Rabu 12 Oct 2016 18:00 WIB

Negosiasi dengan Google Terus Berjalan

Red:

JAKARTA -- Pemerintah melanjutkan upaya mendesak perusahaan mesin pencari asal Amerika Serikat, Google, untuk membayar pajak atas kegiatan dan operasionalnya di Indonesia. Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara menjelaskan bahwa pemerintah tetap meminta pihak Google melunasi tunggakan pajak.

Namun, kali ini Rudiantara bersedia melakukan pembahasan dengan Google untuk duduk bersama melakukan negosiasi. "Saya dorong terus. Saya minta tunjukin adanya good will, duduk sama-sama selesaikan masalah ini. Tapi saya ajak terus mereka untuk duduk sama-sama," ujar Rudiantara, di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Selasa (11/10).

Rudiantara menyebutkan, pihak Google pada dasarnya mengaku tidak memiliki intensi untuk menolak. Mau tak mau, Google memang harus membayar tunggakan pajak selama ini.

Menurut dia, pihaknya akan kembali membahas hal ini dengan Kementerian Keuangan dan pihak Google Indonesia untuk melanjutkan penyelesaian kasus ini. Pemerintah, lanjut Rudiantara, juga menyesuaikan dengan perkembangan masalah pajak Google di negara lain.

Ia menilai pemerintah perlu membuat kebijakan yang selaras dengan perkembangan kasus Google di skala internasional sehingga kelanjutan pembayaran Google tidak hanya berlaku saat ini saja. Pemberlakuan ini berlaku pula untuk perusahaan layanan konten via internet atau over the top lainnya, termasuk Facebook, Twitter, Youtube, dan lainnya.

"Tunggu selesai ini, nanti bayar pajaknya, cara bayar pajaknya. Kalau ini selesai, baru terapkan semuanya. Over the top internasional ataupun nasional karena tujuan saya memberi level playing field, baik nasional maupun internasional. Masa, nasional bayar pajak, internasional nggak," katanya.

Pemerintah sebelumnya akan menerbitkan peraturan menteri keuangan (PMK) yang secara khusus mengatur pemungutan pajak atas kegiatan perusahaan OTT asing di Indonesia. Rudiantara menyebutkan, regulasi yang dibuat nantinya harus selaras, baik dari sisi penerapan maupun penegakan hukumnya.

"Kalau buat dipaksakan tapi enggak applicable, buat apa? Dan enforceable. Kalau enggak dilakukan, apa penaltinya? Harus dua-duanya," katanya.

Staf Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi mengungkapkan, pembicaraan dengan Google paling tidak sudah memberikan titik cerah. Artinya, Google sebetulnya mau membayar pajak di Indonesia, tetapi mereka menginginkan sejumlah kemudahan dan keringanan dari pemerintah.

"Ada masalah-masalah hukum yang harus diselesaikan. Namun, mereka etikanya mau membayar. Namun, sekarang hitung-hitungannya aturan dari Google dan kami sedang diatur supaya mereka mau bayar. Sebetulnya mereka mau bayar, hanya mereka minta sejumlah aturan yang bisa diperbaiki agar mereka bisa bayar," ujar Sofjan.

Sofjan menyebutkan, Google ada di posisi mau tak mau harus membayar pajak. Alasannya, permasalahan pajak Google yang terjadi di Indonesia juga terjadi di banyak negara lain. Kondisi ini membuat Google menyadari posisinya dan sedang berusaha bernegosiasi untuk mendapatkan keringanan dari pemerintah. 

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengestimasi total tunggakan pajak oleh Google di Indonesia pada 2015 saja, terhitung lebih dari Rp 5 triliun. Angka itu tentu berpotensi terus membengkak bila ditambahkan pula total tunggakan beberapa tahun sebelumnya atau bahkan bila ditambah tunggakan tahun 2016 ini.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus Muhammad Hanif menjelaskan, potensi tunggakan pajak Google tahun ini, bila mereka tidak mau kooperatif dalam membayar pajak, bisa lebih besar dari tunggakan 2015 lalu. Hal itu, lanjutnya, berkaca pada pertumbuhan pasar iklan melalui konten internet atau over the top (OTT) yang mencapai 20 hingga 30 persen per tahun.

Hanif memerinci, hitungan pemerintah atas tunggakan pajak Google berasal dari estimasi pasar iklan untuk OTT internasional yang beroperasi di Indonesia. Potensi pasar iklan OTT di Indonesia tercatat sebesar 830 juta dolar AS dan dikuasai oleh OTT besar, yakni Google dan Facebook.

Kedua OTT raksasa tersebut memegang 70 persen dari seluruh pasar iklan OTT di Indonesia. Artinya, Google memiliki potensi atas 50 persen dari 830 juta dolar AS potensi perputaran uang dari periklanan di dunia maya, atau sekitar 400 juta dolar AS yang senilai sekitar Rp 5,5 triliun.      rep: Sapto Andika Candra, ed: Ichsan Emrald Alamsyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement