Jumat 23 Sep 2016 16:00 WIB

Aksi Pemerintah Menyelamatkan Perbankan

Red:

JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengajak masyarakat mengenang kembali upaya yang dilakukan pemerintah memulihkan sistem perbankan kala krisis moneter pada 1998. Setidaknya, ada dua krisis ekonomi global yang dilalui Indonesia selama kurun waktu dua dekade, yakni krisis tahun 1997-1998 dan 2008-2009.

Sri mengatakan, kala itu pemerintah terpaksa menggelentorkan 70 persen dana dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk menyehatkan sejumlah bank yang telanjur sakit akibat pukulan krisis ekonomi. Biaya tersebut, meski dia tidak menyebut berapa jumlahnya, merupakan yang terbesar yang pernah dialami oleh negara di dunia untuk menyelamatkan sistem perbankan suatu negara.

"Itu adalah yang terbesar di dunia. Saya pikir yang comparable hanya Argentina," katanya dalam seminar Challenges to Global Economy yang diselenggarakan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Jakarta, Kamis (22/9).

Deraan krisis ekonomi global memang kembali dialami Indonesia pada tahun 2008-2009. Namun, krisis saat itu bisa dilalui Indonesia dengan cukup halus yang masih tertolong oleh harga komoditas, termasuk migas dan mineral batu bara, yang cukup tinggi. Meski pada akhirnya, lima tahun selepas krisis 2009, harga komoditas anjlok. Indonesia merasakan betul pukulan yang dirasakan industri akibat rendahnya harga batu bara atau mineral tambang lainnya. Kondisi ini diperparah dengan anjloknya harga minyak dunia dua tahun kemudian.

Dua kali merasakan susahnya menghadapi krisis ekonomi global, Indonesia memilih menyusun strategi demi menguatkan koordinasi pemerintah dalam menjaga stabilitas keuangan. Tahun 2016 ini pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). Undang-Undang ini menguatkan koordinasi antara Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan untuk menguatkan sistem ekonomi nasional.

Mantan direktur pelaksana Bank Dunia ini berharap, seluruh kebijakan yang pemerintah rilis selama ini, serta berbagai pengalaman yang telah dilalui pemerintahan, baik sejak krisis moneter dua dekade lalu hingga kondisi yang relatif lebih baik saat ini, bisa mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Sri yakin pertumbuhan ekonomi di atas lima persen masih bisa dicapai Indonesia.

Sri juga menyampaikan pengalamannya saat menduduki posisi direktur pelaksana Bank Dunia, sebelum akhirnya kembali lagi mengurus keuangan negara sejak tahun ini. Ketika itu, Sri menyaksikan betapa tidak ada negara lain di dunia yang secara agresif melakukan berbagai perbaikan dan inovasi regulasi keuangan. Dia melihat dalam bentuk penerbitan 13 paket ekonomi yang diluncurkan pemerintah sejak tahun lalu.

Dia menyebutkan, penerbitan 13 paket kebijakan pemerintah tersebut merupakan bagian dari kebijakan sektor riil. Pemerintah, kata dia, bertujuan menarik lebih banyak modal dan keyakinan dari sektor dunia usaha. Dia menilai, langkah penerbitan 13 paket kebijakan yang diyakini bisa menggenjot pertumbuhan, lantaran kebijakan itu diambil bukan ketika krisis ekonomi.

"Saya sebelumnya di Bank Dunia. Saya tidak pernah melihat negara di dunia yang punya reformasi seambisius itu. Indonesia melakukan ini saat ekonomi normal dan bukan didorong krisis," ujarnya.

Dia mengatakan, kebijakan ekonomi Indonesia saat ini lebih kepada upaya untuk membuka kegiatan ekonomi seluas-luasnya. Belum lagi, pemerintah ingin menggenjot partisipasi sektor swasta dalam kegiatan ekonomi nasional.

Sri menilai, perekonomian Indonesia masih dalam kondisi stabil, meski Indonesia masih bergelut di tengah lesunya perekonomian dunia dan rendahnya harga komoditas. Dia optimistis, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 ini bisa dijaga di atas lima persen, bahkan diyakini bakal bertumbuh pada 2017 mendatang. Kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) juga ia yakini bisa menggenjot perekonomian, melalui aliran dana repatriasi yang masuk kembali ke dalam negeri.       Oleh Sapto Andika Candra, ed: Citra Listya Rini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement