Kamis 17 Nov 2016 14:00 WIB

Aliran Modal Asing Terancam Menurun

Red:

JAKARTA -- Mantan menteri keuangan Chatib Basri memperkirakan modal asing masuk atau capital inflow ke Indonesia pada 2017 tidak akan sederas tahun ini. Aliran dana masuk diprediksi tersendat, menyusul adanya rencana kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), the Federal Reserve (the Fed).

Chatib mengatakan, the Fed kemungkinan akan menaikkan suku bunga acuannya, jika presiden terpilih AS Donald Trump benar-benar mengekspansi belanja fiskal yang mengakibatkan pelebaran defisit anggaran.

"Jika Trump melakukan ekspansi fiskal, suku bunga akan naik. Maka, mungkin dana asing ke emerging markets tidak akan sebesar yang terjadi pada sembilan bulan terakhir," katanya dalam Seminar Prospek Ekonomi 2017 di Jakarta, Rabu (16/11).

Dia memperkirakan, the Fed akan menahan level suku bunga acuannya di 0,25 hingga 0,5 persen pada tahun ini. The Fed diperkirakan baru akan menaikkan suku bunga acuan setelah pemerintahan Trump memutuskan untuk mencari pendanaan di pasar keuangan guna menutupi defisit anggaran akibat ekspansifnya belanja fiskal.

Setelah the Fed menaikkan suku bunga acuannya maka suku bunga instrumen keuangan di pasar pun akan ikut naik, sehingga mampu menarik pelaku pasar untuk berinvestasi.

Ketika modal asing ke Indonesia tidak sederas tahun ini, kata dia, kemungkinan akan terjadi penyesuaian nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Namun, menurut Chatib, level nilai tukar rupiah saat ini memang lebih baik terdepresiasi untuk memacu ekspor.

"Saya lebih pilih rupiah yang melemah, karena kita akan pindah dari negara berbasis sumber daya mentah ke manufaktur. Masalah kita sekarang rupiah terlalu kuat, itu 'membunuh' manufaktur," katanya.

Meski begitu, Chatib meyakini, Indonesia tidak akan ditinggalkan para investor ketika suku bunga di AS naik. Menurut dia, Indonesia adalah negara paling menarik untuk investor, di tengah kondisi global yang kurang baik saat ini. Apalagi, Jepang dan Uni Eropa masih mempertahankan suku bunga negatif yang akan sulit menarik minat investasi. "Jadi sepertinya masih ada inflow walau tidak sebesar atau sesignifikan seperti bulan-bulan lalu," ujarnya.

Bank Indonesia (BI) mencatat aliran modal masuk dari Januari hingga Oktober 2016 telah mencapai Rp 157 triliun. Jumlah itu sudah lebih tinggi dibandingkan modal masuk sepanjang 2015, yang jumlahnya tidak mencapai Rp 80 triliun.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pemerintah sudah mengantisipasi berbagai kemungkinan, termasuk bila the Fed memutuskan menaikkan suku bunganya. Ia menilai, kenaikan suku bunga AS bisa berimbas terhadap nilai tukar rupiah. Namun, Darmin optimistis dampak dari keputusan the Fed hanya bersidat temporal.

"Memang lebih besar kemungkinan naik (suku bunga the Fed). Tapi, imbas ke rupiah ini kalaupun ada, hanya sementara. Masih bisa menguat lagi," katanya.

Presiden Direktur UOB Indonesia, Kevin Lam, mengaku optimistis Pemerintah Indonesia mampu menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian yang mengadang pada 2017. Menurut dia, beberapa proyek pembangunan infrastruktur dan paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah, akan membantu pemerataan ekonomi dan pertumbuhan pendapatan secara nasional.

"Pembangunan tersebut juga menciptakan lapangan kerja. Hal ini memberikan kontribusi daIam memperkuat konsumsi rumah tangga," ujar Kevin.

Sejak September 2015, pemerintah telah mengeluarkan 14 paket kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk mendorong ekonomi Indonesia dan menciptakan iklim investasi. Beberapa paket kebijakan tersebut antara lain berupa deregulasi di beberapa sektor seperti infrastruktur, memangkas prosedur investasi asing, memperbaharui program BBM bersubsidi, menghapuskan pajak berganda di sektor perumahan, dan terakhir mengenai perdagangan digital.

Menurut UOB Asian Enterprise Survey 2016, hampir seperempat perusahaan-perusahaan Asia yang disurvei memilih Indonesia sebagai tujuan ekspansi mereka dalam kurun waktu tiga hingga lima tahun ke depan.

Selain itu, UOB Indonesia juga melihat bertambahnya perusahaan-perusahaan Asia dan Multinasional lainnya di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Sejak 2013, unit layanan UOB Indonesia bernama Foreign Direct Investment Advisory Unit telah membantu Iebih dari 70 perusahaan asing berinvestasi dan melakukan ekspansi usahanya di Indonesia. Perusahaan-perusahaan tersebut bergerak di sektor agrikultur, konstruksi atau alat berat, produk konsumen, logistik dan transportasi, pertambangan, teknologi, dan perdagangan.

Ekonom Senior UOB Group, Suan Teck Kin, menilai, dalam jangka pendek diperkirakan ada gejolak di pasar finansial baik secara global maupun di Indonesia. HaI ini terjadi karena pasar sedang mengantisipasi kebijakan fiskal Trump. Sementara secara jangka panjang, Kin meyakini Trump tetap meneruskan tradisi pendekatan pragmatis AS dalam menjalin kerja sama di bidang perdagangan dan investasi dengan negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia.

"Hal ini karena Asia Tenggara, dengan perkembangan ekonomi yang pesat, pertumbuhan demokrasi, menjadikannya sebagai kawasan yang menarik dibandingkan kawasan-kawasan lain yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi yang lemah," ujarnya.    rep: Sapto Andika Candra/antara, ed: Satria Kartika Yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement