Jumat 12 Aug 2016 17:00 WIB

FOKUS PUBLIK- Pengakuan Freddy Jadi Sorotan

Red:

JAKARTA -- Terpidana mati kasus narkoba, Freddy Budiman, mewariskan pernyataan kontroversial. Pernyataan yang disampaikan kepada Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindakan Kekerasan (KontraS), Haris Azhar, itu berisi tudingan keterlibatan aparat dalam bisnis narkoba.

Dalam pengakuan yang dirilis Haris akhir Juli lalu, Freddy menyatakan, ada saja aparat yang menitipkan harga dari setiap penjualan narkoba yang dilakukan Freddy dan jaringannya. Ada yang menitipkan harga Rp 10 ribu. Ada juga yang mencapai Rp 30 ribu.

Sebelum menyebarkan pengakuan itu, Haris pernah menginformasikan pernyataan Freddy kepada Juru Bicara Presiden, Johan Budi, beberapa jam sebelum Freddy dieksekusi mati. Namun, Johan tak bisa langsung menginformasikan pengakuan itu kepada Presiden, karena Johan sedang tidak bersama Presiden.

Pengakuan itu belum sempat dikonfirmasi. Freddy sudah dieksekusi Tim Penembak Brimob yang dipimpin jaksa di Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) pada Jumat (29/7) dini hari.

Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, mengatakan, pihaknya akan menindak tegas oknum di internal lembaganya jika kesaksian aktivis KontraS, Haris Azhar, tentang pengakuan Freddy Budiman dapat dibuktikan kebenarannya. Gatot meminta pihak KontraS membeberkan secara jelas kesaksian Haris tersebut.

"Silakan saja beberkan. Kami akan bekerja sama dengan hukum. Di internal nantinya akan kami usut, pasti kalau memang ada. Tapi kalau cuma katanya-katanya tentu tidak," kata Gatot.

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Maneger Nasution berpendapat, jika apa yang disampaikan Freddy benar, maka pemberantasan narkoba gagal.

Tidak hanya itu, akan ada defisit kepercayaan dan moralitas terhadap dunia peradilan Indonesia. Untuk itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai pemimpin tertinggi dalam sistem presidensial diminta untuk melakukan sejumlah langkah, termasuk dengan membentuk tim independen.

"Ada baiknya Presiden Jokowi, sebagai pemimpin tertinggi dalam sistem presidensial, mengambil tanggung jawab dengan membentuk tim independen untuk menginvestigasi kebenaran testimoni tersebut. Sehingga persoalannya menjadi terang benderang," ujar Maneger dalam keterangan tertulis.

Pembentukan tim independen itu, ujar Maneger, dibutuhkan karena dalam testimoni itu ada sejumlah lembaga negara dan oknum penegak hukum yang disebut-sebut terlibat dalam bisnis ilegal peredaran narkoba. "Harapannya hasil investigasi tim independen itu lebih memberi harapan di tengah distrust publik yang luar biasa," tutur Maneger.

Tidak hanya itu, dengan adanya tim independen, publik juga akan semakin yakin dengan komitmen pemberantasan narkoba yang sempat didengungkan oleh Presiden Jokowi.     ed: Erdy Nasrul

***

Tidak Ada yang Suci

Salahudin Yuswa, Tapos, Depok, Jawa Barat.

 

Akhir-akhir ini publik diresahkan dengan pengakuan terpidana mati, Freddy Budiman. Dalam pengakuannya kepada Koordinator KontraS, Haris Azhar, Freddy menuding banyak oknum aparat lintas lembaga negara terlibat peredaran gelap narkoba. Sontak saja hal ini menjadi buah bibir masyarakat. Lembaga negara yang disebut Freddy adalah mereka yang selama ini selalu berkampanye perang melawan narkoba.

Jika ditelisik lebih dalam, pengakuan dan kesaksian Freddy memang patut dicurigai. Sebab, menjalankan bisnis narkoba dari dalam penjara itu tidak mudah. Namun, akan menjadi sebaliknya jika kejahatan itu dibantu oknum aparat.

Jadi, jelas sudah, apabila sampai saat ini peredaran narkoba di Indonesia sulit dihentikan. Narkoba terus beredar di tengah masyarakat. Karena mulai dari hulu sampai ke hilir, ada oknum lembaga negara yang bermain.

Inilah yang mesti diperbaiki oleh pemerintah. Sampai saat ini, yang dirasakan masyarakat adalah hukum dicederai oknum petugas hukum yang tidak bertanggung jawab. Hukum seolah berat sebelah. Siapa yang berani bayar mahal untuk sebuah kasus, maka dialah yang harus dikawal. Terlebih dalam kasus narkoba. Wajar saja jika banyak pihak yang memandang hal ini patut di-back up, terutama dalam kasus Freddy.

Jadi, jika memang mau dibenahi, pemerintah harus berani mengambil sikap potong satu generasi. Kalau memang mau benar-benar bersih, mari kita mulai dari sekarang. Mulailah dengan cara bersih-bersih oknum dari hulu sampai dengan hilir. Inilah yang dinamakan revolusi mental.

 

Bentuk Tim Independen

Fauzan Suhada, Depok, Jawa Barat.

 

Proses eksekusi mati tahap tiga, yang hanya dikenakan kepada empat terpidana mati bandar narkoba dari 14 terpidana mati, menimbulkan banyak tanda tanya. Belum lagi, ketika ketua KontraS, Harry Azhar, mengungkapkan informasi dari Freddy Budiman, dia telah menyetor uang ratusan miliar kepada oknum aparat, agar bisnis narkobanya berjalan mulus. Kontan, hal ini menjadi buah bibir di masyarakat.

Bahkan, DPR dan ormas seperti Muhammadiyah menyerukan agar dibentuk tim independen untuk mengusut hal ini. Lalu, siapakah sebenarnya pihak yang paling benar?

Hendaknya kebenaran yang disampaikan didasarkan atas bukti yang nyata. Janganlah bermain-main dengan bukti, karena ketika di akhirat nanti, semuanya akan terungkap. Anggota tubuh akan bersaksi sesuai dengan apa yang dilakukan seseorang (QS al-Baqarah: 147).

Kita harus tetap berpegang kepada kebenaran dan memperjuangkan kebenaran itu dengan menyiapkan bukti yang kuat. Waspadalah, orang-orang munafik senantiasa menampilkan dirinya bersih dengan wajah yang rupawan dan tutur kata memukau, tapi pada dasarnya mereka adalah pendusta. (lihat QS al-Munaafiqun: 1-4).

 

Usut Tuntas

Suwanto, Mahasiswa Fakultas Adab & Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

 

Pengakuan Freddy Budiman sangat mengejutkan. Negeri ini seakan sudah mafhum diketahui umum kasus peredaran dan penyalagunaan narkoba yang sudah mewabah ke berbagai lintas sektoral. Rakyat biasa, birokrat, hingga pejabat, tak jarang turut terlibat mengonsumsi atau mengedarkan barang terlarang ini.

Kesaksian Freddy Budiman patut diselidiki. Janganlah sampai informasi ini menguap begitu saja tanpa adanya tindakan sigap dari pemerintah.

Informasi tersebut tentu harus ditelusuri dan diusut sampai tuntas. Jangan sampai bisnis barang haram ini dipelihara di penjara. Tentu akan sangat berbahaya apabila bisnis narkoba berkembang di balik jeruji besi. Namun, jangan sampai informasi itu dijadikan kabar menyesatkan untuk menurunkan kredibilitas aparat negara.

Oleh karenanya, harus diselidiki dengan baik. Jika memang terdapat bukti yang kuat, pemerintah harus berani bertindak tegas. Hukuman harus ditegakkan tanpa pandang bulu atau tebang pilih. Meskipun yang terlibat aparat, harus ditindak sama seperti yang lainnya tanpa ada keistimewaan tertentu. Harapannya, semoga lingkungan kepolisian dan penegak hukum kasus narkoba bersih dari bandar dan pengedar narkoba.

Antara Panggilan Tugas dan Godaan Uang Narkoba

Herwin Nur

Kota Tangerang Selatan, Banten.

 

Wajar, masuk akal, dan manusiawi jika penyelenggara negara yang karena tugas dan fungsinya sebagai aparat antinarkoba banyak mendapat cobaan dan godaan. Dalam hitungan gram, nilai ekonomis narkoba mampu membuat iman goyah. Akhirnya, aparat dimaksud memang tidak menjadi pecandu narkoba, tetapi pecandu uang narkoba. Tidak ada dampak langsung memakan uang dari barang haram. Namun, ini menimbulkan dampak yang tak terbayangkan.

Sebenarnya, apabila aparat antinarkoba bekerja dengan baik dan benar, uang akan datang dalam bentuk gaji, tunjangan, honor, dan lainnya. Itu saja sudah lebih dari cukup. Mereka dapat menghidupi keluarganya dengan baik.

Namun, jika aparat masih mendapatkan uang dari bisnis haram narkoba, maka ini harus ditindak tegas. Jangan sampai mereka bergantung kepada bandar narkoba yang sudah jelas merusak bangsa ini.

Kejahatan Luar Biasa

Giyat Yunianto, Wisma Jaya, Bekasi Timur, Jawa Barat.

Narkoba sudah menjadi kejahatan luar biasa. Oleh karena itu, pemberantasannya pun harus sungguh-sungguh luar biasa.

Adanya pengakuan Freddy Budiman yang menyebutkan aparat lintas lembaga negara terlibat peredaran gelap narkoba, haruslah didalami dan diungkap dengan tuntas. Para penegak hukum harus serius mendukung upaya pengungkapan tersebut dengan melakukan pemeriksaan secara intensif kepada anggota mereka.

Ya, dengan adanya pengungkapan secara tuntas testimoni Freddy Budiman, Insya Allah tak akan ada lagi polemik berkepanjangan dan aparat pun dapat bekerja dengan optimal. Ya Allah lindungilah rakyat dan aparat lintas lembaga negara kami dari godaan dan gangguan narkoba yang terkutuk.

Putus Rantai Peredaran Narkoba

Siti Rofiah, Mahasiswi Unwahas Semarang.

Freddy Budiman mengaku memiliki kebiasaan buruk saat kecil dulu. Kemudian dia juga mengaku sudah menjadi mualaf sejak usia delapan tahun.

Ia juga telah keluar dari kehidupan miskin yang berantakan menjadi gembong bandar narkoba jaringan internasional. Freddy terbukti terlibat menyelundupkan 1,4 juta ekstasi dari China. Dia memesan ekstasi dari dalam penjara.

Telah menjadi rahasia umum tak mungkin Freddy bertindak seorang diri. Diduga kuat ada oknum aparat yang telah melanggar komitmen dalam memberantas narkoba.

Aparat seperti itu seharusnya ditindak tegas. Dihukum dengan berat untuk memberikan efek jera. Jika dibiarkan, akan ada rantai peredaran gelap narkoba yang tidak berkesudahan.

Meskipun kini Freddy telah tiada, bukan tidak mungkin masih ada bandar narkoba kelas kakap masih berkeliaran. Mereka masih memproduksi dan mengedarkan narkoba dalam skala besar. Ini tak boleh dibiarkan.

Fokus kepada Pihak Dalam

Afrikhatul Hikmah, Mahasiswa Matematika UIN Walisongo,Semarang, Jawa Tengah.

Freddy Budiman telah meninggal pada 29  juli 2016  karena statusnya sebagai terpidana mati kasus narkoba. Seusai meninggalnya bandar narkoba internasional itu, masyarakat dikejutkan dengan tulisan Haris Azhar koordinator KontraS di jejaring sosial. Haris menulis Freddy Budiman mengaku dibantu aparat dalam menjalankan profesinya. Karena tulisannya tersebut Haris Azhar harus rela dilaporkan oleh pihak yang merasa dicemarkan nama baiknya dengan beredarnya tulisannya tersebut.

Dengan adanya curhatan Freddy ini bisa menjadi kesempatan emas bagi aparatur negara mengemban tugasnya. Mereka bisa mengusut tuntas gembong narkoba. Pengakuan Haris harus dijadikan info awal, bukan malah dianggap ancaman, sehingga Haris dilaporkan telah mencemarkan nama baik.

Tidak perlu bertanya mengapa koordinator KontraS baru membeberkan curhatan Freddy saat ini. Yang penting kini kita tahu ada pihak dalam yang telah membantunya. Yang menjadi tujuan utama kita adalah mencari pihak-pihak tersebut dan menghukumnya dengan tegas agar menjadi efek jera bagi aparat yang terlibat kejahatan narkoba.

Jangan Bermain Mata Dengan Narkoba

Tatang Muljadi, Pegawai Pemkab Karawang, Jawa Barat.

Kalau saja benar pengakuan Freddy Budiman bahwa aparat lintas lembaga negara terlibat peredaran gelap narkoba, berarti pilar langit Indonesia benar-benar telah runtuh. Bagaimana tidak, aparat yang seharusnya menjadi penyangga dan benteng utama penangkal berbagai upaya jahat para gembong narkoba, harus bertekuk lutut dan rela bergandeng tangan membunuh perlahan generasi muda Indonesia tanpa perasaan.

Tanpa mengesampingkan azas praduga tak bersalah, pantas saja persoalan pemberantasan peredaran narkoba di negara kita tak pernah usai dan tuntas. Bahkan, terkesan semakin merajalela dari waktu ke waktu. Negara konon harus menyatakan perang terhadap narkoba serta harus mengumumkan isyarat bahaya alias darurat narkoba. Memang harus benar-benar disadari semua pihak, jangan coba-coba bermain mata dengan urusan narkoba, jika tak ingin bangsa ini lenyap dari peradaban dan percaturan dunia.

Kini masyarakat tengah menunggu hasil kerja keras para pihak terkait untuk membuktikan pengakuan Freddy Budiman itu benar-benar ada atau hanya sekadar ocehan sebelum meregang nyawa. Reputasi aparat mungkin tengah dipertaruhkan atas kasus penuh kontroversi ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement