Jumat 24 Jun 2016 15:00 WIB

Lahan Jadi Hambatan

Red:

JAKARTA -- Indonesia Mining Institute (IMI) mengungkapkan ketidakpastian mengenai penyelesaian klaim tanah sengketa menjadi salah satu hambatan paling dominan yang dihadapi pelaku pertambangan dalam menjalankan usaha. Hal ini diungkapkan IMI saat memaparkan Hasil Survei Pertambangan Kabupaten dan Provinsi di Indonesia Tahun 2015 kepada Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Dalam survei ini, IMI memilih 25 kabupaten dari sekira 80 kabupaten yang menerima dana bagi hasil lebih dari Rp 20 miliar pada 2014.

Sejak 2014 hingga akhir 2015, terdapat 720 kuesioner dibagikan ke 25 kabupaten yang tersebar di 17 provinsi. Selama Maret hingga November 2015, kuesioner yang diterima kembali adalah 339 kuesioner berasal dari 20 kabupaten yang tersebar di 14 provinsi. "Dari hasil survei, diketahui bahwa selain soal klaim tanah sengketa, duplikasi dan inkonsistensi peraturan yang diterbitkan pemerintah juga dinilai cukup menghambat iklim usaha," ujar Ketua IMI Irwandy Arif di Jakarta, Kamis (23/6).

Tak hanya itu, Irwandy juga menyebutkan, tumpang tindih kewenangan antara pemerintah pusat di pusat dan daerah, serta antara kementerian dengan dinas di daerah juga menjadi hambatan berikutnya. Setidaknya, lanjutnya, ada 17 hambatan yang dicatat IMI pada hasil survei tahunan ini. Hambatan lain di antaranya, ketidakpastian mengenai administrasi, interpretasi dan penegakan peraturan yang ada, ketidakpastian tentang peraturan lingkungan yang diterbitkan daerah, hingga ketidakpastian mengenai daerah mana yang akan dilindungi sebagai taman, hutan lindung, dan situs arkeologi.

Selain itu, masalah perpajakan termasuk pribadi, perusahaan, gaji, dan timbulnya pungutan yang tidak sesuai dengan peraturan juga tercatat dalam hasil survei. Sementara, untuk hambatan perdagangan, yakni ketersediaan infrastruktur penunjang perdagangan, tambahan tarif perdagangan, ketersediaan infrastruktur hingga stabilitas politik lokal pada saat masa pemilihan kepala daerah maupun pemilihan pemimpin dan tokoh masyarakat juga sedikit banyak berpengaruh pada berlangsungnya usaha.

Di sisi lain, sistem hukum, yakni proses hukum yang adil, transparan, tepat waktu, efisien serta keamanan lokal, keterlibatan instansi daerah untuk menjaga infrastruktur daerah juga dinilai tak boleh diabaikan oleh pemerintah. Irwandy menambahkan, kewajiban mengenai sosial ekonomi atau program pengembangan masyarakat, termasuk pembelian lokal, atau persyaratan pengolahan atau infrastruktur sosial seperti sekolah atau rumah sakit, ketersediaan tenaga kerja atau keterampilan dan peraturan ketenagakerjaan, selama ini selalu diupayakan oleh pengusaha.

"Misalnya saja di wilayah Mimika, duplikasi dan inkonsistensi peraturan, tumpang tindih kewenangan antardepartemen, hingga ketersediaan infrastruktur masih menjadi hambatan perkembangan sektor tambang di sana," kata Irwandy.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot, mengatakan bahwa Ditjen Minerba masih menelaah penghapusan peraturan daerah yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri atas arahan Presiden Joko Widodo. Menurut Bambang, penghapusan perda, terutama yang berkaitan dengan proses perizinan dan pembebasan lahan pertambangan, dianggap bisa menjadi salah satu solusi atas hambatan yang dikeluhkan oleh pengusaha. "Saya belum cek. Saya baru sebatas dapat laporan kalau ada Perda yang dihapus. Ya kalau memang ada ya bagus," katanya.    rep: Sapto Andika Candra, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement