Jumat 22 Jan 2016 14:00 WIB

FOKUS PUBLIK- Dr Rica Hilang Gafatar Muncul

Red:

JAKARTA — Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) menjadi sorotan masyarakat luas. Pemerintah menegaskan, gerakan ini bertentangan dengan ajaran agama yang dianut masyarakat umum sehingga berpotensi meresahkan.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, organisasi yang tak sesuai dengan ajaran yang benar harus dilarang. Pernyataan ini terkait dengan gerakan organisasi Gafatar yang dikaitkan dengan hilangnya sejumlah warga. "Ya, semua gerakan yang tidak sesuai dengan ajaran yang benar itu harus dilarang. Itu ada aturannya oleh kejaksaan," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (13/1).

Maraknya isu Gafatar bermula dari isu orang hilang yang terjadi di banyak daerah. Awalnya di Yogyakarta. Warga di sana, Dr Rica Tri Handayani, dibawa sejumlah orang. Kemudian isu orang hilang ini ternyata terjadi di banyak wilayah.

Gafatar ternyata memiliki kekecewaan terhadap pemerintah. Mereka tak terima dengan kebijakan pemerintah sehingga berkeinginan mendirikan kota mandiri di wilayah Kalimantan. Pengikutnya dibawa ke sana untuk memulai hidup baru. Tetapi, rencana mereka memulai kehidupan baru itu ternyata membuat keluarga mereka resah. Mereka akhirnya membuat laoran orang hilang ke kantor polisi terdekat. ed: erdy Nasrul

***

Pertimbangkan Ulang Vonis Sesat Gafatar

M Arfan Mu'ammar, Gresik

Menurut penuturan beberapa penganut Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara), mereka bukanlah agama baru. Gafatar hanya fokus dengan aksi sosial dan budaya, seperti donor darah dan tapak tilas memperingati Hari Pahlawan 2012.

Dalam kasus Ahmadiyah, MUI menyatakan bahwa kelompok itu adalah sesat, dengan dalih bahwa Ahmadiyah mengaku sebagai bagian dari agama Islam. Ini masuk kategori penistaan agama karena unsur dasar dalam Islam disalahkan oleh Ahmadiyah.

Jika menggunakan perspektif ini, Gafatar bukanlah aliran sesat dan tidak termasuk kategori penistaan agama. Karena, Gafatar tidak mengaku bagian dari Islam ataupun mengklaim sebagai agama baru. Mereka hanyalah ormas yang aktif pada ranah sosial dan budaya.

Memang masih dibutuhkan penelitian mendalam mengenai Gafatar. Namun, setidaknya peneliti Pusat Penelitian Keagamaan Balitbang-Diklat Kemenag Abdul Jamil Wahab telah melakukan riset tentang Gafatar dan menyimpulkan bahwa tidak semua pengikut Gafatar dicekoki keyakinan Millah Abraham, hanya pengurus yang mendapatkan informasi soal ajaran Millah Abraham.

Dengan demikian, vonis sesat bagi Gafatar perlu dipertimbangkan ulang, mengingat MUI masih melakukan proses kajian yang mendalam. Pemerintah seyogianya membina dan melindungi anggota Gafatar yang mengalami kekerasan dan pengusiran di beberapa daerah.

Rangkul Korban Gafatar

Ken Setiawan, Pasar Minggu, Jaksel

Mereka yang menjadi anggota Gafatar adalah korban. Sudah seharusnya mereka dirangkul dan diselamatkan agar dapat kembali dalam kehidupan masyarakat. Jangan sampai mereka diperlakukan sebagai pelaku kejahatan. Mereka adalah bagian dari masyarakat. Mereka perlu dicerahkan supaya bisa kembali turun ke masyarakat.

Mereka yang tergabung Gafatar bukan pelaku kejahatan. Meskipun sudah teradikalisasi secara pemikiran, mereka adalah korban yang harus diselamatkan. Jangan sampai mereka dibiarkan sehingga bisa saja mengarah kepada pemahaman radikal.

Selain itu, keluarga sebagai orang terdekat jangan terlalu memaksakan mereka melakukan kegiatan seperti yang orang tua inginkan. Ada teman keluar karena dipaksa oleh keluarga yang melihat ini salah tapi tidak diberikan solusi atau pencerahan. Sementara, pikirannya masih di sana, dipaksa di rumah harus melakukan kegiatan seperti yang orang tua sebutkan. Akhirnya mereka depresi.

Gafatar: Organisasi yang Berpotensi Menjadi Negara dalam Negara

Nurcholis Gufron, Jombang

Istilah Gafatar akhir-akhir ini melambung. Belasan orang hilang dari pelbagai daerah di Indonesia dikaitkan dengan organisasi dengan nama panjang Gerakan Fajar Nusantara pimpinan Mahful M Tumanurung.

Situs resmi Gafatar di dunia maya Gafatar.org mengulas secara luas profil organisasi ini untuk meyakinkan publik organisasi ini layak berada dan tumbuh bersama organisasi yang mendapatkan legalitas dari pemeritah. Visi Gafatar digambarkan dengan menggunakan bahasa atau istilah yang familiar dalam falsafah Pancasila yang fasih, seperti ketuhanan yang mahaesa, keadilan sosial, dan misi bernaung dalam nilai luhur bangsa.

Namun, perlu diketahui sebelum dideklarasikan di Kemayoran dengan nama Gafatar, organisasi ini telah menggunakan nama Millah Abraham yang secara bahasa berarti agama Ibrahim. Kalau dilihat sekilas, pemilihan kata Millah Abraham ini sepertinya mencatut dari Alquran, "Millata Ibraahiima hanifa."

Hanya, untuk menghilangkan jejak bahasa Alquran ini, nama Ibrahim dieropakan menjadi Abraham untuk menyesuaikan dengan misi dan visi organisasi ini. Di dalamnya ada campuran tiga agama samawi, yakni Islam, Kristen, dan Yahudi. Kecermatan memilih bahasa ini memperlihatkan bahwa pembesut organisasi Gafatar memang mempunyai keahlian dalam mengonsep, menyatakan, dan membungkus suatu aktivitas agar terlihat tak menyeleweng.

Nama NKSA kependekan dari Negara Karunia Tuhan Semesta Alam juga digunakan. Nama baru ini tidak lain adalah sama sekali tidak berubah dari sebelumnya dalam hal visi dan misi alias sebatas menghilangkan jejak kesesatannya demi melanjutkan ekspansinya.

Gafatar kemudian diisi oleh anggota yang kecewa dengan kebijakan pemerintah. Segala kekecewaan itu dicurahkan dalam pergerakan yang terangkum dalam Gafatar. Mereka membangun kota mandiri dari hibah seorang kepala suku di Kalimantan yang menjawab kegagalan Pemerintah Jakarta. Jika benar link-link yang memperkuat visi misi organisasi ini salah satunya NII atau Negara Islam Indonesia yang lama menjadi incaran intelijen Indonesia, kemungkinan arah terbentuknya negara dalam negara menjadi sangat mungkin.

Jika pembangkangan mereka terhadap keputusan negara dibiarkan berlarut-larut, perlu dipertanyakan kredibilitas pemerintahan yang bertanggung jawab atas ketertiban warganya. Bukan hanya terorisme yang mendapatkan porsi perhatian dan curahan energi, melainkan membentengi NKRI dari rongrongan makar juga tak kalah urgen untuk diperhatikan.

Ulama Harus Giatkan Dakwah

Wahyudin, Ponorogo

Ulama tak boleh tinggal diam menyikapi Gafatar. Mereka harus berdiri di garda terdepan untuk berdialog dengan mereka yang aktif di ormas tersebut. Dialog yang penuh kearifan akan semakin membuat masyarakat memahami di mana titik persoalan maraknya persoalan Gafatar yang muncul akhir-akhir ini.

Yang dibutuhkan masyarakat adalah sikap dari ulama dan pemerintah. Ketika ulama memberikan pencerahan, sudah pasti masyarakat akan mengerti langkah apa yang harus dilakukan. Akan sangat arif apabila persoalan Gafatar ini dapat diselesaikan dengan cara penuh hikmah, sebagaimana Islam mengajarkan umatnya untuk berdakwah dengan cara tersebut.

Saya berharap persoalan Gafatar ini tidak disikapi dengan brutal. Masyarakat tidak tersulut emosinya. Aparat dapat menjaga situasi keamanan dengan baik. Ketika ada persoalan menyangkut Gafatar, pemerintah dapat mengambil langkah cepat dan bijak. Tujuannya untuk melindungi masyarakat luas.

Kita ingin Indonesia ini selalu damai dan tenteram. Tak ada bom. Tak ada kelompok yang dituding sesat. Jika ada persoalan muncul, negara selalu hadir sehingga masyarakatnya selalu terlindungi.

Masyarakat Harus Hati-Hati

M Fikri, Poso, Sulteng

Isu Gafatar baru-baru ini muncul ke permukaan. Ini menjadi perhatian bersama. Masyarakat semakin waspada dengan adanya isu tersebut.

Baru-baru ini ada ustaz di sekitar tempat tinggal saya di Poso, Sulteng, berdakwah di masjid. Dia mengaku dari Gafatar. Dia aktif membersihkan masjid dan sejumlah tempat ibadah. Dia menganggap semua agama sesat.

Hal ini membuat tokoh masyarakat dan ulama sekitar marah. Mereka menyikapi kedatangan ustaz tersebut dengan bijak, meskipun marah. Ustaz tersebut diminta dengan baik-baik untuk meninggalkan kampung halaman kami.

Ulama sudah tentu harus mendalami ajaran dan doktrin kelompok ini. Jika memang sesat, pemerintah tak boleh tinggal diam karena ini meresahkan masyarakat.

Fanur M Sobirun, Pandeglang, Banten

Munculnya aliran keyakinan baru menjadi sebuah indikasi kegagalan negara dalam membina keyakinan masyarakatnya. Pemerintah seharusnya dapat mengakomodasi kepentingan masyarakatnya dalam berkeyakinan. Jika ini tidak berjalan maksimal, ada kelompok masyarakat yang nekat membuat keyakinan atau kelompok baru, seperti Gafatar ini.

Kapasitas pemerintah yang tidak memadai dalam mengelola negara tidak bisa menghasilkan pemimpin yang baik. Pemahaman agama semakin dangkal. Gafatar adalah salah satu pelarian karena kekeringan jiwa akibat dari pengaruh arus globalisasi.

Bergerak Bersama-sama

Suhail Anshory, Malaysia

Semua ormas Islam harus bergerak bersama-sama menyikapi munculnya Gafatar. Kelompok seperti ini harus disikapi bersama, tidak bisa sendiri-sendiri. NU dan Muhammadiyah harus bersinergi menggalakkan dakwah ke pelosok Tanah Air.

Penyelesaiannya tak hanya dengan pendekatan persuasif, tapi juga hukum. Ini negara hukum. Masyarakat harus merasakan keadilan. Kamp remaja harus diperbanyak. Kegiatan pesantren kilat harus digalakkan. Tujuannya untuk menyegarkan pemahaman keagamaan sejak usia dini.

Selain itu, sekolah berbasis agama harus menerjunkan alumninya untuk berdakwah. Ilmu mereka harus ditransfer kepada masyarakat. Ini akan efektif mencerahkan pemahaman keagamaan masyarakat.

Biasa Saja

Indra Diputra, Makassar, Sulsel

Isu Gafatar di Makassar biasa saja. Masyarakat di sini beraktivitas seperti biasa di saat isu Gafatar merebak. Sebagai dosen di sebuah perguruan tinggi, saya memperhatikan isu Gafatar tak banyak mengganggu aktivitas akademik di kampus.

Mungkin ada yang berdiskusi tentang hal ini, tapi tidak menjadi isu yang hangat. Masyarakat lebih disibukkan dengan isu lain yang sedang santer diberitakan dan berkaitan erat dengan kehidupan mereka.

Saya melihat isu Gafatar ini perlu disikapi oleh ulama. Mereka adalah rujukan masyarakat terkait persoalan keagamaan. Semoga persoalan ini dapat disikapi dengan bijaksana.

Semoga saja nantinya Gafatar dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat luas sehingga bisa berbaur.

Stempel Panas dari Masyarakat

Syafaat Mohammad, Kuningan, Jawa Barat

Saya kira masyarakat tidak akan gegabah memutuskan sikap tegas terhadap Gafatar. Mereka juga tidak tinggal diam atas beredarnya cerita-cerita sumir tentang aktivitas ganjil Gafatar yang menjadikan isu sosial sebagai gincu bagi proyek doktrin kecil-kecilan kelompok ini.

Isu ini sama mengganggunya dengan isu babon terorisme. Dua hal yang saya kira sama diterima oleh kelompok Gafatar dan keluarga terorisme adalah keduanya menerima sanksi sosial yang sangat merugikan berupa stempel panas. Bedanya, stempel sosial bagi keluarga teroris berupa sanksi senyap cenderung reaktif dari masyarakat, seperti penolakan penguburan jenazah. Sedangkan, kelompok Gafatar menerima stempel panas dari masyarakat yang bahkan bisa bergulir menjadi bola panas dan kerap mendapatkan reaksi destruktif berupa penyerangan masif.

Terkait dengan sikap pemerintah terhadap kelompok Gafatar, saya kira bisa dimulai dengan jalur dialog terbuka yang menyehatkan. Dialog sebagai media saya kira masih menjadi satu-satunya jalur moderat bagi kelompok manapun yang memiliki paham messianistik itu. Dari dialog yang menyehatkan tersebut, pemerintah sebenarnya bisa memetakan ruang mana yang sejatinya bisa menjadi prioritas untuk diterobos, ekonomikah, psikologikah, pendidikankah, atau teologi.

Dari ruang-ruang terpapar itu, pemerintah bisa melanjutkan langkah melalui identifikasi kelompok kepada arah dialog dalam lapisan lainnya, seperti memberikan mereka ruang terbuka sebagai wujud pendidikan kultural.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement