini ketika generasi penerus bangsa sudah dirusak oleh situs dan aplikasi LGBT.

Perlu kiranya pemerintah lebih gencar lagi memberikan sosialisasi intensif mengenai bahaya dan dampak yang ditimbulkan oleh situs berbau pornografi dan aplikasi berbau gay melalui Kemenkominfo, Kemenag, Kemensos, Kemendikbud, serta Polri kepada orang tua dan masyarakat luas. Khususnya pada daerah-daerah pelosok yang sampai saat ini masih sangat minim tersosialisasikan.

Semoga dengan lebih gencarnya sosialisasi ini dilakukan oleh pemerintah dan Polri, itu dapat mengurangi, bahkan menghilangkan beredarnya situs-situs berbahaya tersebut dan generasi penerus bangsa ini dapat terselamatkan.

Pasal Khusus Penyedia Jasa Prostitusi LGBT

Herwin Nur

Kota Tangerang Selatan, Prov Banten

Mendengar kata atau frasa LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) masyarakat merasa risih. Mendengar saja sudah malu. Menyebut istilah seks yang normal saja memalukan, apalagi penyimpangan seks.

Masyarakat Jawa memahami akan terjadi zaman edan, zaman gila. Ditandai dengan terjadinya cinta sejenis. Jika sudah membudaya, akan meningkat, menjadi cinta dengan saudara kandung (entah apa isitilah ilmiahnya) ataupun yang ada hubungan darah. Puncak zaman edan ketika manusia mencari hewan sebagai sasaran pemuas nafsu seks.

Berawal dari kasus muncikari anak LGBT yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, persoalan LGBT sudah semakin meluas dan harus menjadi perhatian serius.

Pelaku, pegiat LGBT sebagai individu, perorangan, pribadi masih bisa bebas aktif dan aman berkat aturan main berbasis HAM. Kalau ada pihak yang memanfaatkan celah pasal kelemahan hukum, diimbangi sikap pemerintah yang setengah hati, LGBT bisa dikomersialkan, mempunyai nilai jual.

Adapun yang dirugikan bukan pemerintah, melainkan orang per orang yang notabene generasi penerus bangsa. Kerugian yang dialami korban tidak bisa ditakar dengan uang.

Hukum Berat Pelaku

Sri Hadi Fahrudin SH

Advokat sedang menempuh S-2 magister hukum di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang

Jangan beri ampun untuk germo dan pelaku LGBT terhadap anak. Mereka harus dihukum berat dengan pasal berlapis. Tiga undang-undang sekaligus: KUHP, UU Perlindungan Anak, dan UU ITE biar jera dan tidak berulang pada orang lain. Para pelaku ini tidak hanya merusak dan menghancurkan masa depan anak-anak. Mereka telah dengan sengaja merusak dan mengancurkan masa depan bangsa Indonesia.

Tidak hanya fisik yang dirusak, mental para korban juga rusak akibat ulah bejat para penjahat kelamin tersebut. Ini berbahaya, tidak boleh dibiarkan. Negara harus segera hadir memberi perlindungan terhadap anak-anak Indonesia. Anak-anak yang sekarang menjadi korban paedofil bisa jadi akan menjadi predator kalau tidak ditangani dengan baik. Korban perlu segera direhabilitasi dan dipulihkan kejiwaannya agar tidak terus-menerus mengalami penyimpangan seksual.

Ini tamparan keras buat pemerintah dan DPR. Segera sahkan RUU KUHP yang di dalamnya terdapat delik LGBT. Selama ini KUHP hanya menyebut larangan dan ancaman untuk pelaku perzinahan antara laki-laki dan perempuan. KUHP nanti mestinya dimasukkan juga perzinaan sesama jenis. Jangan ditunda-tunda, tunggu apa lagi? Korban 148 anak itu angka yang luar biasa banyak. Padahal, baru berapa bulan isu LGBT merebak. Alhamdulillah terbongkar sekarang. Kalau tidak, tentu makin banyak lagi korbannya. Apresiasi yang tinggi serta ucapan terima kasih patut kita berikan kepada jajaran Polri atas kerja cerdasnya ini.

Penyakit Masyarakat

Giyat Yunianto, Bekasi, Jawa Barat

Adanya jenis kelamin laki-laki dan perempuan merupakan bukti bahwa fitrah manusia memang diciptakan untuk berpasangan. Terkuaknya kasus germo anak LGBT harusnya membuat pemerintah sadar dan cepat bertindak agar kasus tersebut tidak berkembang luas di kemudian hari.

Ya, tentunya bukan pemerintah saja, para orang tua juga harus sadar akan pentingnya pengawasan terhadap pergaulan anak-anaknya. LGBT merupakan penyakit masyarakat yang harus segera ditumpas tuntas. Oleh karena itu, sudah saatnya LGBT masuk KUHP agar aparat penegak hukum memiliki dasar ketika mengambil tindakan. 

Tak satu pun orang tua di muka bumi ini yang menginginkan anaknya menjadi korban LGBT. Oleh karena itu, didiklah anak-anak kita sesuai fitrahnya sebagai manusia.

Ya Allah, sadarkanlah para pemimpin kami dan cerahkanlah hati mereka agar mampu membuat kebijakan yang dapat melindungi generasi bangsa dari penyakit LGBT yang merusak dan membahayakan.

Biarkan Anak Tubuh dan Berkembang Wajar

Tatang Muljadi, Pegawai Pemkab karawang, Jawa Barat

Kasus prostitusi anak laki-laki untuk konsumsi para gay jangan dianggap remeh dan main-main. Pemerintah harus segera dapat mengungkap tuntas jaringan bisnis yang bakal merusak moral anak-anak, bahkan masa depan bangsa. Untuk itu, penanganannya harus benar-benar serius, termasuk hukuman yang bakal dijatuhkan harus setimpal dengan perbuatan yang mereka lakukan. Si pelaku harus merasa jera dan orang akan coba-coba berbuat, akan berpikir berkali-kali jika terbersit ingin melakukan. Sehingga, akhirnya kasus serupa tidak akan muncul kembali di masyarakat.

Tindakan preventif pemerintah untuk melindungi anak (laki-laki) dari perbuatan bejat para predator anak dengan LGBT masuk ke dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan langkah tepat. Setidaknya hal ini akan mempersempit ruang gerak mereka sehingga sejarah kelam kehidupan manusia tidak terus saja berulang. Biarkan anak-anak kita tumbuh dan berkembang secara wajar, yang akan meneruskan kembang biak manusia serta menerima estafet kepemimpinan bangsa Indonesia dengan gemilang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement