Jumat 22 Jul 2016 17:00 WIB

Waspadai Defisit APBN Perunahan 2016

Red:

JAKARTA -- Pemerintah diminta memerhatikan defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016. Sebab, realisasi defisit pada semester I telah mencapai 1,83 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Nilai ini naik signifikan dibandingkan semester I 2015 yang baru 0,73 persen.

Pengamat ekonomi, Mohammad Faisal, mengatakan, pemerintah harus mewaspadai kenaikan defisit yang cukup signifikan, karena nilai ini baru didapat pada semester I. Padahal, pengeluaran pemerintah dalam belanja negara akan lebih besar pada enam bulan terakhir.

"Pendapatan pada semester II ini masih akan sulit dengan pertumbuhan perekonomian sekarang. Di samping itu pengeluaran masih banyak karena pemerintah telah merencanakan banyak kegiatan yang memakan biaya tinggi khususnya di bidang infrastruktur," ujar Faisal, Kamis (21/7).

Menurut Direktur Riset Center of Reform in Economics (CORE) ini, perlambatan perekonomian yang berdampak pada minimnya penerimaan negara memang wajar. Bahkan, penurunan penerimaan ini juga telah dirasakan pada tahun sebelumnya.

Melihat hal ini, pemerintah seharusnya bisa melakukan pengetatan pengeluaran kembali di awal tahun. Jangan sampai melakukan pengetatan di pertengahan tahun yang justru akan berpengaruh terhadap kinerja setiap kementerian dan lembaga (K/L).

Artinya, sikap pemerintah saat ini akan mengalami kesulitan dalam mengambil langkah untuk menutupi defisit yang diperkirakan mencapai Rp 293,7 triliun pada akhir tahun. Meski Undang-Undang Pengampunan Pajak diyakini bisa menjaring dana cukup besar mencapai Rp 165 triliun, tapi asumsi ini semestinya jangan dijadikan acuan dalam menentukan APBNP yang berpengaruh terhadap defisit pemerintah.

Pada semester II, lanjut Faisal, pemerintah sebaiknya bisa memikirkan untuk melakukan penghentian program K/L yang belum maksimal atau proyek infrastruktur yang bisa ditahan terlebih dahulu. Dengan langkah ini, pemerintah sebenarnya tidak melakukan pemotongan anggaran, namun sekadar menjaga agar defisit tidak melampaui asumsi APBNP 2016.

"Kemungkinan untuk memotong anggaran memang akan sulit, apalagi saat pemotongan anggaran pertama setiap kementerian dan lingkungan juga sudah mengeluh. Sekarang yang lebih pasti adalah pemerintah menjaga agar defisit tidak terlalu tinggi," ungkapnya.

Terpisah, Direktur Institute Development of Economic and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati, mengatakan, Kementerian Keuangan terlalu percaya diri dengan mengasumsikan, pada awal tahun semua perhitungan yang dilakukan khususnya di sektor penerimaan. Hasilnya semua alokasi pengeluaran yang dipersiapkan K/L justru sulit terpenuhi dan membuat pemerintah harus melakukan pinjaman.

Pemerintah memang mempunyai batas 3 persen defisit dari PDB sesuai dengan undang-undang. Jika memang dengan perkiraan penerimaan tidak akan terpenuhi, sementara proyek pemerintah cukup banyak, hal ini tidak dipermasalahkan. "Dari awal sudah enggak kredibel. Dari sisi perencanaan enggak realistis," ujar Enny.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan nilai defisit negara mencapai 1,83 persen dari PDB atau sekitar 230,7 triliun. Bambang menjelaskan, defisit yang dialami pemerintah pada semester I memang lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Pada semester awal 2015 nilai defisit berada di angka 84,3 triliun atau 0,73 persen.

Besarnya defisit fiskal ini akibat pendapatan dalam negeri yang belum maksimal. Dari target dalam APBNP sebesar Rp 1.786,2 triliun, pemerintah baru mendapatkan Rp 634,7 triliun atau 35,5 persen.

Sedangkan untuk pengeluaran, pemerintah cukup agresif untuk melakukan belanja baik di pemerintah pusat maupun transfer ke daerah. Untuk belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) mampu mencapai 34,2 persen atau Rp 262,8 triliun. Nilai ini naik cukup besar dibandingkan 2015 yang mencapai Rp 24,5 persen setara Rp 195,3 triliun. Namun, untuk belanja non-K/L mengalami penurunan dari Rp 222,2 triliun pada semester I 2015, tahun ini baru mencapai Rp 218,5 triliun.

Sementara penerimaan pajak pada semester I 2016 masih kurang memuaskan. Dari target keseluruhan sebesar Rp 1.593,2 triliun, pemerintah baru mendapatkan Rp 522 triliun atau 33,9 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang berhasil mendapatkan Rp 535,1 triliun, atau 35,9 persen dari target 2015 dalam periode yang sama.

rep: Debbie Sutrisno, ed: Ichsan Emrald Alamsyah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement