Rabu 21 Dec 2016 17:00 WIB

Mendag Ancam Spekulan Pangan

Red:

JAKARTA -- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menegaskan akan menindak tegas para pelaku usaha yang memainkan harga pangan menjelang perayaan pergantian tahun. Saat ini, harga beberapa komoditas pangan terpantau stabil karena pasokan memadai. Jadi, kalau ada harga yang tiba-tiba naik, itu merupakan ulah para spekulan yang mencoba memanfaatkan momen tingginya permintaan konsumen.

"Jangan sampai ada spekulasi. Kalau ada spekulan yang membuat harga naik, maka akan ada konsekuensi bagi produsen atau distributor," kata Enggar, di kantornya, Selasa (20/12).

Meski begitu, Enggar tidak menjelaskan sanksi apa yang akan dijatuhkan terhadap para spekulan. Yang pasti, kata dia, Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menyebar para perwakilan ke sejumlah pasar untuk mengecek harga pangan. Kemendag menyebar para pemantau harga ke setiap daerah, bahkan hingga ke Papua. Dengan peningkatan pengawasan tersebut, Enggar yakin harga pangan bisa dipantau lebih baik.

Terkait komoditas beras, Enggar menegaskan stok aman hingga empat bulan ke depan. Bahkan, Bulog disebut memiliki stok beras hingga bulan Mei 2017. Jumlah ini diprediksi akan meningkat karena pada bulan Maret dan April akan ada panen raya.

Pengendalian komoditas pangan lainnya dilakukan dengan operasi pasar. Seperti yang dilakukan untuk gula. Dia mengklaim, operasi pasar telah mampu menurunkan harga gula menjadi Rp 12.500 per kilogram. Kemendag akan menjalin kesepakatan dengan semua produsen dan distributor agar semua gula yang dijual per satu kg bisa ditempelkan label harga Rp 12.500.

"Yang pasti, kalau ada gejolak harga sedikit ini pasti karena ulah tertentu. Distributor jangan main-main dengan itu," ungkap Enggar.

Di sisi lain, Enggar mengakui adanya kenaikan harga pangan, seperti harga ayam potong. Kenaikan terjadi setelah ada penurunan harga yang cukup tinggi dan malah membuat peternak ayam kewalahan.

Sedangkan, untuk menjaga harga daging, selain mendatangkan impor sapi dari Australia, Kemendag juga akan mendatangkan kembali daging kerbau beku dari India. Daging ini diyakini bisa menekan harga karena masyarakat memiliki variasi untuk membeli daging sesuai kemampuan.

"Desember sampai Januari ini akan ada 48.000 ton daging. Jadi, tidak usah khawatir stok terbatas," ujarnya.

Berbeda dengan komoditas pangan lainnya, Enggar mengaku kesulitan mengendalikan harga cabai. Kata dia, produksi cabai sangat minim di tengah guyuran hujan yang tak kunjung berhenti.

Enggar menjelaskan, produksi cabai sangat tergantung kondisi iklim. Ketika curah hujan tinggi, produksi cabai tidak bisa maksimal dan banyak yang terserang hama.

"Pedagang tidak bisa cari cabai ke petani. Kalau hujan, petani tidak bisa suplai karena produksi sangat sedikit. Kalau dipetik juga cabainya cepat busuk," kata Enggar.

Perbedaan harga cabai yang cukup tinggi juga karena jarak pendistribusian yang berbeda-beda. Di wilayah Jabodetabek, harga akan tinggi karena cabai banyak dipasok dari Jawa Barat atau daerah sekitar. Hal ini menjadikan cabai bisa cepat busuk karena jarak cukup jauh.

Namun, jika pendistribusian cabai lebih cepat, distributor berani menyuplai cabai dengan harga jauh lebih rendah. "Ada, di Manado harganya paling mahal Rp 35.000 per kg. Ini dipasok dari Gorontalo yang jaraknya dekat. Kalau di Jakarta bisa Rp 65.000 per kg," paparnya. Dengan kondisi ini, pemerintah enggan sesumbar mampu menurunkan harga cabai.

Kentang Varietas Baru

Impor kentang menjadi hantu merisaukan bagi petani Indonesia karena belum adanya kentang kualitas bagus untuk industri. Menjawab permasalahan tesebut, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) akan mengeluarkan varietas kentang yang mampu memenuhi kebutuhan kentang industri. "Hanya belum kita lepas," ujar Kepala Balitbangtan Muhammad Syakir kepada Republika seusai mengunjungi Balai Penelitian Tanaman Rawa di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Selasa (20/12).

Ia mengatakan, Indonesia telah memiliki kentang varietas dataran tinggi dan menengah. Untuk kentang yang diperuntukkan bagi industri, diakuinya sangat cocok menggunakan kentang dataran tinggi. Pun halnya dengan kentang sayur.

Sementara, varietas kentang dataran menengah dalam jumlah terbatas dimanfaatkan sebagai kentang sayur. Sayangnya, keterbatasan lahan dataran tinggi di Indonesia membuat pihaknya berupaya mengembangkan varietas kentang di berbagai ekosistem.

Dalam kesempatan tersebut ia menegaskan, 100 persen kentang sayur merupakan kentang lokal asal Indonesia. "Untuk kentang industri, kita masih (punya) ketergantungan," lanjut dia.     rep: Debbie Sutrisno, ed: Satria Kartika Yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement