Jumat 13 Jan 2017 17:00 WIB

Kementerian Keuangan Lelang SUN Rp 15 Triliun

Red:

JAKARTA -- Kemenkeu akan melelang lima seri obligasi negara atau surat utang negara (SUN) pada Selasa (17/1). Dana dari hasil lelang SUN tersebut akan digunakan untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu dalam keterangan resminya, Kamis (12/1), menyebutkan, jumlah indikatif SUN yang dilelang Rp 15 triliun dengan target maksimal yang dimenangkan Rp 22,5 triliun.

Kelima seri obligasi itu adalah seri SPN03170418 (penerbitan baru) dengan pembayaran bunga secara diskonto dan jatuh tempo 18 April 2017 serta seri SPN12180104 (penerbitan kembali) dengan pembayaran bunga secara diskonto dan jatuh tempo 4 Januari 2018.

Selain itu, seri FR0059 (penerbitan kembali) dengan tingkat bunga 7,0 persen dan jatuh tempo 15 Mei 2027, seri FR0074 (penerbitan kembali) dengan tingkat bunga 7,5 persen dan jatuh tempo 15 Agustus 2032, dan seri FR0072 (penerbitan kembali) dengan tingkat bunga 8,25 persen serta jatuh tempo 15 Mei 2036.

Penjualan SUN akan dilaksanakan menggunakan sistem pelelangan yang diselenggarakan Bank Indonesia dan bersifat terbuka menggunakan metode harga beragam.

Pemenang lelang yang mengajukan penawaran pembelian kompetitif (competitive bids) membayar sesuai imbal hasil yang diajukan.

Sedangkan, pemenang lelang yang mengajukan penawaran pembelian nonkompetitif akan membayar sesuai dengan imbal hasil rata-rata tertimbang dari penawaran pembelian kompetitif yang dinyatakan menang.

Pemerintah memiliki hak untuk menjual kelima seri SUN tersebut lebih besar atau lebih kecil dari jumlah indikatif yang ditentukan. SUN yang akan dilelang mempunyai nominal per unit sebesar Rp 1 juta.

Pemerintah sebelumnya telah merevisi aturan terkait penjualan SUN dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK.08/2015 sebagai perubahan atas PMK Nomor 134/PMK.08/2013 tentang Dealer Utama. Revisi ini mempertegas hubungan antara pemerintah dan para dealer utama perdagangan SUN.

Hal ini menyusul dicoretnya bank asal Amerika Serikat (AS), JP Morgan Chase NA, sebagai dealer utama penjualan surat utang internasional. Melalui risetnya, JP Morgan dianggap memberikan penilaian negatif terhadap pasar surat utang Indonesia.

Kepala Ekonom SIGC (SKHA Institute for Global Competitiveness) Eric Sugandi menilai, penegasan pada revisi PMK ini akan berdampak pada riset yang akan dikeluarkan oleh perbankan atau perusahaan efek yang menjadi dealer utama SUN.

"Bank-bank asing akan lebih berhati-hati keluarkan riset. Mungkin beberapa akan terapkan blackout period, dalam arti tidak mengeluarkan publikasi riset berkaitan dengan produk yang mereka jualkan atau produk lain yang berkaitan untuk periode waktu ketika ada konflik kepentingan," kata Eric kepada Republika, Kamis (12/1).

Eric menjelaskan, bagi banyak bank, riset dianggap sebagai cost center dan bukan revenue generator. Akibatnya, bank-bank tersebut mungkin akan menuruti kemauan pemerintah asal kepentingan bisnis mereka tidak terganggu. Ia menilai, black period ini bisa menjadi jalan tengah untuk mengikuti keinginan pemerintah tanpa harus mengorbankan independensi divisi riset.      rep: Idealisa Masyrafina/antara, ed: Satria Kartika Yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement