Jumat 08 Apr 2016 18:00 WIB

FOKUS PUBLIK- Kelebihan Kapasitas Lapas Jangan Dibiarkan

Red:

JAKARTA — Lembaga pemasyarakatan (lapas) akhir-akhir ini menjadi sorotan. Sebab, lapas kerap menjadi tempat kerusuhan. Narapidana yang hidup di dalamnya mengamuk dan melawan sipir.

Pada awal April lalu, kerusuhan narapidana terjadi di Lapas Kuala Simpang, Aceh Tamiang, Aceh. Napi dikabarkan tidak terima dengan ucapan kepala lapas yang dianggap menyinggung keluarga narapidana yang sedang membesuk. Napi akhirnya mengamuk. Mereka membakar ruang perpustakaan.

Insiden yang sama juga terjadi di Lapas Malabero Bengkulu dan sejumlah lapas di Indonesia. Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dinilai gagal mencegah insiden tersebut. Narapidana sudah telanjur bersikap melawan sistem yang ada di dalam lapas.

Tidak hanya itu, napi juga kerap kabur meninggalkan lapas. Ini terjadi di lapas yang ada di Papua dan Bogor. Napi mempersiapkan diri dengan matang untuk dapat meninggalkan area tempat mereka menjalani masa hukuman.

Pemerintah mengakui, ada beberapa persoalan yang menyebabkan berbagai insiden yang terjadi di lapas. Pengamanan lapas sudah dilakukan, meskipun kurang maksimal. Salah satu penyebabnya adalah jumlah sipir yang kurang. Jumlah mereka tak sebanding dengan jumlah narapidana yang terus bertambah.

Selain itu, lapas mengalami kelebihan kapasitas. Para penghuninya semakin merasakan hal yang tidak layak. Hidup mereka semakin berdesak-desakan di dalam lapas.

Situasi lapas yang tertutup juga kerap dimanfaatkan sipir untuk menyalahgunakan wewenang. Sipir kerap menerima suap. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengakui, masih ada persoalan serius terkait peredaran narkotika di dalam lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan. Salah satunya terkait suap yang dilakukan oleh narapidana.

"Saya mengetahui benar persoalan ini masih terjadi karena ada perselingkuhan uang," kata Yasonna di gedung Kemenkumham, Jakarta Selatan, Selasa (5/4).

Yasonna juga menilai, peristiwa pembakaran Rutan Malabero di Bengkulu memperlihatkan sistem nol toleransi di lapas dan rutan belum berjalan. Yasonna pun meminta kepada seluruh kepala lapas di Indonesia untuk bertindak tegas tanpa terkecuali dalam membersihkan lapas dan rutan dari narkotika.

Selain itu, kata dia, pihaknya juga menyadari masalah mendasar dalam lapas adalah kelebihan kapasitas. "Jumlah petugas jauh lebih sedikit dibanding jumlah warga binaan atau tahanan. Namun, hal itu bukan alasan menyuburkan narkotika dari dalam penjara," ujar Yasonna.

Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong agar tidak ada perlakuan istimewa untuk penghuni lapas. ICW meminta Menkumham untuk segera melakukan penghapusan keistimewaan atau fasilitas khusus terhadap napi koruptor. Selain itu, aturan soal tata tertib narapidana selama di rutan dan lapas harus ditegakkan serta diberlakukan sama untuk semua narapidana, termasuk narapidana korupsi.

Menkumham diharapkan bisa melakukan perbaikan pengawasan terhadap para petugas lapas ataupun jajaran yang berada di bawah pengampuannya, seperti Kakanwil Kemenkumham Jawa Barat ataupun Kalapas Sukamiskin. Pun dengan sanksi tegas terhadap pihak-pihak yang diduga lalai dalam melakukan pengawasan terhadap narapidana koruptor.

"Dengan melakukan pergantian posisi terhadap para pihak yang diduga turut serta atau lalai dalam melakukan pengawasan terhadap napi, mulai dari kalapas Sukamiskin, hingga kakanwil Kemenkumham Jawa Barat," ujar peneliti hukum ICW, Laola Easter.

Dia menambahkan, Menkumham juga harus segera melakukan audit kinerja pengelolaan lapas dengan membentuk tim audit. Namun, tim audit ini bersifat eksternal dan independen. "Jadi, tidak berasal dari Kemenkumham ataupun dari pihak DPR," ujarnya.

Lebih lanjut, Laola menjelaskan, perlakuan istimewa yang diterima oleh para narapidana koruptor tidak akan menimbulkan efek jera terhadap narapidana tersebut. Karena itu, ICW, lanjut Laola, menyarankan ada pendekatan penghukuman lain selain pidana badan.

"Melihat masih cukup problematiknya pengelolaan lapas, mungkin sudah waktunya sanksi sosial diberlakukan bagi terpidana korupsi. Seperti pemiskinan koruptor dan dengan mempermalukan para koruptor secara sosial. Hal ini dapat dilakukan, misalnya, dengan pencabutan ijazah, pencabutan hak politik, ataupun sanksi sosial lainnya," kata Laola.   ed: Erdy Nasrul

***

Kelebihan Kapasitas Picu Konflik Internal

Herwin Nur, Kota Tangerang Selatan, Banten

Lembaga pemasyarakatan (lapas) sudah banyak yang kelebihan kapasitas. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik penghuni. Narapidana merasa tidak diperlakukan seperti manusia biasa.

Meskipun mereka terbukti melakukan tindak pidana, bukan berarti mereka dibiarkan hidup berdesak-desakan. Mereka tetap berhak untuk hidup bersosial dengan baik. Mereka berhak untuk beristirahat dengan tenang. Kemudian keesokan harinya dapat beraktivitas sesuai yang dijadwalkan oleh pemerintah.

Standar hunian lapas tentu tidak sama dengan standar hunian rumah tinggal. Kebutuhan luas lantai minimal sama dengan ideal per orang di rumah tinggal tidak bisa begitu saja diterapkan di lapas. Kalau ada tipe lapas berdasarkan luas bangunan dan luas tanah, tentu ada faktor penentunya.

Dalam rencana tata ruang dan tata wilayah, hanya membagi penggunaan tanah atau lahan sesuai peruntukkannya. Daya tampung dan daya dukung lingkungan harus diperhatikan. Selain kapasitas lapas, masalah jangkauan pelayanan juga menentukan keberadaan lapas.

Kisi-kisi bonus demografi juga menyuratkan bahwa sumber kerawanan pelaku tindak kejahatan berasal dari penduduk usia produktif. Tekanan ekonomi menjadi alasan utama terjadinya tindak kejahatan. Akibat lingkungan yang tidak dikondisikan dengan baik, mereka melawan petugas lapas.

Jika lapas proaktif dan mendekatkan diri ke masyarakat, jangan-jangan keberadaan lapas bisa sampai tingkat kelurahan/desa. Pemerintah harus mampu memprediksi jumlah penduduk sampai kurun waktu tertentu serta sudah mengantisipasi tingkat kejahatan lokal. Harus ada rumusan perbandingan kapasitas lapas atau rasio lapas dengan jumlah penduduk yang berpotensi jadi calon penghuni atau segala bentuk kejahatan yang berakhir di penjara.

Pemerintah Harus Tanggap

Giyat Yunianto, Bekasi, Jawa Barat

Lembaga pemasyarakatan atau lapas merupakan tempat binaan bagi mereka yang telah mendapatkan vonis bersalah dari hakim. Sebagai tempat binaan, sudah seharusnya lapas sesuai dengan kapasitas agar pembinaan dapat dilakukan secara baik dan benar.

Jika lapas kelebihan kapasitas, dapat dipastikan akan menimbulkan banyak masalah. Kehidupan di dalamnya bisa jadi tak mampu mengubah narapidana menjadi lebih baik. Pemerintah harus tanggap dan tidak boleh membiarkan hal tersebut terlalu lama. Bagaimanapun, para penghuni lapas merupakan manusia yang harus diperlakukan secara manusiawi. Mereka pasti bisa dididik agar menjadi insan yang lebih baik.

Insya Allah, jika lapas telah diperbaiki kapasitasnya, tak akan ada lagi kerusuhan yang selama ini kerap kita dengar. Ya Allah, berilah hidayah kepada para penghuni lapas agar mereka mampu menjadi manusia yang mandiri dan tangguh dalam menjalani kehidupannya.

Sempurnakan Peraturan

Al Firdaus, Joglo, Jakarta Barat

Beberapa pekan terakhir ada saja berita tentang tahanan kabur. Adapun yang menjadi pertanyaan adalah mengapa para tahanan dapat dengan mudah kabur? Apakah manajemen di dalam lapas kurang bagus? Seandainya manajamen lapas yang disediakan pemerintah bagus, sepertinya kejadian para napi kabur dapat dihindari.

Ketidakefektifan manajemen terlihat dengan kurangnya petugas di dalam lapas. Sebagaimana yang ditulis harian Republika akhir Maret lalu. Kurangnya jumlah petugas di lapas membuat para napi sulit untuk dikendalikan. Hal ini membuat mereka bertindak brutal.

Mantan narapidana yang kini menjadi dai, Anton Medan, menjelaskan, setiap bulannya para penghuni lapas bertambah. Sedangkan, petugas tidak mencukupi untuk mengawasi para napi. Lantaran itu, jumlah petugas yang ada saat ini tidak sebanding dengan jumlah warga binaan lapas, yakni 183 ribu hingga hari ini dengan rasio perbandingan 1:55.   

Selain itu, ia juga mengatakan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Pengetatan Remisi Bagi Terpidana Kasus Pidana Luar Biasa juga menjadi salah satu penyebab penuhnya lapas yang mengakibatkan over kapasitas. Sementara, kebanyakan penghuni lapas adalah mereka yang terlibat kasus narkoba

Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) harus segera bertindak untuk menyempurnakan peraturan yang telah ada. Supaya kasus kaburnya napi dari lapas tidak terjadi berulang kali. Tidak hanya itum sinergi Kemenkumham, Kemenkes, serta Kemensos dalam membina napi narkoba yang terus meningkat harus ada. Mereka harus disembuhkan dari ketergantungan dan menjadi masyarakat yang baik. 

Perlu Tindakan Preventif

M Riyan F Ramdlani, Tenaga Pendidik Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat

Jumlah lembaga permasyarakan (lapas) di Indonesia hingga saat ini sebanyak 118. Lapas menampung manusia yang memang memiliki catatan kriminal karena melanggar hukum. Sebagai upaya untuk mengurangi tingkat kejahatan dan kriminalitas, Pemerintah melalui penegak hukum tampak kompeten dalam pemberantasan kejahatan di lapangan. Jumlah narapidana dari berbagai profesinya didominasi oleh mereka yang terlibat korupsi dan penyalah guna narkoba. Jumlah mereka terus bertambah, sementara jumlah lapas tidak banyak bertambah.

Ketidakseimbangan antara jumlah lapas dan jumlah kapasitas napi ini menjadi permasalahan serius yang dihadapi pemerintah. Sebab, jumlah tahanan yang dijebloskan ke penjara lebih banyak ketimbang tahanan yang dibebaskan. Sementara, kuota jumlah tahanan telah ditetapkan oleh tiap lapas di masing-masing daerah.

Wajar saja saya katakan apabila banyak warga binaan yang kabur karena terbatasnya jumlah personel pengamanan. Ditambah lagi kurangnya pembinaan yang maksimal selama mereka di dalam lapas.

Pemerintah melalui Kemenkumham perlu melakukan tindakan preventif sebelum terjadi hal serupa yang tidak diinginkan. Upaya pemberian remisi terhadap warga binaan merupakan salah satu dari sekian banyak solusi yang dapat dilakukan.

Pemerintah perlu berhati-hati dalam menetapkan kebijakannya. Masyarakat Indonesia yang majemuk selalu mengawasi dan memberikan masukan terhadap kebijakan yang dibuat.

Semoga upaya pemerintah dalam menegakkan yang kebenaran dan mencegah kebatilan senantiasa diberikan kemudahan oleh Allah.

Segera Eksekusi Napi Hukuman Mati

Tatang Muljadi, Pegawai Pemda Karawang, Jawa Barat

Memang terasa aneh bila kita menganalisis kejadian yang terus berulang di negeri ini. Seolah seluruh warga bangsa ini tidak ada yang peduli, bekutat dengan persoalan sendiri, bahkan sepertinya di antara kita hanya pandai mencari pembenaran masing-masing.

Semestinya lapas tidak harus penuh sesak. Lembaga itu harus berkembang seiring dengan meningkatnya angka kejahatan di masyarakat. Seandainya sistem perencanaan dan fungsi manajemen pemerintah dilakukan dengan baik, pasti ada pengembangan dan peningkatan kualitas pembinaan di lapas.

Kita dapat menghitung kapasitas lapas serta memprediksi sejak awal untuk beberapa tahun ke depan. Dari kajian tersebut, barangkali dapat menentukan pilihan, memperbesar, atau membangun lapas baru. Alasan yang selalu ada adalah keterbatasan anggaran. Pemerintah harus bisa menyiasati agar pembangunan dan penambahan lapas bisa dilakukan.

Langkah lain adalah penegakan hukum yang tegas dilakukan dengan memberikan hukuman yang maksimal. Tidak perlu ragu memberlakukan hukuman mati dengan tanpa ampun, terutama terhadap pelaku tindak pidana narkoba. Karena penghuni terbanyak di lapas konon diisi oleh para pelaku tindak kejahatan narkoba. Dengan langkah-langkah tersebut, setidaknya orang akan berpikir berkali-kali untuk melakukan tindak kejahatan. Kapasitas lapas pun akan kembali normal dan ideal.

Tambah Sarana

Wahyuddin, Ponorogo, Jawa Timur

Pemerintah harus menambah sarana dan prasarana untuk narapidana. Meski mereka menjalani masa tahanan, bukan berarti mereka harus diperlakukan dengan tidak manusiawi.

Narapidana berhak untuk dapat beristirahat. Mereka juga harus beraktivitas mengikuti berbagai program pembinaan dan pemberdayaan yang sudah diprogramkan pemerintah. Saya berharap tak ada lagi kerusuhan lembaga pemasyarakatan (lapas). Narapidana dapat hidup dengan tenang. Mereka dapat bersatu untuk mengikuti kegiatan positif yang sudah direncanakan pemerintah.

Kejadian buruk akan berdampak kepada citra pemerintah. Kalau lapas sampai kembali mengalami kerusuhan, pemerintah dapat dinilai kurang cermat. Pemerintah masih menggunakan cara konvensional, yaitu cara memadamkan api permasalahan, seperti yang dilakukan pemadam kebakaran. Mereka baru bergerak ketika ada permasalahan. Jika tidak ada masalah, mereka diam saja.

Cara seperti ini jangan sampai menjadi tradisi. Penduduk negara ini sudah pasti akan terus bertambah. Bisa jadi ini angka penjahat juga akan bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.

Pemerintah perlu merencanakan pembangunan lapas baru. Jumlah sipir juga harus ditambah. Pengawasan lapas nantinya akan semakin ketat. Program pembinaan akan semakin maksimal sehingga narapidana akan menjadi insan yang bermanfaat setelah bebas.

Penguatan sipir dan sistem di lapas juga diperlukan. Ini berfungsi untuk mengantisipasi agar lapas tidak menjadi sumber pengendalian kejahatan. Kita sudah terlalu sering mendengar narapidana mengendalikan peredaran gelap narkoba. Bahkan, sipir dan petugas lapas di atasnya ikut terlibat.

Mental sipir harus ditingkatkan menjadi lebih baik. Mereka harus tulus dan ikhlas dalam menjalankan amanah sebagai sipir. Tugas mereka adalah membina narapidana agar menjadi insan yang lebih baik.

Pemerintah harus melakukan pembenahan internal. Peningkatan sarana juga tidak boleh diabaikan. Semuanya harus berjalan beriringan agar masyarakat di negeri ini menjadi lebih baik.

Pembinaan Lapas Harus Ditingkatkan

Alif Firmansyah, Bojonegor, Jawa Timur

Pembinaan di dalam lapas harus dimaksimalkan agar mental narapidana semakin baik. Ini berkaitan dengan pembentukan sikap dan kepribadian agar menjadi lebih baik. Kalau kepribadian sudah lebih baik, sudah pasti mereka tak akan melakukan kerusuhan.

Pembinaan yang baik akan membuat narapidana memiliki alternatif pekerjaan setelah mereka keluar dari lapas. Mereka tak akan kembali mengulangi kejahatan yang pernah mereka perbuat. Pemerintah juga harus memperbaiki dan menambah lapas. Banyak bangunan lapas sudah rapuh sehingga narapidana dapat mudah melarikan diri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement