JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan suku bunga kebijakan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7-Day RR Rate) sebesar 25 bps dari 5,25 persen menjadi 5,00 persen. Dengan ini bank sentral telah menurunkan suku bunga kebijakan sebesar 125 basis points pada tahun ini karena transmisi kebijakan keperbankan dinilai belum optimal.
Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo mengatakan, penurunan suku bunga kebijakan yang kelima kalinya ini karena transmisi kebijakan moneter ke perbankan dinilai masih kurang efektif. Hal ini tecermin dari penurunan suku bunga kredit yang baru 52 bps hingga Agustus 2016, sedangkan suku bunga deposito sudah turun cukup baik sebesar 100 bps.
"Kredit memang tumbuhnya masih terbatas dan itu lebih utama dari peran permintaan. Permintaan lemah imbas dari lemahnya ekonomi dunia, berpengaruh ke ekspor Indonesia, kegiatan usaha Indonesia juga terpengaruh. Dan permintaan kredit juga relatif lemah," tutur Agus dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 September 2016, di Gedung Bank Indonesia, Kamis (22/9).
Selain itu, kata Agus, faktor yang berperan atas pertumbuhan kredit yang lemah adalah perbankan banyak yang lebih berhati-hati akibat rasio kredit bermasalah (NPL) meningkat menjadi 3,22 persen.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menambahkan, kebijakan bank sentral termasuk penurunan giro wajib minimum akan mendorong kredit. Apalagi, pasokan kredit, yaitu likuiditas, juga sudah longgar. Transmisi kebijakan juga masih belum berjalan optimal sehingga memerlukan pelonggaran kebijakan kembali.
Perry menuturkan, kenaikan permintaan kredit akan didorong oleh tiga hal. Pertama, bila pertumbuhan ekonomi naik. "Pertumbuhan ekonomi naik tentu akan mendorong permintaan kredit. Pertumbuhan ekonomi memang sudah naik, tapi tidak terlalu kuat. Jadi, kredit belum kuat," kata Perry.
Kedua, dengan penurunan suku bunga yang akan mendorong permintaan kredit. Ketiga, ekspektasi kegiatan ekonomi ke depan, dilihat dari sektor swasta yang ada perbaikan.
"Kita ingin dorong pertumbuhan ekonomi, tidak hanya turunkan suku bunga. Jadi, itu bisa dorong ekspektasi bisnis dan ekonomi, tapi melalui penyaluran kredit perbankan. GWM turun, LTV udah dikendorkan. Kita harap ini bisa dorong kredit lebih lanjut dan kegiatan ekonomi ke depan," ujar Perry.
Berdasarkan data BI, pertumbuhan kredit Juli 2016 tercatat sebesar 7,7 persen (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 8,9 persen (yoy). Sementara, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) pada Juli 2016 tercatat sebesar 5,9 persen (yoy), relatif stabil dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya.
Menurut Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto, pertumbuhan kredit yang lemah akibat dari lemahnya kredit dalam valuta asing, sedangkan kredit dalam rupiah cukup. Ia menuturkan, DPK rupiah tumbuh 9,8 persen, tetapi DPK valuta asing malah tumbuh negatif 9,3 persen, sehingga totalnya hanya 5,93 persen. Begitu juga dengan kredit yang tumbuh 7,7 persen, yaitu rupiah tumbuh sembilan persen, tapi memang dari valas tumbuh dua persen.
"Ini sangat erat dengan ekonomi global. Karena memang kalau kita lihat dari penelitian kami ada perusahaan yang punya pinjaman valas itu mereka menurunkan kreditnya, bahkan ada yang melunasi sebelum jangka waktunya. Jadi, permintaan akan valas turun." Jelasnya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan, penurunan suku bunga acuan diharapkan bisa ditransmisikan ke penurunan suku bunga perbankan. Artinya, ada peluang besar pertumbuhan investasi yang ujungnya adalah pertumbuhan ekonomi.
Namun, Suahasil menilai imbas langsung penurunan suku bunga acuan terhadap pertumbuhan ekonomi memang tidak bisa instan. Ia menyebut bahwa dampak dari kebijakan penurunan suku bunga bersifat jangka panjang yang hasilnya baru bisa dirasakan beberapa kuartal setelah penurunan.
"Biasanya perlu waktu. Kalau menurut teman-teman BI, dia mungkin ada beberapa kuartal. Jadi, penurunan yang Januari harusnya sudah mulai kita lihat sekarang. Yang jelas, ini sejalan dengan target pemerintah untuk dorong pertumbuhan ekonomi," jelas Suahasil, Kamis (22/9). rep: Idealisa Masyrafina, ed: Ichsan Emrald Alamsyah