Jumat 09 Dec 2016 16:00 WIB

Kontribusi Ekonomi Kreatif ke PDM Minim

Red:

JAKARTA -- Sektor industri kreatif diharapkan menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis sektor ekonomi kreatif menyumbang Rp 852,24 triliun sejak 2010 hingga 2015 atau berkontribusi sekitar 7,38 sampai 7,66 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

"Ini tentu saja ke depan harus perlu digalakkan lagi supaya (industri kreatif) sumbangannya bisa lebih besar, syukur-syukur menjadi utama untuk perekonomian negara kita," kata Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, Kamis (8/12).

Suhariyanto menyebutkan, ada tiga subsektor dominan industri kreatif, yakni kuliner, mode, dan kriya. Laju pertumbuhan PDB ekonomi kreatif dalam lima tahun terakhir berkisar 4,38 persen (2015) hingga 6,33 persen (2011).

Angka tersebut mengalami penurunan signifikan dari tahun ke tahun. Sejak 2013, ekonomi kreatif dunia maupun Indonesia mengalami perlambatan yang diakui akibat masalah internal dan eksternal.

Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf berharap sektor ekonomi kreatif dapat terus tumbuh. Ia mengatakan, Bekraf mendapat tugas untuk mendorong pertumbuhan PDB ekonomi kreatif mencapai 6,75 persen pada 2019. Artinya, Bekraf perlu meningkatkan sekitar 2,37 persen.

"Bekraf juga berharap sektor ini mampu menyumbang serapan tenaga kerja sebesar 17 juta orang serta nilai ekspor produk kreatif mencapai angka 21,5 miliar dolar AS pada 2019," kata Triawan.

Triawan menambahkan, investor asing saat ini mulai tertarik melirik industri kreatif Indonesia. Ia mencontohkan keterlibatan GIC Singapura terhadap PT Nusantara Sejahtera Raya (NSR), perusahaan bioskop terdepan Indonesia.

Triawan mengatakan, kontribusi film masih sangat rendah terhadap perekonomian nasional. Selama 35 tahun, perfilman nasional masih didominasi oleh pemain-pemain tertentu. Hal itu diakuinya bukan masalah selama persaingan dilakukan dengan baik. Namun, yang menjadi kendala adalah sulitnya memperluas bisnis untuk membangun layar di kota lain di Indonesia dengan alasan modal.

"Paket kebijakan nomor 11, saya bisa memperjuangkan untuk membuka tiga sektor di film, yaitu production house, distribusi, dan ekshibisi untuk bisa dimungkinkan investasi asing," kata Triawan.

Selain GIC, beberapa investor asing juga menunjukkan ketertarikannya terhadap perfilman Indonesia. Salah satunya adalah Wanda Group, operator layar lebar raksasa di Cina, meski diakuinya belum ada pembicaraan lebih langsung dengan Triawan maupun pihak Bekraf. Perusahaan multinasional Lotte pun memliki keteratrikan, tapi ada masalah di negaranya yang menghambat mereka untuk berinvestasi.

Di sisi lain, perbankan diminta lebih memperhatikan industri ekonomi kreatif dari segi pembiayaan. Sektor industri ini dinilai masih belum mendapatkan dukungan kemudahan akses pembiayaan dari perbankan.

Wakil Ketua Umum Kamar Dadang Industri (Kadin) Bidang Perbankan, Sigit Pramono, mengatakan, saat ini memang perbankan belum mengenal sektor ekonomi kreatif. Hal ini yang menyebabkan perbankan enggan memberikan kredit karena khawatir akan menyebabkan kredit macet.

"Memang perbankan belum mengenal sektor ekonomi kreatif ini. Prinsip kredit ini adalah jika tidak mengenal sektor tersebut jangan dibiayai. Nah, itu permasalahannya," ujar Sigit.       rep: Idealisa Masyrafina, Melisa Riska Putri, ed: Citra Listya Rini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement