Jumat 05 Feb 2016 17:00 WIB

Kenaikan Harga Semakin Mencekik Masyarakat

Red:

JAKARTA — Kenaikan sejumlah bahan pokok membuat masyarakat semakin kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Mereka terpaksa memangkas sejumlah kebutuhan.

Sejumlah pedagang daging sapi di Pasar Baru Mejayan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, mengurangi stok daging yang dijualnya. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kerugian menyusul semakin tingginya harga komoditas tersebut di pasaran.

Seorang pedagang daging sapi di pasar setempat, Karmi, mengatakan, saat harga daging sapi di kisaran Rp 90 ribu per kilogram, pihaknya selalu menyediakan stok di atas 20 kilogram. Kini, ia hanya menyediakan stok 10 kilogram.

Agar tidak rugi, ia sengaja menyediakan daging sesuai kebutuhan jumlah pembeli. Sebab, jika stok tetap sama seperti sebelum harga naik, ia akan merugi. Dagingnya yang tidak habis terjual dan sisa tersebut tidak bisa dijual lagi karena kualitasnya sudah tidak bagus. Pihaknya berharap harga daging sapi kembali turun seperti dulu yang berada di kisaran Rp 85 ribu hingga Rp 90 ribu per kilogram.

Harga daging sapi di Jabodetabek mencapai Rp 140 ribu per kilogram. Hal ini mempersulit sejumlah pedagang makanan olahan daging sapi. Tukang bakso misalkan, terpaksa tak berjualan karena merugi. Modal yang dimiliki tak cukup untuk membeli daging.

Wakil Ketua Kadin DKI Sarman Simanjorang menjelaskan, kenaikan harga daging sapi sudah melampaui daya beli masyarakat. Awalnya, Sarman mengira kenaikan harga itu disebabkan beban PPn 10 persen pemerintah terhadap sapi potong. Namun, kebijakan itu rupanya hanya seumur jagung sebab menteri koordinator perekonomian membatalkannya.

Setelah ditelisik, naiknya harga daging sapi lebih disebabkan oleh munculnya ketakutan pasar terhadap ketersediaan daging sapi. Stok yang ada diperkirakan tidak akan mencukupi untuk beberapa bulan ke depan.

Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti menyatakan kesiapan pihaknya dalam menelusuri mata rantai penyebab tingginya harga pangan. Badrodin menjelaskan, tiga penyebab tingginya harga, yakni keterlambatan pasokan yang disebabkan gangguan transportasi, ketiadaan persediaan barang, dan penyimpangan. Penyebab terakhir, lanjut dia, yang perlu mendapat perhatian penting.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajaran TNI dan Polri ikut berperan dalam menstabilkan harga pangan. Presiden meminta kedua belah pihak tidak segan turun ke lapangan untuk menelusuri permainan harga bahan pangan.

"Soal harga pangan yang tinggi, Polri dan TNI juga saya tekankan untuk turun ke lapangan. Cek langsung apakah benar tinggi, ada permainan atau bias-bias lainnya," kata Jokowi menegaskan di depan awak media usai menghadiri Rapim TNI-Polri 2016, pekan lalu.  ed: Erdy Nasrul

Usaha Kecil Terhambat

Tatang Muljadi, Pegawai Pemda Karawang, Jawa Barat

Harga daging dan sembako mahal bukan hanya berpengaruh terhadap sulitnya pemenuhan tingkat konsumsi masyarakat, melainkan juga terhambatnya usaha-usaha kecil yang dilakukan masyarakat. Karena, perlu diketahui, daging dan sembako banyak dibeli masyarakat bukan semata-mata untuk dikonsumsi, melainkan sebagai bahan dasar/campuran bagi usaha keluarga, seperti bakso, dendeng, abon, kue, serta usaha warung nasi, misalnya. Dengan naiknya harga kedua barang tersebut, para pedagang dan pelaku usaha kecil merasa kesulitan untuk menentukan harga jual.

Keadaan seperti ini tentunya jangan dibiarkan berlarut-larut dan terus berulang. Mungkin saja masyarakat kita bisa diarahkan untuk menyiasati mengganti daging dengan ikan, belut, tempe, atau tahu. Mengganti beras dengan jagung, ubi, dan ketela pohon sebagai upaya diversifikasi dan menghindari ketergantungan masyarakat terhadap bahan pangan unggulan. Tetapi, di sisi lain, sebagai negeri yang notabene negara agraris, tidak elok jika harus mengalami kelangkaan pangan serta harga bahan pangan mahal. Ketersediaan pangan dengan harga yang terjangkau masyarakat adalah tanggung jawab pemerintah dan kita menunggu serta mendukung langkah tepat yang bakal diambil pemerintah.

Rutin Gelar Operasi Pasar

Giyat Yunianto, Bekasi, Jawa Barat

Adalah kewajiban pemerintah untuk mewujudkan harga daging dan sembako yang mampu dijangkau oleh masyarakat. Mahalnya harga daging dan sembako merupakan peringatan untuk pemerintah agar dapat bekerja lebih keras lagi sehingga rakyat mampu mendapatkan kebutuhan pokoknya dengan harga yang murah. 

Rutin menggelar operasi pasar adalah salah satu cara yang dapat ditempuh. Dengan adanya operasi pasar, insya Allah lambat laun harga akan stabil sehingga masyarakat, utamanya ekonomi kelas menengah ke bawah, pun akan mampu untuk membeli kebutuhan daging dan sembakonya.

Ya, memang tidak mudah untuk menurunkan harga yang telah melambung tinggi. Banyaknya kepentingan yang bermain merupakan salah satu faktor utamanya.

Oleh karena itu, pemerintah dan pihak terkait harus berupaya keras untuk menurunkan harga daging dan sembako agar dapat menekan "gejolak" yang timbul di masyarakat. Ya Allah, berilah petunjuk dan kekuatan pada pemimpin kami agar mampu melayani kami dengan ikhlas dan sepenuh hati.

Optimalkan Sumber Daya Alam

Fauzan Suhada

Mahalnya harga sembako dan inflasi yang tinggi disebabkan oleh beberapa faktor. Dari segi moneter, membanjirnya pasokan rupiah ke sektor riil sehingga pedagang merasa punya tingkat negosiasi yang tinggi. Hal ini terjadi karena lemahnya pengawasan Bank Indonesia dalam mengawasi peredaran uang.

Bisa jadi karena Bank Indonesia tidak berwibawa sehingga setiap kali fixed rate ditetapkan, pasar valas justru reaktif melawan. Selain itu, tingkat suku bunga the Fed yang naik sehingga negara tujuan ekspor memberikan peraturan pada eksportir asal Indonesia untuk menukarkan uangnya di negara tersebut. Dampaknya, yang masuk ke Indonesia dari para eksportir tetap saja rupiah.

Hal ini bisa diatasi dengan cara mengoptimalkan sumber daya alam kita dengan tidak melepas begitu mudah barang berharga yang bernilai tinggi di pasaran. Tujuannya agar posisi negosiasi Indonesia naik.

Dari segi supply and demand, jalur distribusi sembako dan daging yang begitu panjang dan berbelit-belit. Hal ini bisa diperbaiki dengan cara memperbaiki dan memangkas distribusi supply and demand sembako. Caranya membangun banyak pasar dan sentra produksi di sekitar kawasan permukiman. Sangat baik jika lahan terbuka hijau di Jakarta dan kota-kota besar lain menjadi lahan produktif.

Prioritaskan Kebutuhan dan Stabilitas Politik

Epifanius Solanta, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Beberapa pekan terakhir ini, harga barang-barang kebutuhan pokok melonjak naik. Hal ini tentu saja sangat meresahkan publik. Akses untuk mendapatkan barang-barang kebutuhan pokok dengan harga yang relatif rendah semakin sulit. Kenaikan harga kebutuhan pokok hemat penulis tidak terlepas dari situasi politik yang terjadi di Indonesia saat ini.

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa beberapa pekan terakhir ini negara kita sedang mengalami banyak persoalan dalam tubuh birokrasi serta masalah keamanan. Terhadap kondisi ini, diperlukan sikap kritis dari seluruh masyarakat untuk memprioritaskan kebutuhan. Artinya, kita mengeluarkan uang untuk membeli barang-barang yang menurut kita sangat mendesak dan harus dipenuhi. Sementara, untuk barang-barang yang lain yang mungkin masih dalam skala, keinginan bisa ditahan dulu.

Lebih lanjut, dalam skala yang lebih besar, pemerintah harus peka dengan kenyataan ini. Kebijakan perlu dilihat secara lebih mendetail, terutama dalam memperbaiki tatanan ekonomi serta menciptakan iklim politik yang aman dan nyaman. Hanya dengan demikian masyarakat mampu menghirup udara segar dalam mengakses barang-barang kebutuhan pokok.

Jebakan Pasar Bebas Dalam Negeri

Herwin Nur, kota Tangsel, Banten

Di tingkat internasional, modus operandi pelaku ekonomi dari negara adidaya, kaya/maju, atau badan dunia adalah berusaha untuk memperlancar lalu lintas perdagangan antarnegara tanpa hambatan. Bahan baku olahan dalam negeri ataupun perusahaan bisa bergerak bebas dalam mencari pasaran dan tenaga kerja yang upah minimum lebih murah, aman, bebas intervensi. Semua ini berdasarkan asas meraih untung optimal dengan modal minimalis.

Di dalam negeri, tata niaga atau rentang antara produsen dan konsumen atau pengguna atau pemanfaat akhir sering harus melewati mata rantai yang panjang. Ada tengkulak, spekulan, penimbun, rente, dan profesi sejenis. Di lapangan, di pasar, siapa yang bisa mengawasi dan mengendalikan harga pasar.

Jujur saja, semua masalah berpulang pada pengetahuan konsumen. Konsumen tidak sekadar mengikuti panggilan kebutuhan isi perut, harus arif cerdas, harus bijak mengantisipasi kebutuhan pokok yang dibutuhkan secara bersamaan. Konsumen harus bisa menahan diri, tidak konsumtif.

Merusak Kecerdasan

Joni Masrul, Pekanbaru, Riau

Harga bahan pokok (sembako) terus naik, meskipun harga BBM sudah sedikit turun. Bagaimana menyikapi hal ini? Sebagian masyarakat tidak mempermasalahkan harga BBM yang naik. Karena, jika BBM naik, masih bisa disiasati dengan naik angkot atau meminimalkan kegiatan yang tidak penting. Bisa juga dengan mengganti kendaraannya dengan yang lebih hemat bahan bakar.

Jika lokasi tujuan tidak terlalu jauh, yang biasa menggunakan mobil bisa menggunakan motor yang jauh lebih hemat. Bahkan, masyarakat bisa membeli kendaraan bermotor yang jenisnya lebih hemat, kecuali bagi pedagang dan pengusaha, mungkin akan merasakan dampaknya.

Kenaikan BBM atau lebih tepatnya naik turunnya harga BBM adalah bentuk ketidakmampuan pemerintah dalam memprediksi dan menganalisis harga BBM sebulan, dua bulan, bahkan satu tahun ke depan. Karena, kenaikan BBM akan berdampak pada kenaikan harga yang lain (sembako). Dan, jika sudah naik, sulit akan turun kembali. Mengapa hal ini terjadi? Karena bahan pokok yang menjadi hajat hidup masyarakat tidak di bawah kontrol pemerintah. Semuanya bergantung pada mekanisme pasar.

Ini menjadi masalah sembako naik, sementara perusahaan tempat bekerja atau instansi tempat bekerja tidak memberikan kenaikan gaji. Karena mereka juga harus membayar lebih untuk biaya operasional perusahaan atau instansi, bagaimana mungkin mereka harus menaikkan gaji karyawan?

Jika sembako naik, tidak ada yang bisa ditekan lagi. Mana ada perut bisa dikondisikan. Lapar ya makan, tidak sanggup beli makanan yang sehat cuma bisa membeli bahan pangan yang minim gizi. Bagaimana dengan anak-anak yang membutuhkan makanan yang bernutrisi, susu, sayuran, dan buah? Ini pertanda secara perlahan mengurangi kualitas SDM anak-anak Indonesia.

Jangan-jangan salah satu penyebab gizi buruk adalah daya beli yang rendah pada masyarakat. Penghasilan rendah. Sementara, harga bahan pangan tinggi. Ketersediaan pangan sedikit karena pedagang lokal akan bingung berdagang. Modal tinggi tapi daya beli masyarakat rendah.

Mereka akan rugi. Akhirnya pemerintah menganggap bermasalah dengan ketersediaan pangan di Indonesia sehingga memutuskan mengimpor bahan pangan yang kualitasnya tidak lebih baik. Alasannya lebih murah. Lantas, apakah anak Indonesia akan dibiasakan mengonsumsi makanan dari bahan dasar dengan kualitas yang rendah?

Sungguh Memberatkan

Dian Suhara, Bekasi, Jawa Barat

Sebagai ibu rumahan, saya merasakan dampak kenaikan harga bahan pokok belakangan ini. Hal ini sungguh memberatkan. Pengeluaran terus bertambah. Kami selalu dituntut untuk lebih kreatif mengelola uang. Sedangkan, pasar terus-menerus menaikkan harga dengan berbagai alasan. Sementara, pemerintah terlihat belum memberikan keringanan bagi warganya.

Apalagi, sekarang marak pemutusan kerja secara massal. Ini akan semakin mencekik ibu rumah tangga apabila nanti anggota keluarganya kehilangan pekerjaan.

Ibu-ibu sekarang harus benar-benar memeras otak bagaimana menyiasati kebutuhan yang harganya terus melambung tinggi. Semoga pemerintah bisa lebih bijaksana. Bukan justru terus menuntut rakyat untuk hidup prihatin. Kami sudah prihatin dari dulu. Sudah saatnya subsidi-subsidi untuk kalangan pejabat dipangkas habis. Alihkan subsidi itu untuk rakyat yang benar-benar membutuhkan.

Kalo bisa sih harga stabil dan murah macam zaman Orba, swasembada pangan. Subsidi buat orang-orang yang benar-benar membutuhkan.

Terasa Betul Kenaikan Harga

Eva Purbayanti, Ponorogo, Jawa Timur

Kenaikan harga daging sapi dan ayam sangat dirasakan masyarakat luas. Saudara saya ada yang berbisnis ayam goreng. Terasa betul kenaikan harga daging ayam. Ini membuat bisnis tak berjalan mulus.

Produksi terpaksa dikurangi. Harga tak bisa dinaikkan karena akan membuat konsumen kabur. Kalau ukuran ayam dikecilkan, akan membuat pembeli mengeluh. Terasa pusing untuk memikirkan bagaimana cara mengambil keuntungan.

Kalau bisa pemangku kebijakan jangan membuat pusing. Harus ada gebrakan yang bisa membuat harga kebutuhan hidup terjangkau.

Kalau bisa pemerintah memiliki andil besar menentukan harga. Jangan sampai yang bermain adalah pasar karena belum tentu memikirkan masyarakat luas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement