Jumat 05 Aug 2016 14:00 WIB

Reshuffle tak Selesaikan Persoalan

Red:

Foto : dok.setkab.go.id  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

JAKARTA — Perombakan kabinet pemerintahan (reshuffle) diyakini tak menyelesaikan persoalan. Indonesia diprediksi masih tetap dalam jeratan persoalan ekonomi, kemiskinan, dan terorisme.

Hal ini tampak dalam jajak pandapat Republika yang dilaksanakan sejak 28 Juli hingga 3 Agustus 2016. Sebanyak 870 pengguna media sosial merespons jajak pandapat ini.

Ketika ditanyakan, apakah kabinet presiden sekarang ini bisa menyelesaikan persoalan ekonomi, kemiskinan, dan terorisme, hanya 26 persen pengguna media sosial yang mengiyakan. Sebanyak 74 persen lainnya menjawab tidak. Perombakan kabinet  mereka yakini tidak menyelesaikan tiga persoalan di atas yang menjadi sorotan.

Republika juga mengajukan pertanyaan yang sama melalui jejaring sosial Facebook. Sebanyak 25.419 pengguna media sosial ini memberikan respons. Ada yang memberikan respons positif. Ada juga yang sebaliknya. Respons tersebut merupakan bentuk perhatian masyarakat luas terhadap perkembangan politik akhir–akhir ini yang memanas.

Presiden mengklaim, persoalan ekonomi menjadi alasan utama untuk merombak kabinet. "Menjelang dua tahun pemerintahan, kita menghadapi tantangan-tantangan yang tidak ringan. Kita harus menyelesaikan masalah kemiskinan, kesenjangan ekonomi antarwilayah," ucap Presiden sesaat sebelum mengumumkan susunan kabinet baru di teras belakang Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (27/7).

Presiden mengatakan, Indonesia harus memperkuat ekonomi nasional untuk menghadapi tantangan ekonomi global. Jokowi mengklaim, perlu mengganti sejumlah menteri dan kepala lembaga di pemerintahannya. Tujuannya agar pemerintahan lebih solid sehingga bisa bekerja lebih cepat untuk menjawab tantangan tersebut.  ed: Erdy Nasrul

Bukan Berbagi Kekuasaan Semata

Tatang Muljadi, Pegawai Pemkab Karawang, Jawa Barat

Bongkar pasang kabinet pada pemerintahan siapa pun mungkin suatu hal yang lumrah. Apalagi, jika tujuan perombakan tersebut untuk semakin menjadikan jajaran di kabinet lebih solid sehingga kinerja pemerintah semakin tampak nyata dirasakan oleh seluruh masyarakat.

Khusus mengenai perombakan kabinet Jokowi yang baru saja berlangsung, dapat dikatakan memiliki nilai plus-minus. Dikatakan plus atau baik karena menteri-menteri yang sering menimbulkan kontroversi serta kinerjanya kurang memadai ternyata benar-benar keluar. Adapun, minusnya adalah ada menteri yang di mata masyarakat dirasa tidak bermasalah, tetapi  kenyataannya harus 'Brexit' alias benar-benar rela exit.

Sebenarnya, walaupun bongkar pasang kabinet merupakan hak prerogatif presiden, semoga saja penunjukan menteri-menteri kemarin bukan merupakan bentuk akomodatif atau langkah berbagi kekuasaan semata bagi para pendatang baru di lokomotif Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Terlebih lagi, bukan pula ancang-ancang untuk memantapkan rencana besar pada 2019. Semoga saja tidak.

         

Lumrah

Giyat Yunianto, Bekasi, Jawa Barat

Adalah hal yang lumrah jika Presiden Jokowi merombak kabinet karena hal tersebut merupakan hak prerogatifnya.

Ya, memang tidak ada kabinet yang sempurna. Oleh karena itu, para pembantu Presiden harus siap dievaluasi kinerjanya setiap saat.

Adanya perombakan kabinet di mata masyarakat merupakan hal yang wajar asalkan diikuti dengan kinerja yang memuaskan.

Bagaimanapun juga, masyarakat Indonesia membutuhkan hasil nyata dari kabinet dan tidak peduli dengan latar belakang kabinet dirombak.

Ya Allah, berilah kami pemimpin amanah agar dapat bekerja dengan istiqamah sehingga mampu mewujudkan Indonesia berkah. Amin. Wallahu a'lam bis shawab. Semoga bermanfaat.

Lelah Dengan Janji Manis

Syekha Anintya Inayatusufi, Mahasiswi Unida Gontor

Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki perubahan kehidupan berbangsa, bermasyarakat, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional. Reformasi mampu memberikan bukti yang nyata kepada rakyat bahwa reformasi kabinet mampu memperbaiki nasib bangsa dan mengangkat harkat dan martabat bangsa. Membawa kehidupan bangsa Indonesia dalam bidang ekonomi, politik, hukum, sosial, dan budaya menjadi yang lebih baik. Serta, mampu menjawab tantangan global yang terus melonjak.

Namun, ada kalanya reformasi menjadi suatu kekecewaan manakala berubah maknanya hanya untuk memamerkan keberhasilan menjatuhkan rezim. Bangsa ini memiliki sumber daya yang berkualitas. Yang diharapkan rakyat adalah bagaimana pemerintah memerhatikan masyarakat agar kehidupan mereka menjadi lebih baik.

Rakyat bukan menanti pelangi setelah hujan yang beberapa saat kemudian akan sirna. Mereka menantikan mata air yang kelak akan melahirkan anak sungai jernih dan bermanfaat. Masyarakat sudah lelah dengan janji manis yang hanya memberikan harapan. Mereka membutuhkan realisasi. Pemerintah harus melaksanakan program yang menyentuh masyarakat luas sehingga dapat menyelesaikan kemiskinan dan ketidakadilan.

Tugas kita sebagai bangsa Indonesia adalah mendukung terlaksananya program yang menanggulangi dua hal itu.

Batu Loncatan Menuju 2019

Herwin Nur, Kota Tangerang Selatan, Banten

Dua kali bongkar pasang Kabinet Kerja Jokowi-JK pada periode 2014-2019 menyiratkan pengaruh nyata politik transaksional di pesta demokrasi 2014. Pihak yang meloloskan Jokowi-JK menjadi presiden dan wakil presiden merasa berhak mendapat jatah kursi kekuasaan sebagai penyelenggara negara.

Jabatan bergengsi dan prestisius yang diincar adalah menteri atau pembantu presiden. Jokowi yang kental dengan darah Jawa sedikit banyak terpengaruh paham ngluruk tanpo bolo, menang tanpo ngasorake, sekti tanpo aji-aji, sugih tanpo bondho. Perhitungan waktu yang dipakai Jokowi mengumumkan perombakan kabinet memasuki tahun ketiga setelah pilpres 9 Juli 2014, yaitu Rabu Pon, 27 Juli 2016, sebagai weton Jokowi. Pengumuman itu bersamaan dengan peringatan 20 tahun peristiwa Kudatuli 1996.

Hasilnya, si anak manis sebagai kader PDIP yang patuh, taat, tunduk, dan loyal pada pimpinan partai semakin dewasa semakin merajuk ingin lebih. Semakin menunjukkan watak aslinya. Sudah jadi presiden, lupa berdiri, bahkan kebelet jadi presiden lagi.

 

Jokowi piawai memanfaatkan sikon saat parpol sudah kehabisan ideologi. Kendati diposisikan sebagai pion, justru posisi Jokowi sangat strategis dan taktis. Dukungan nyata parpol hanya pamrih di pesta demokrasi 2019 sebagai kesempatan emas. Hal itu memberi amunisi ke Jokowi dengan tujuan yang bersangkutan akan tertarik dalam gerbong partai yang mendukungnya. Bisa saja partai tersebut nantinya akan menggandengkan Jokowi dengan tokoh tertentu.

Langkah catur Jokowi memasang mantan jenderal di kabinetnya merupakan strategi dan taktik jitu. Ini memperkecil peluang sang jenderal jadi pesaing pada 2019. Di sinilah beda akal politik Jokowi dengan Megawati. Justru Jokowi belajar dari Megawati dengan cara kebalikannya, yaitu memanfaatkan siapa saja calon lawan potensial dengan memosisikannya sebagai pembantu presiden.

Diharapkan ruang gerak dan daya jelajahnya terkebiri secara konstitusional. Sekaligus menempatkan loyalisnya pada posisi strategis untuk mengamankan jalan menuju 2019.

Jalankan Tugas

Nur Fitria Primastuti, Mahasiswa IAIN Salatiga Fakultas Syariah Semester 6, Jawa Tengah

Presiden Jokowi untuk kedua kalinya melakukan perombakan kabinet kerja pada Rabu, 27 juli 2016. Perombakan kabinet untuk kedua kalinya ini menuai banyak perdebatan di masyarakat. Baik komentar positif maupun negatif, banyak bermunculan. Isu adanya kepentingan politik atas reshuffle kedua yang dilakukan oleh Jokowi lebih banyak mencuat dari kesekian alasan yang lain.

Terlepas dari hal tersebut, bukan tentang siapa yang digantikan atau menggantikan, bagi masyarakat yang lebih penting adalah bagaimana para menteri lama maupun baru sebagai pelayan rakyat itu dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Sesuai dengan tujuan Presiden Jokowi dalam melakukan perombakan Kabinet Kerja, yakni mempercepat ekonomi dan pemerataan pembangunan, para menteri dituntut memiliki etos kerja yang tinggi dan memerhatikan apa yang sebenarnya menjadi kebutuhan masyarakat.

Terlebih, kebijakan Presiden Jokowi memasukkan pemain lama, di antaranya, Sri Mulyani dan Wiranto, dalam susunan kabinet yang baru diharapkan mampu mewujudkan visi-misi presiden dan wakil presiden dan menjadikan kabinet lebih kompak dalam mewujudkan kesejahteraan Indonesia.

Dengan mengesampingkan kepentingan kelompok, apalagi kepentingan pribadi, dan lebih fokus pada kepentingan masyarakat, diharapkan mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Tak Bisa Berharap Perubahan

Fauzan Suhada, Sarjana Teknik Mesin UI Depok, Jawa Barat

Belum lama ini, Presiden Joko Widodo telah mengadakan reshuffle kabinet dengan mengganti 13 menteri lama dengan yang baru. Nama-nama yang muncul, seperti Sri Mulyani sebagai menteri keuangan, Archandra sebagai menteri ESDM, dan Luhut Panjaitan sebagai pengganti Rizal Ramli di posisi menko maritim, tampaknya tidak akan mengubah banyak garis besar kebijakan Presiden Joko Widodo yang proliberal.

Komitmen dari Sri Mulyani sebagai menteri keuangan untuk lebih menitikberatkan pada pemerataan manfaat kegiatan ekonomi dan menjadikan kementerian yang dipimpinnya menjadi teladan bagi birokrasi, tampaknya masih harus dibuktikan waktu. Demikian pula Archandra yang posisi awalnya adalah profesional.

Masyarakat Indonesia tampaknya tidak bisa berharap ada perubahan yang berarti. Kita harus ingat firman Allah SWT dalam QS an-Nisaa' ayat 144, "Wahai orang beriman, janganlah kamu jadikan orang-orang kafir sebagai pelindung daripada orang-orang mukmin. Apakah kamu ridha Allah akan melimpahkan kehinaan bagi kamu?"

Imam Ibnu Katsir mengartikan shulthaanammubinaa sebagai hujah nyata akan kehinaan bagi kamu. Ingatlah bahwa yang berhak menjadi pelindung (aparatur negara: presiden, menteri, gubernur, dan kepala daerah di bawahnya) bagi orang mukmin adalah orang mukmin.

Kita berlindung pada Allah SWT agar masyarakat Indonesia terlindung dari fitnah orang kafir. Islam membolehkan Muslimin kerja sama dengan orang kafir hanya dalam hal kerja sama dagang. Dalilnya adalah HR Bukhari Nomor 2326 dalam ar-Rahn dan HR Muslim Nomor 3008 dalam al-Musaaqah dari Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW membeli makanan dari orang Yahudi dan menggadaikan baju perang dari besi padanya.

Kemudian, ada juga HR Bukhari Nomor 2329 dalam al-Muzara'ah dan HR Muslim Nomor 1 dalam al-Musaqoh dari Ibnu Umar RA bahwa Nabi SAW mempekerjakan penduduk Yahudi Khaibar dengan upah separuh dari hasil panen buah dan tanamannya.

Melihat komposisi kabinet yang masih memasukkan menteri-menteri non-Muslim, tampaknya tidak akan membawa perubahan berarti bagi umat Islam. Sudah saatnya Muslimin lebih proaktif. Jika selama ini banyak menikmati keuntungan dari dagang, hendaknya berbesar hari mewakafkan hartanya bagi kepentingan maslahat umat Islam.

Bukan Milik Rakyat

Salahudin Yuswa

Masyarakat Kp Cimpaeun, Tapos, Depok

Perombakan kabinet Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla (JK) menyorot perhatian. Kalangan menengah ke atas sampai rakyat kecil pun ikut mengomentari perombakan kabinet ini. Memang yang namanya perombakan kabinet menjadi hak prerogatif presiden, tetapi perlu diingat, kabinet boleh saja berubah nama dan posisinya, tapi yang harus menjadi catatan adalah apakah perombakan tersebut berpengaruh signifikan bagi rakyat kecil.

Coba kita cermati dengan saksama setelah Jokowi mengumumkan nama menteri yang dirombak, banyak kalangan yang berpendapat positif, tetapi tidak banyak pula yang berpikir negatif. Sebagai contoh, dengan dimasukkan nama yang berasal dari tokoh lama di negara ini, banyak masyarakat yang beranggapan pemerintah tidak punya pilihan nama lain. Masyarakat menilai, dengan masuknya tokoh lama, menandakan Presiden melupakan janji kampanyenya, tetapi dari nama yang masuk, terlihat Jokowi bukan milik rakyat sebagaimana dari janji kampanye yang pernah terucap. Jokowi tak lebih adalah milik partai politik.

Contoh lain memang ada yang mengapresiasi Jokowi karena dengan kembalinya Sri Mulyani menjadi menteri keuangan dalam jajaran kabinet ini, banyak yang berharap ekonomi di Indonesia bisa lebih baik. Indonesia dapat lebih dihargai di mata internasional karena Sri Mulyani memiliki banyak koneksi dan jejaring yang luas, baik di dalam maupun luar negeri.

Banyak catatan dalam diri Sri Mulyani, tapi terlepas dari apa pun itu, dengan kembalinya Sri Mulyani, itu pertanda bahwa pemerintah berharap pertumbuhan ekonomi di Indonesia bisa lebih baik dan siap menghadapi dunia internasional.

Dua tanggapan yang beredar di masyarakat ini memang ada plus dan minusnya. Terlebih, masyarakat belum begitu merasakan perbedaan yang spesial dari pemerintahan saat ini. Walau demikian, tetap yang masyarakat harapkan adalah pemerintah dapat merealisasikan semua janji kampanye mereka. Jokowi dan JK harus terus memperjuangkan nasib rakyat, terutama mereka yang membutuhkan keadilan, kelayakan hidup, dan kenyamanan tinggal di negeri ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement