Jumat 13 May 2016 18:00 WIB

FOKUS PUBLIK- Aparat Pelindung Bandar Narkoba

Red:

JAKARTA — Perselingkuhan aparat penegak hukum dengan Bandar narkoba bukan hal baru. Kedua pihak yang sejatinya berseberangan itu justru 'bermesraan'.

Pada 2011narapidana Nusakambangan Hartoni menyogok kepala lapas di sana, Marwan Adli. Sebagai imbalan, bandar narkoba itu mendapatkan berbagai kemudahan. Statusnya sebagai narapidana membuat dia tercatat mendekam dalam sel tahanan. Dia juga memiliki rumah sendiri tak jauh dari pagar penjara Nusakambangan.

Dari situlah, Hartoni diduga mengendalikan peredaran narkotika melalui jaringannya yang berada di Amerika Latin. Kasus ini terkuak setelah Badan Narkotika Nasional (BNN) menemukan indikasi keterlibatan Marwan Adli dalam peredaran narkotik. Dia diduga menerima sejumlah uang dari Hartoni dengan imbalan pemberian fasilitas dan kemudahan tempat tinggal.

Namun keberadaan bangunan tersebut kini tinggal cerita. Beberapa hari setelah penangkapan sejumlah pejabat lapas, Marwan memerintahkan anak buahnya untuk menghancurkan bangunan tersebut.

Baru-baru ini oknum Polri IL diduga menerima uang Rp 8 miliar dari bandar narkoba T. Keduanya ditangkap BNN dalam operasi tangkap tangan. Saat ditangkap, IL adalah Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Belawan, Sumatra Utara.

Untuk sementara penyidik menjerat oknum Polri ini dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). "Terhadap Kasat Reserse Narkoba Pelabuhan Belawan sudah kita lakukan pemeriksaan secara keseluruhan. Untuk sementara dikenai pasal 137 UU Narkoba dan pasal 5 UU TPPU," kata Deputi Pemberantasan BNN, Irjen Pol Arman Depari di Jakarta, Rabu (11/5).

Penyidik BNN juga memeriksa saksi dan tersangka IL terkait dengan TPPU. Namun, mantan atasan IL, yakni mantan Kapolres Pelabuhan Belawan Ajun Komisaris Besar Eddy Suwandono belum diperiksa. Arman mengatakan, pemeriksaan dilakukan berdasarkan hasil berita acara yang diperoleh dari berita acara pemeriksaan.

Pengungkapan kasus oknum Polri menerima suap narkoba ini berawal dari pengembangan kasus bandar narkoba T. Saat itu, BNN sedang menelusuri perkara TPPU untuk kasus narkoba dengan tersangka tersebut. Penyidik menemukan transaksi mencurigakan yang baru. Setelah ditelusuri ternyata transaksi itu dilakukan dengan oknum Polri IL.

BNN menangkap IL dengan menemukan barang bukti sejumlah uang tunai di tangan IL. Kemudian IL bersama tersangka T langsung dibawa dan ditahan di BNN Jakarta. Dari rekaman pembicaraan, IL meminta Rp 8 miliar, bahkan dalam rekaman itu dia mengatasnamakan Kepala BNN, Komjen Pol Budi Waseso.

IL pernah terlibat operasi penangkapan T di Lapas Lubuk Pakam pada Maret lalu. Oknum polisi itu pernah menangani kasus narkoba tersangka T, tapi perkaranya tidak dilanjutkan.    antara, ed: Erdy Nasrul

***

Hukumannya Harus Lebih Berat dari Bandar Narkoba

Habba Zuhaida, Mahasiswa UIN Walisongo Semarang, Jawa Tengah

Polisi merupakan penegak hukum. Jabatan polisi tidak boleh disalahgunakan. Amanah yang telah diberikan masyarakat ini seharusnya dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Kasus suap yang dilakukan bandar narkoba kepada oknum perwira polisi ini sangat tragis dan memalukan. Tidak hanya seribu atau dua ribu rupiah. Jumlahnya mencapai miliaran rupiah. Selain merugikan negara, hal ini juga sangat tidak bermoral. Karena bagaimana mungkin kesejahteraan ini dapat terwujud jika bandarnya mendapat jaminan keamanan oknum Polri.

Jika kasus ini telah terjadi dan ramai dibicarakan publik, hal ini tidak boleh terulang lagi untuk kedepannya. Kerugian akibat kasus suap yang dilakukan oleh aparat polisi sedemikan mungkin harus dapat dikembalikan. Jika pengguna narkoba dijerat pidana kemudian pengedarnya lebih berat untuk hukumannya, maka para pelindung dari bandar tersebut harus lebih berat lagi.

Oknum aparat yang menerima suap bandar narkoba layak dimiskinkan, hartanya dirampas negara dan mengambil atau menyita semua harta yang dimilikanya, dan dipenjara dalam jangka waktu yang lama sampai hukuman tersebut dirasa dapat menyadarkannya. Hal ini juga berfungsi untuk memberikan efek jera kepada para aparat lain yang hendak menerima suap dari para bandar narkoba.

Asal Harta Harus Jelas

Fauzan Suhada, Alumni Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat

Permasalahan narkoba di Indonesia sudah pada tingkat sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan data BNN, jumlah pengguna narkoba mencapai 5 juta orang. Dari temuan baru sidak BNN, banyak anggota TNI dan Polri yang positif mengonsumsi narkoba berdasarkan hasil tes urine.

Kini, ada lagi berita di media massa bahwa ada oknum Polri yang sampai mempunyai rekening miliaran rupiah dari bandar narkoba. Padahal, bahaya narkoba ini bisa diqiyaskan dengan hukum khamr, karena bisa menyebabkan gangguan fisik dan psikis pada penggunanya. Sehingga dari sisi hukuman had untuk para pengguna narkoba minimal dicambuk 80 kali dengan merujuk pada HR Muslim nomor 35 dalam Kitab al-Hudud.

Adapun untuk bandar besar narkoba bisa disamakan dengan pembunuh, semuanya tergantung penilaian hakim di persidangan, hal ini merujuk pada HR Bukhari nomor 6878 dalam Kitab ad-Diyat dan HR Muslim nomor 25 dalam kitab al-Qasamah.

Berbicara tentang harta suap yang diterima dari bandar narkoba, secara hukum bisa digolongkan pada dua hal. Pertama hukumnya syubhat jika penerima tidak tahu asal harta. Terhadap penerima ada dua pilihan. Boleh untuk memakannya jika merujuk pada HR Ahmad bin Hanbal dalam Kitab Jami'ul Ulum wal Hikam (I/200), namun membutuhkan persyaratan penerima sama sekali tidak tahu ilmu syariat. Berikutnya, harus segera ditinggalkan atau tidak diterima jika merujuk pada HR Bukhari nomor 2051.

Kedua, hukumnya haram jika penerima tahu pasti bahwa uang tersebut hasil dari perbuatan maksiat dan wajib ditinggalkan. Rujukannya adalah hadis riwayat Bukhari nomor 3842 dari jalur al Qasim bin Muhammad dari Aisyah. Abu Bakar seketika mengeluarkan makanan dari perutnya saat tahu bahwa makanan yang disajikan hasil dari pekerjaan seseorang yang menjadi dukun.

Maka marilah kita teliti kembali harta kita, jika ada harta syubhat segera kembalikan ke negara untuk kemaslahatan umat atau dibagikan kepada fakir miskin. Hal ini adalah pendapat Imam Malik yang dijadikan dalil oleh Ibnu Hajar al Asqalani dalam Kitab Fathul Baari (VI/186).

Untuk oknum polisi yang menerima suap dari bandar narkoba, juga para pecandu dan bandar narkoba semoga Allah SWT memberikan hidayah dan membuka pintu ampunan bagi anda semua. Segeralah kembali pada jalan kebenaran dan tinggalkan perbuatan dosa (lihat QS az-Zumar ayat 53-58).

Pengkhianat Negara

Herwin Nur, Tangerang Selatan, Banten

Frasa pengkhianat negara sudah jarang dipakai untuk menjustifikasi seseorang. Dulu frasa ini diterapkan pada pihak yang bekerja sama dengan musuh negara.

Kini ada oknum perwira Polri yang bekerjasama dengan bandar narkoba. Bukannya menegakkan hukum, oknum aparat ini justru menguntungkan penjahat. Oknum Polri ini berhasil memiliki rekening gendut. Oknum seperti ini bukan hanya layak dijerat pasal berlapis, namun juga disebut sebagai pengkhianat negara.

Wajar jika oknum ini menyangkal dengan berbagai dalih, mengelak dengan seribu alasan, menghindar dengan mengatasnamakan korps. Bisa saja dia membantah dan merasa difitnah. Upaya itu semua justru malah membuktikan bahwa yang bersangkutan bukan sebagai pemain tunggal.

Melanggar Kode Etik Profesi

Khasanatun, Mahasiswa UIN Walisongo Semarang, Jawa Tengah

Setiap profesi tentu memiliki kode etik yang mengatur bagaimana seseorang harus melakukan pekerjaannya, tidak terkecuali untuk penegak hukum seperti Polri. Semangat Polri untuk menegakkan hukum dicederai oleh oknumnya. Seorang perwira Polri yang mencemarkan institusinya dengan menerima suap dari seorang bandar narkoba.

Menerima suap merupakan perbuatan melawan hukum. Hal ini tidak seharusnya dilakukan penegak hukum, apalagi oleh seorang Perwira Polisi. Ditambah pula uang suap yang dia terima dari seorang yang menjual barang haram seperti narkoba.

Perbuatan tercela yang dilakukan oleh seorang oknum perwira Polisi yang memiliki rekening gendut dari bandar narkoba, tentu mencoreng wajah Kepolisian. Namun, hal ini juga bisa dijadikan koreksi dan introspeksi bagi Polri. Saya khawatir, jangan-jangan kasus ini layaknya gunung es, hanya seorang yang nampak di permukaan, namun sebenarnya ada polisi lain melakukan hal yang sama, namun belum terungkap.

Sangat Disesalkan

Giyat Yunianto, Bekasi, Jawa Barat

Tidak mudah menjadi Polisi, karena harus menjalani serangkaian tes yang bisa dibilang ketat. Oleh karena itu para anggota polisi haruslah bersyukur dan bangga karena mereka merupakan orang-orang pilihan negara.

Adanya oknum perwira polisi yang memiliki rekening gendut dari bandar narkoba sangatlah disesalkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa oknum perwira itu tidak menyadari bahwa dirinya merupakan orang pilihan, yang seharusnya menjadi panutan.

Aparat terkait harus ditindak tegas, karena bila dibiarkan nama kepolisian akan semakin tercoreng oleh ulah oknum yang tidak bertanggung jawab. Pengawasan dan pemeriksaan rekening anggota kepolisian lainnya juga harus terus dilakukan oleh pihak terkait, agar kasus serupa tidak terjadi lagi di masa yang akan datang.

Ya Allah, jagalah hati para pimpinan dan anggota kepolisian dari godaan yang melenakan.

Sangat Disayangkan

Tatang Muljadi, Pegawai Pemda Karawang, Jawa Barat

Kabar adanya rekening gendut oknum Polri sudah sejak dahulu beredar. Entah apa masalahnya. Walau kabar tersebut terbilang santer, tetapi tindak lanjutnya terasa kurang terdengar. Hanya satu dua orang yang sampai ke pengadilan dan telah mendapatkan ketetapan hukum.

Kali ini muncul kembali berita oknum perwira polisi yang memiliki rekening gendut. Tak tanggung-tanggung rekening tersebut mengalir dari seorang bandar narkoba. Polisi yang seharusnya menjadi pelindung dan pengayom masyarakat, mau menerima suap dari hasil kejahatan narkoba.

Hal ini amat disayangkan sekali. Dampak narkoba sangat berbahaya bagi generasi muda serta keberlangsungan sebuah bangsa.

Untuk menimbulkan efek jera, penegakkan hukum yang tegas, adil dan transparan haruslah dilakukan. Kelak tidak terjadi lagi kasus yang sama mencoreng korps penegak hukum di negara kita.

Ke depan diharapakan penegak hukum tidak ada lagi yang bermain mata dengan para pelaku kejahatan. Masyarakat sudah amat merindukan para penegak hukum (polisi, kejaksaan dan pengadilan) bersikap jujur, adil dan tegas terhadap seluruh elemen masyarakat yang tengah bermasalah. Semoga harapan ini akan segera menjadi kenyataan.

Putus Simbiosis Mutualisme Mereka

Siti Rofiah, Mahasiswa Pascasarjana Unwahas Semarang, Jawa Tengah

Institusi Polri genap usia 70 tahun. Seharusnya Polri mengubah diri menjadi institusi yang lebih ramah dalam mengayomi masyarakat. Polri harus berdiri di garda depan, menjadi teladan untuk bertindak bersih melawan kejahatan, khususnya gembong narkoba.

Rekening gendut yang mencapai Rp 8 miliar milik perwira polisi ini bukanlah kali pertamanya. Hal ini mengindikasikan adanya pembinaan yang kurang komprehensif dari internal kepolisian. Hemat saya, ini harus menjadi pelajaran. Polri harus berbenah dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya.

Satu diantaranya, dari beberapa alternatif yakni dengan adanya gerakan pemutusan simbiosis mutualisme antara mata rantai polisi dengan gembong narkoba. Bentuknya pemecatan dan menyerahkan rekening ke tangan rakyat melalui pemerintah, jika terbukti adanya pelanggaran.

Mengecewakan

Nur Fitria Primastuti, Mahasiswa IAIN Salatiga, Jawa Tengah

Narkoba merupakan permasalahan yang tidak kunjung selesai di negeri ini. Pemberantasan narkoba dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat. Polisi selaku publik figur dan sekaligus aparat penegak hukum tentu memiliki kewajiban yang lebih besar dalam pemberantasan narkoba.

Sayangnya, belakangan ini masyarakat dibuat kecewa akan tingkah oknum setingkat perwira polisi yang justru main belakang bersama bandar narkoba. Bukanya ikut memberantas barang haram tersebut, aparatur negara ini justru mendapatkan uang dari bandar narkoba. Bandar dapat leluasa beraksi menghancurkan generasi muda.

Hal ini tentu mencoreng nama baik Polri. Selain itu, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum yang satu ini juga pasti akan menurun.

Polisi tetaplah manusia biasa. Mereka bisa saja lalai dalam melaksanakan tugasnya dan bahkan menyalahgunakan kewenanganya. Oknum seperti ini harus ditindak tegas.

Masyarakat Sudah Muak

Ahmad Zuhdi, Mahasiswa STAI-PTDII, Tanjung Priok, Jakarta Utara

Rasanya masyarakat sudah muak dengan suguhan perilaku elite yang tidak bermoral. Misalnya, oknum perwira Polri di Sumatra Utara yang mendapatkan uang dari bandar narkoba.

Oknum seperti ini akan dijerat hukum di dunia. Sedangkan di akhirat, dia akan diminta pertanggungjawaban. Tidak menutup kemungkinan perilaku tercela yang dilakukan oleh oknum terkait merupakan usaha untuk menghilangkan asas kepercayaan masyarakat terhadap sistem pembangunan bangsa.

Hal ini tak bisa dibiarkan. Masyarakat menginginkan aparat yang dapat menegakkan hukum dengan baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement