Selasa 01 Dec 2015 13:00 WIB
HARI AIDS

Pencegahan Penularan Ibu ke Anak

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, HARI AIDS- Pencegahan Penularan Ibu ke Anak

Saat ini, layanan tes HIV/AIDS juga gencar dilakukan kepada ibu hamil. Pusat-pusat kesehatan menyediakan tes HIV melalui voluntary counseling and test (VCT). Langkah ini dilakukan sebagai salah satu upaya pencegahan penyebaran virus HIV.

Menurut Muhammad Tamjid dari Divisi Pelatihan Informasi Yayasan Spiritia, tes VCT terhadap ibu hamil sah saja dilakukan dan bisa jadi merupakan langkah bagus untuk pencegahan. Tetapi, upaya itu adalah langkah di hilir. Baiknya, mekanisme pencegahan dilakukan di hulu. "Pengidap akan terus bertambah jika upaya pencegahan tidak masif dan sampai ke akarnya," kata dia, akhir pekan lalu.

Tamjid menyebut, tidak semua ibu hamil rentan mengidap HIV/AIDS. Terkecuali orang yang berisiko, seperti memiliki suami yang dulunya merupakan penasun, hubungan seks berisiko, atau misalnya si ibu hamil yang merupakan mantan pekerja seks. "Jadi jangan menunggu hamil dulu baru tes. Pencegahan bisa dilakukan mulai dari kontrol pornografi, baik di kalangan anak maupun dewasa, misalnya," kata Tamjid.

Untuk memutus mata rantai HIV/AIDS, Siti Suginati, pendiri Yayasan Sahabat Anak Ibu dan Remaja (SAHIRA) juga memiliki pandangan serupa. Betul, kata dia, jika anak dalam kandungan belum tentu akan tertular penyakit. Tetapi, pencegahan sebaiknya bukan hanya ketika ibu hamil, melainkan sebelum itu.

"Umpamanya bisa dibentuk peraturan daerah (perda) soal pencegahan HIV/AIDS ini. Jadi, sebelum hamil pun, ada semacam sosialiasi untuk pasangan atau yang mau menikah. Jadi, langkahnya lebih maju daripada kalau sudah hamil baru dites," kata Gina menerangkan.

Sedangkan bagi psikolog klinis, Baby Jim Aditya, langkah tes HIV pada ibu hamil juga menunjukkan patriarki yang bias gender atau sikap menomorduakan perempuan. Menurutnya, akar persoalannya yang justru harus diatasi. Berbagai upaya pencegahan belum tepat sasaran sehingga ketika ibu rumah tangga menjadi kelompok paling banyak tertular pun, kata dia, kita menjadi seolah kebakaran jenggot.

Dia pun menyarankan, mekanisme pencegahan yang efektif bisa dimulai sejak dini atau di kalangan muda. "Mengapa misalnya tidak dimuat dalam kurikulum saja di sekolah soal HIV/AIDS, pencegahan tidak bisa dilakukan setahun sekali, problem ini bervariasi," katanya menjelaskan. n c19 ed: dewi mardiani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement