Pemerintah Provinsi Aceh memberikan cuti enam bulan kepada ibu melahirkan. Hal ini dimaksudkan agar ibu dapat memberikan air susu ibu (ASI) dengan maksimal. Anak dapat tumbuh dengan baik sehingga dapat melanjutkan pembangunan bangsa.
Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh Nomor 49 tahun 2016 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif, dalam upaya memenuhi kebutuhan ASI dan terpenuhinya hak anak, perempuan, dan orang tua. Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, menerbitkan peraturan ini pada pertengahan Agustus lalu.
Peraturan ini memuat tentang cuti hamil selama 20 hari dan cuti melahirkan selama enam bulan bagi aparatur sipil negara (ASN). Mereka adalah pegawai negeri sipil, tenaga kontrak, dan lainnya, yang berkerja di jajaran Pemerintah Aceh.
"Terpenuhinya hak anak dan perempuan di Aceh merupakan tonggak awal bagi terciptanya generasi emas, yang akan menjadi pemimpin Aceh di masa depan," kata Gubernur di Banda Aceh, Senin (15/8).
Pergub tersebut juga mengatur tentang kewajiban perusahaan yang beroperasi di Aceh, dan mempekerjakan buruh perempuan dengan memberikan cuti hamil dan melahirkan. Dasarnya adalah peraturan perusahaan atau perjanjian kerja.
Kewajiban memberikan ASI eksklusif selama enam bulan tersebut termaktub dalam Pasal 6 ayat 1. Bunyinya, "setiap Ibu yang melahirkan harus memberikan ASI eksklusif selama enam bulan kepada bayi yang dilahirkan."
Pergub 49 tahun 2016 juga mewajibkan setiap perkantoran dan sarana umum lain untuk menyediakan ruang khusus untuk menyusui dan memerah ASI. "Ini merupakan sebuah terobosan yang bertujuan, untuk memenuhi hak reproduksi perempuan yang berstatus sebagai pegawai di lingkungan Pemerintah Aceh," katanya.
Republika mengadakan jajak pendapat pada Jumat (2/9) hingga Rabu (7/9). Mayoritas pembaca memberikan respons positif terhadap cuti ini. Dua pertanyaan diajukan dalam jajak pendapat ini. Pertanyaan pertama, setujukah dengan cuti melahirkan enam bulan seperti yang diterapkan Pemprov Aceh. Sebanyak 443 pembaca Republika merespons pertanyaan ini. Sebanyak 80 persen menjawab setuju. Sisanya tidak.
Pertanyaan kedua, setujukah cuti ini diterapkan secara nasional. Sebanyak 275 pembaca merespons. 79 persen menjawab iya. Sisanya tidak. ed: Erdy Nasrul
***
Harus Diapresiasi
Herwin Nur
Kota Tangerang Selatan, prov Banten
Ibu sangat dianjurkan menyusui anaknya sudah dijelaskan agama. Ini tidak perlu diperdebatkan lagi. Semua sepakat ASI sangat baik diberikan kepada anak.
Kemajuan zaman memang bisa mempengaruhi pola perilaku ibu menyusui. Saat ini, meski ada banyak pekerjaan, ada saja ibu yang menyempatkan diri mengirimkan ASI untuk anaknya di rumah.
Payung hukum untuk cuti melahirkan selama enam bulan akan lebih baik bila diterapkan secara nasional. Ini untuk mendukung ibu memberikan ASI kepada anaknya. Pemerintah Provinsi Aceh harus menerapkan apa yang sudah direncanakannya dengan baik. Memberikan cuti melahirkan adalah sesuatu yang harus diapresiasi.
Pemerintah Pusat Harus Mendukung
Salahuddin Yuswa, Depok, Jawa Barat
Terbitnya Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh Nomor 49 Tahun 2016 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif seharusnya didukung penuh oleh pemerintah pusat. Hal ini seharusnya bukan berlaku hanya untuk aparatur sipil negara (ASN) semata, melainkan pula untuk pegawai swasta. Sebab, hal ini sangat baik untuk perkembangan anak ke depannya. Ibu pun lebih bisa mendekatkan diri dengan anak yang dilahirkannya.
Aceh menerapkan hal ini bukan tidak mempertimbangkan peraturan perundang-undangan. Pemerintah Provinsi Aceh sudah mengkajinya sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI. Pemprov Aceh juga mengutip pula ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 128 ayat (1). Bayi berhak mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahirkan sampai enam bulan.
Dalam Islam, Rasullullah telah mengajarkan kepada para Muslimah untuk menyusui bayi selama dua tahun. Sebagai provinsi yang diperbolehkan menerapkan syariat Islam, sudah seyogianya pemerintah pusat mendukung keputusan Gubernur ini. Bahkan, menurut hemat saya, kalau perlu pemerintah pusat bersama DPR dapat segera merevisi ulang undang-undang yang mengatur aturan cuti. Sehingga ke depannya, keputusan ini berlaku bukan hanya untuk Provinsi Aceh, melainkan berlaku pula untuk seluruh wilayah.
Pemda Jangan Egois
Diding Jalaludin, Mahasiswa Fak Syari'ah dan Hukum UIN Raden Fatah Palembang
Baru saja reda pro kontra pembatalan ratusan peraturan daerah (perda), yang dianggap menghambat percepatan pembangunan oleh mendagri. Kini publik disuguhi kembali dengan pro kontra Peraturan Gubernur Aceh tentang pemberian ASI eksklusif dan hak cuti melahirkan selama enam bulan.
Saya kira, regulasi yang tertuang dalam Pergub (Peraturan Gubernur) Aceh Nomor 49 Tahun 2016 tersebut memiliki niatan yang baik dan perhatian khusus bagi ibu dan bayi. Tujuannya agar ibu fokus memberikan ASI eksklusif bagi sang bayi.
Namun, Pergub Aceh No 49 Tahun 2016 itu dalam hemat saya, bertentangan dengan PP No 24 Tahun 1976 tentang cuti bagi PNS. Pada Pasal 19 ayat (3) diatur hak cuti bagi PNS yang melahirkan hanya tiga bulan. Yaitu, satu bulan sebelum melahirkan dan dua bulan setelah melahirkan.
Selain berlawanan dengan PP No 13 Tahun 1976, Pergub Aceh yang baru ditandatangani tanggal 12 agustus 2016 tersebut bertentangan dengan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal 82, misalnya, menyebutkan hak cuti bagi PNS dalam masa persalinan hanya tiga bulan, 1,5 bulan sebelum persalinan dan 1,5 bulan setelah persalinan.
Memang tidak bisa kita mungkiri jika melihat Pasal 1 ayat (2) UU No 11 Tahun 2006, Aceh merupakan daerah otonomi khusus. Wilayah itu diberi kewenangan khusus untuk mengatur pemerintahannya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip NKRI yang tertuang dalam UUD 1945.
Selain Pasal 1 ayat (2), Pasal 7 ayat (2) pun mengatur Aceh berwenang menentukan kebijakannya selama tidak masuk pada ranah kewenangan pemerintah pusat. Namun, mengingat pegawai negeri sipil (PNS) merupakan satu kesatuan pegawai secara nasional, akan lebih elok jika Pergub Aceh tentang cuti melahirkan memperhatikan UU No 13 Tahun 2003 dan PP No 24 Tahun 1976 supaya perda tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi.
Pergub Dukung Perempuan
Nur Fitria Primastuti, Mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Salatiga
Di tahun 2016 ini, perjuangan kaum perempuan dalam memosisikan diri setara dengan laki-laki atas nama kesetaraan gender sudah sangat berhasil. Banyak kaum perempuan yang bekerja sejajar dengan laki-laki, berada dalam kantor yang sama, dan jabatan yang sepadan. Bahkan, tidak sedikit kaum wanita yang justru memiliki posisi lebih tinggi dari laki-laki dalam hal profesi.
Meskipun demikian, perempuan memilki tanggung jawab yang sangat besar terhadap regenerasi suatu kaum. Karena dari rahim perempuanlah generasi penerus lahir. Dari tangan-tangan lembut wanitalah, anak-anak akan dididik tumbuh besar untuk menggantikan generasi yang lebih tua.
Kebijakan Provinsi Aceh menjalankan Pergub Aceh Nomor 49 Tahun 2016 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif sangat mendukung peran perempuan. Sebelum adanya peraturan tersebut perempuan tetap dapat menjalankan tugasnya dalam memberikan ASI kepada buah hatinya, tapi dirasa kurang maksimal. Penyebabnya, waktu terbatas dan pekerjaan cukup keras akan memengaruhi kualitas ASI. Untuk pemberian ASI eksklusif bagi anak masih jauh dari harapan.
Peraturan Gubernur NAD ini diharapkan dapat meningkatkan mutu perkembangan anak, yang lebih jauh akan berpengaruh terhadap generasi yang akan datang.
Isyarat Baik Bagi Peningkatan SDM Indonesia
Tatang Muljadi, Pegawai Pemkab Karwang, Jawa Barat
Rencana Aceh memberikan cuti melahirkan selama enam bulan merupakan isyarat baik. Ini dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Setuju atau tidak, semoga contoh baik ini akan berjalan lancar bahkan kemudian diadopsi pemerintah pusat untuk diterapkan di provinsi lain. Peraturan ini juga diharapkan bisa dilaksanakan oleh pegawai swasta.
Sebagaimana kita ketahui, air susu ibu (ASI) merupakan asupan terbaik bagi si bayi dan tidak dapat tergantikan oleh susu formula mana pun. Dengan diberikannya kesempatan ibu pekerja cuti selama enam bulan, diharapkan bayi akan mendapat perhatian dari sang ibu dalam jangka waktu lebih banyak.
Ini sangat baik dari segi pemberian ASI dan frekuensi kebersamaan dengan ibu dalam pengasuhan. Sehingga dalam proses interaksi tersebut. akan dimungkinkan terjadi hubungan yang lebih erat keterkaitan dan keterikatan batin antara si anak dan sang ibu. Pertumbuhan anak akan berkembang dengan baik, sehat, dan wajar. Jika hal ini terjadi, langkah ini merupakan kontribusi yang amat berharga untuk bangsa.
Ingat, selain aset keluarga, anak adalah merupakan aset bangsa. Mereka adalah calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang.
Tingkatkan Kualitas Anak Bangsa
Giyat Yunianto, Bekasi, Jawa Barat
Perempuan memegang peranan yang amat penting dalam suatu negara. Bangsa akan berkembang pesat jika mampu memuliakan dan memberdayakan penduduk wanitanya.
Adanya Aceh yang memberikan cuti melahirkan selama enam bulan patut diapresiasi dan ditiru oleh provinsi lain. Dengan cuti melahirkan enam bulan, diharapkan interaksi antara ibu dan anaknya akan berlangsung secara intensif. Hal tersebut Insya Allah akan meningkatkan kualitas kesehatan dan kecerdasan anak di masa yang akan datang.
Memang tidak mudah mengubah aturan cuti melahirkan. Namun, jika hal tersebut berpengaruh bagi kualitas hidup generasi yang akan datang, tak ada salahnya untuk dicoba dan diterapkan di seluruh wilayah Indonesia.
Ya Allah sadarkanlah pemimpin kami agar mampu membuat kebijakan, yang memudahkan dan memuliakan perempuan dalam mengurus anak.
Perlindungan Maternitas Gagal
Siti Rofiah, Mahasiswa Universitas Hasyim Asyari, Jawa Tengah
Perempuan yang bisa melahirkan tidak hanya PNS. Banyak perempuan yang kerjanya tidak pasti, seperti buruh lepas, guru, karyawan, dan seterusnya. Mereka juga perlu mendapat perhatian lebih. Aceh memang memiliki otonomi untuk mengatur wilayahnya. Kalaupun pergub tentang cuti melahirkan telah dikeluarkan, dapat dipastikan pelaksanaannya masih jauh dari harapan.
Islam Memuliakan Wanita
Fakhrudin, Tenaga Kependidikan STEI Tazkia Bogor, Mahasiswa PDIE UNS Surakarta
Wanita dalam Islam menempati kedudukan dan posisi yang mulia, baik sebagai ibu, anak, saudara perempuan, maupun istri. Rasulullah mewajibkan suami untuk menafkahi istrinya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Saat seorang wanita harus bekerja guna membantu keuangan keluarga maka dia harus selalu ingat akan kodrat dirinya. Wanita dapat hamil, melahirkan, menyusui, dan mengasuh anak-anaknya. Kondrat ini yang harus dimengerti oleh pemerintah dalam mengambil kebijakan tentang ketentuan wanita yang bekerja.
Saat salah satu pemerintah daerah memberlakukan cuti enam bulan bagi wanita yang melahirkan, pemerintah daerah lain bahkan pusat harus mengapresiasinya. Ini harus didukung menjadi program pemerintah pusat.
Sisi positif dari perda pemberlakuan cuti enam bulan bagi wanita adalah memberi kesempatan untuk memberikan ASI secara eksklusif. Emosi yang dibangun antara ibu dan anaknya akan berlangsung lebih lama.