Jumat 03 Jun 2016 15:00 WIB

Pengawasan Hakim Jadi Sorotan

Red:

JAKARTA — Pengawasan hakim dinilai lemah. Kondisi pengawasan seperti itu dimanfaatkan sejumlah hakim nakal untuk korupsi. Apabila ingin mendapatkan vonis yang menguntungkan, uang yang disetorkan untuk si hakim itu berjumlah besar.

Hakim Toton dan Janer Purba misalkan, memasang tarif hingga Rp 1 miliar untuk vonis bebas. Uang disetorkan secara tunai. Janner dan Toton diketahui kerap berpasangan dan sudah membebaskan 10 orang terdakwa perkara korupsi di PN Bengkulu selama periode 2015-2016. KPK juga sudah menyita mobil Toyota Fortuner milik Janner Purba.

Uang tersebut diberikan agar majelis hakim yang dipimpin oleh Janner Purba dengan anggota majelis Toton dan Siti Ansyiria membebaskan Edi dan Syafri selaku terdakwa yang masing-masing dituntut 3,5 tahun penjara dalam kasus penyalahgunaan honor Dewan Pembina Rumah Sakit Umum Daerah Bengkulu Muhammad Yunus.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Bengkulu Janner Purba, yang tertangkap tangan oleh KPK saat menerima suap membebaskan terdakwa korupsi, layak dihukum seumur hidup. "Hakim Janner Purba yang ditangkap KPK perlu didorong divonis seumur hidup," kata peneliti ICW, Emerson F Juntho.

Ia menyebutkan, hukuman seumur hidup layak diberikan kepada Janner dan Toton. Dikatakan, hukuman berat itu sekaligus diharapkan memberikan efek jera, khususnya dengan Pasal 12 UU Tindak Pidana Korupsi.

Masih banyak lagi para hakim yang terseret korupsi. Republika melakukan jajak pendapat terkait persoalan hakim terlibat korupsi. Pertanyaan yang diajukan adalah apa yang menyebabkan hakim terlibat korupsi. Ada empat pilihan jawaban. Pertama, dorongan pribadi hakim. Kedua, gaji hakim kurang. Ketiga, lingkungan kerja mendukung. Keempat, pengawasan lemah.

Jajak pendapat ini diikuti oleh 658 pembaca Republika dari seluruh Indonesia. Jajak pendapat ini berlangsung mulai Jumat 26 Mei sampai 1 Juni 2016.  ed: Erdy Nasrul

DATA:

Hasil Jajak Pendapat

31 persen dorongan pribadi hakim

4 persen gaji kurang

31 persen lingkungan kerja mendukung

34 persen memilih pengawasan lemah

Daftar Hakim Terlibat Korupsi

Tripeni Irianto Putro        2 tahun penjara pada 2015

Amir Fauzi            2 tahun penjara pada 2016

Dermawan Ginting        2 tahun penjara pada 2016           

Janner Purba            Belum Vonis

Toton                Belum vonis

Pragsono             11 tahun kurungan penjara pada 2016

Kartini Marpaung        8 tahun penjara pada 2013           

Asmadinata            5 tahun penjara pada 2014

Heru Kusbandono        6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta pada 2013

Setyabudi Tejocahyono    12 tahun penjara pada 2013

Ramlan Comel         7 tahun penjara pada 2014

Pasti Serefina Sinaga         4 tahun penjara pada 2015

Imas Dianasari        6 tahun penjara pada 2012

Syarifuddin            4 tahun penjara dan denda Rp 150 juta pada 2012

Herman Alossitandi        4,6 tahun penjara pada 2006

***

Kecewa dan Geram

Ahmad Ulil

Korupsi merupakan tindakan yang amat merugikan. Pejabat dan aparatur negara harus menjauhi tindakan melanggar hukum tersebut. Hakim seharusnya dapat menjadi teladan untuk masyarakat. Bukan sebaliknya. Hakim yang korupsi mencoreng nama baik negara.

Sebagai masyarakat, saya kecewa dan geram atas tindakan korupsi yang dilakukan sejumlah hakim. Harapan masyarakat, hakim yang korup harus diproses hukum sebagaimana undang-undang yang berlaku.

Korupsi harus diberantas dengan tegas, tidak memandang jabatan apa pun. Negara kita berlandaskan hukum.

Sangat Memalukan

Habba Zuhaida, Mahasiswa UIN Walisongo Semarang

Korupsi merupakan kejahatan luar biasa karena melanggar hak ekonomi dan hak sosial masyarakat. Dari tahun ke tahun, angka koruspi di negara ini terus meningkat. Bahkan, akhir-akhir ini sedang ramainya korupsi yang dilakukan oleh para hakim. Hakim merupakan penegak hukum, yang semestinya mengadili dan memberikan  putusan mana pihak tersalah dan apa hukuman yang dijatuhkan. Lalu bagaimana jika penegak hukumnya justru melakukan perbuatan melanggar hukum? Apa hukuman yang pantas diberikan?

Korupsi yang dilakukan oleh hakim sangat memalukan. Jika dilihat dari gaji yang diberikan, sudah cukup tinggi untuk penghasilan per bulan. Tetapi, memang tabiat manusia yang tidak pernah merasa puas, berapa pun nikmat Tuhan yang diberikan jika tidak diimbangi dengan rasa syukur pasti selalu terasa kurang.

Dalam Islam dijelaskan, ada tiga hakim, yaitu satu hakim masuk surga dan dua lainnya masuk neraka. Yang masuk neraka adalah hakim yang menghukumi secara tidak benar, padahal ia mengetahui mana yang benar dan seorang hakim yang bodoh lalu menghancurkan hak-hak manusia. Kemudian hakim yang masuk surga ialah yang mengetahui hukum dan menghukumi dengan benar.

Integritas dan kualitas hakim masa kini perlu ditingkatkan, bukan hanya sekadar hakim yang pandai secara akademik, melainkan juga seorang hakim yang jujur dan adil, yang tidak tergiur oleh uang suap dari pihak yang berperkara. Hukuman untuk para hakim yang telah mengkhianati seluruh warga Indonesia ini harus dipertegas dan diperketat lagi. Jika perlu, hakim tersebut dicabut dari kedudukannya karena ia telah merugikan pihak-pihak yang benar dan membela pihak yang bersalah dengan disuap. Hukuman tersebut juga diharapkan mampu mencegah para hakim yang hendak melakukan perbuatan yang sama.

Isyarat Lampu Kuning Bagi Negara

Tatang Muljadi, Pegawai Pemda Karawang, Jawa Barat

Dalam masalah penyelesaian hukum, kehadiran seorang hakim sangatlah diperlukan, terutama yang adil. Hakim berada di garda terdepan bagi tegaknya keadilan. Hakim merupakan tumpuan harapan masyarakat pencari keadilan. Tidak memandang kaya atau miskin, kuat atau lemah, pejabat ataupun rakyat. Jelasnya, semua orang harus sama kedudukannya di depan hukum.

Namun, seiring dengan berjalannya waktu, hakim, yang merupakan benteng terakhir serta "wakil" Tuhan di dunia dalam menebarkan serta menyebarkan nilai-nilai keadilan, perlahan tapi pasti telah bobol tergerus oleh nilai-nilai nisbi yang bernama korupsi. Nafsu duniawi, perilaku hipokrit, dan hedonis telah merasuki pribadi hakim sehingga ada yang berani melakukan korupsi.

Langkah nyata yang menyeluruh dan serius merupakan kata kunci untuk segera membenahi serta mengembalikan hukum sebagai panglima dalam menyelesaikan persoalan. Di antara langkah tersebut, seperti melakukan seleksi calon hakim yang ketat, memperbaiki tingkat kesejahteraan hakim, pengawasan kinerja, serta penegakan sistem reward dan punishment yang tegas dan adil. Jika tidak, lampu kuning sejatinya telah mengisyaratkan pada negara, terutama bagi para pemegang kekuasaan di negeri ini. 

Tak Lagi Bela yang Benar

Lidus Yardi, Guru PAI di Kuantan Singingi, Riau

Salah satu tanda kerusakan yang terjadi di tengah masyarakat, bahkan suatu bangsa adalah apabila hukum tidak ditegakkan. Rasa keadilan sulit diraih. Hakim yang seharusnya menjadi panutan justru melanggar hukum. Tidak heran perkara hukum dapat diperjualbelikan. Hakim tidak lagi menjadi pembela yang benar, tapi membela yang bayar.

Tertangkapnya dua hakim Pengadilan Tipikor di Provinsi Bengkulu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini menjadi catatan buruk. Ini menggambarkan betapa bobroknya dunia peradilan di negeri kita saat ini. Harus ada langkah perbaikan peradilan Indonesia sehingga tidak terus memburuk. Jika kondisi ini dibiarkan, keberadaan hakim dikhawatirkan justru semakin menghilangkan rasa kepercayaan masyarakat.

Pertama, pengangkatan hakim harus benar-benar memperhatikan rekam jejak reputasi dan pribadi baik. Kedua, harus dilakukan pengawasan yang ketat terhadap hakim, terutama saat menangani proses perkara hukum. Ruang gerak hakim harus terpantau dan tidak bebas mengadakan pertemuan dengan pihak yang terlibat perkara hukum.

Ketiga, harus dibuat regulasi pemberatan hukuman khusus bagi penegak hukum yang melanggar. Hukuman terhadap hakim, polisi, dan jaksa yang terlibat praktik mafia hukum harus diperberat, misalnya, tanpa remisi dari presiden. Keempat, setiap penegak hukum yang berprestasi membongkar kasus besar, termasuk pelanggaran hukum yang terjadi di internal lembaga hukum itu sendiri, harus diberikan penghargaan.

Ini akan menjadi ajang kompetisi yang positif. Supremasi hukum akan semakin terlihat. Kelima, pendidikan karakter dan penghargaan kepada orang-orang yang berintegritas harus terus dipertahankan. Ini harus dilakukan sejak dini. Dimulai dari orang tua di rumah dan guru di sekolah. Selama ini tidak jarang terjadi, jika anak bersalah dan jujur mengakui kesalahannya hanya mendapatkan hukuman dari kesalahannya tanpa penghargaan dari kejujurannya. Perbaikan mentalitas penegak hukum membutuhkan peran semua pihak untuk perubahan dan perbaikan kedepannya.

Seleksi Diperketat

Giyat Yunianto, Wisma Jaya, Bekasi Timur, Jawa Barat

Tidak mudah untuk menjadi hakim karena profesi tersebut amat rentan dengan godaan dan ancaman. Untuk menentukan siapa yang benar dan salah dalam suatu kasus bukanlah perkara mudah. Apalagi, jika melibatkan penguasa dan pengusaha. Karena itu, tidaklah mengherankan jika semakin hari semakin banyak hakim yang ketahuan korupsi.

Pemerintah harus bertindak cepat dan tegas. Jika dibiarkan, masyarakat akan "main hakim sendiri" karena tidak percaya dengan para hakim yang ada di pengadilan. Insya Allah, jika seleksi untuk menjadi hakim diperketat dan pengawasan terhadap kinerja hakim dilakukan secara konsisten, tak akan ada lagi hakim yang berani korupsi.

Ya Allah, bukakanlah hati berilah hidayah kepada para hakim yang ada di negeri kami agar mereka mampu menahan segala bentuk godaan dan ancaman. Amin.

Kesejahteraan tak Jamin Hakim Bekerja Benar

Herwin Nur, Kota Tangerang Selatan, Banten

Sejarah membuktikan, jika terdakwa adalah rakyat biasa, hukum tampak gagah perkasa dan begitu digdaya. Tanpa pandang bulu dan tanpa ampun, hakim memproses perkara dengan cepat.

Jam terbang hakim akan menentukan mata batin dan kata hati sekaligus kemampuan membaca peluang untuk melakukan transaksi perkara. Hakim terinspirasi dari ulah negara dalam melaksanakan pesta demokrasi dengan melakukan politik transaksional. Hakim bebas berimprovisasi, menimbang untung rugi memproses perkara, bergantung pada berat ringannya bobot perkara.

Negara menjamin keamanan dan kesejahteraan hakim dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab penyelenggaraan kekuasaan kehakiman. Dengan pengertian, jaminan kesejahteraan meliputi gaji pokok, tunjangan, biaya dinas, dan pensiun serta hak lainnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 48 ayat (1) UU 48/2009). Namun, itu tidak menjamin hakim akan tetap berada di jalan yang lurus. 

Coreng Keadilan

Nur Fitria Primastuti, Mahasiswa IAIN Salatiga, Jawa Tengah

Berita mengenai hakim yang korupsi bukan hal baru di negara ini. Sudah banyak kasus serupa di seantero Indonesia yang membuat publik menggelengkan kepala. Hakim yang katanya wakil Tuhan itu memiliki andil besar dalam membantu mewujudkan tegaknya keadilan. Tetapi, kenyataannya ada saja oknum hakim yang justru menjualbelikan hukum dengan tindakan menerima suap.

Selain mencoreng nama keadilan di Indonesia, perilaku hakim yang koruptif membuat masyarakat semakin tidak percaya dengan keadilan di negeri ini. Akibatnya tujuan mulia dari hukum, yakni menertibkan masyarakat akan jauh dari harapan. Rakyat tidak akan lagi mengindahkan dan menjunjung tinggi hukum di Indonesia karena terbukti hukum dapat dibeli.

Hal ini tentu sangat memprihatinkan. Hakim yang korupsi menjadi bukti nyata bahwa cita-cita bangsa Indonesia dalam menegakkan hukum seadil-adilnya masih jauh dari harapan. Khususnya perguruan tinggi yang akan melahirkan calon-calon hakim di Indonesia perlu kiranya menanamkan sejak awal perilaku jujur, bertanggung jawab, dan rasa takut kepada Tuhan sehingga dapat melahirkan hakim-hakim dan penegak hukum lainya yang bermartabat.

Tinggalkan Perilaku Zalim

Fauzan Suhada, Depok, Jawa Barat

Membaca berita akhir-akhir ini tentang operasi tangkap tangan KPK terhadap hakim PN Kepahiang Bengkulu yang menerima suap sungguh memprihatinkan bagi kita. Ini merupakan gejala umum pada masyarakat yang sudah tak peduli halal dan haram dalam mencari nafkah. Teriakan Komisi Yudisial agar Mahkamah Agung mau diawasi membuat drama yang ada semakin memilukan. Keadilan sudah dicampakkan.

Ingatlah kita akan QS an-Nahl ayat 90: "Sesungguhnya Allah SWT menyuruh kamu berbuat adil dan kebaikan serta menyuruh kamu menyambung silaturahim keluarga terdekatmu, menahan dari perbuatan buruk dan mungkar, melarang kamu berbuat zalim. Semua itu telah diperintahkan Allah SWT padamu, semoga kamu mengingat-Nya."

Lalu, lihatlah QS al-Maidah ayat 8: "Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu berlaku tak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat ke takwa. Mengenai hukum bagi hakim menerima suap, lihatlah QS al-Baqarah ayat 188: "Janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian dari kamu secara batil. Jangan kamu membawa urusan ini ke hakim supaya kamu bisa memakan sebagian harta benda orang lain secara dosa, padahal kamu mengetahui."

Lihat pula HR Ahmad dan Thabrani: Rasulullah SAW bersabda: "Allah SWT melaknat orang yang menyuap, yang menerima suap, dan orang yang menjadi perantara keduanya."

Saya peringatkan pada masyarakat Indonesia untuk meninggalkan perilaku zalim. Takutlah akan azab Allah SWT dalam QS al-Maidah ayat 54: "Wahai orang beriman, siapa pun di antaramu yang melenceng dari ajaran-Nya maka sungguh Allah akan ganti mereka dengan kaum yang dicintai Allah SWT dan Allah SWT mencintai mereka, bersikap lemah lembut pada orang mukmin dan bersikap tegas pada orang kafir."

Senantiasa berjihad di jalan Allah SWT dan tak takut cercaan orang yang mencela. Allah SWT akan memberikan keutamaan pada yang dikehendaki-Nya. Dan Allah SWT Mahaluas (rezeki-Nya) lagi Maha Mengetahui. Inilah peringatan Allah SWT pada masyarakat Indonesia akan azab-Nya pada yang masih memberi amanah pada orang zalim dan masih suka berbuat zalim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement