Rabu 22 Jun 2016 16:00 WIB

Ketika Indonesia Ingin Meniru Malaysia

Red:

Sudah menjadi rahasia umum, relasi Indonesia dan Malaysia kerap naik dan turun. Pada suatu masa, kedua negara teramat mesra. Namun, ketika timbul riak masalah, pertentangan pun mengemuka.

Meskipun demikian, tidak ada yang salah jika Indonesia dan Malaysia saling meniru dari sisi kebijakan pemerintahan. Semisal kala negeri jiran kita itu menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) setahun silam mengikuti kebijakan pemerintahan Joko Widodo. Kini, setahun berselang, giliran Pemerintah Indonesia yang ingin meniru Malaysia.

Aspek yang ingin ditiru adalah kawasan suaka pajak (tax haven) di Pulau Labuan. Daerah tersebut telah lama dikenal sebagai offshore financial center, tepatnya sejak 1990. Meski Labuan merupakan bagian dari Malaysia, perlakuan pajaknya berbeda.

Imbasnya, perusahaan-perusahaan yang berinvestasi di sana bisa berekspansi ke mancanegara. Tak kurang dari 6.500 perusahaan offshore dan lebih dari 300 lembaga keuangan, termasuk bank-bank terkemuka berbisnis di sana. Tidak hanya keuangan konvensional, keuangan syariah pun menjadi sasaran.

"Ini yang kita sedang pikirkan untuk dibuatkan di Indonesia," ujar Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Selasa (21/6). Menurut Bambang, sebagaimana Labuan, kawasan tersebut nantinya memberikan pajak sangat rendah, bahkan hingga nol persen. Area ini dibangun guna menampung perusahaan-perusahaan Indonesia yang memiliki bisnis di luar negeri atau menarik investor negara lain untuk menyimpan uangnya di Indonesia.

Bambang menjelaskan, sejauh ini banyak pengusaha Indonesia yang memiliki perusahaan dengan basis di luar negeri. Fakta ini wajar karena negara tersebut memberikan pajak sangat rendah bagi para pengusaha. Melihat hal tersebut, Bambang menyebut, Indonesia sebenarnya bisa melakukan hal serupa dengan membuat kawasan tertentu yang dibuat untuk memberikan kemudahan pengusaha dalam negeri mendirikan perusahaan.

"Sekarang banyak perusahaan Indonesia punya aktivitas di luar negeri dan itu sah-sah saja. Tapi, selama ini mereka berbisnis di luar negeri dan yang dijadikan basis bukan di Indonesia, tapi di negara tax haven. Kita ingin mereka bisa berbasis di Indonesia," ujar Bambang menjelaskan.

Namun, menurut Bambang, usulan ini masih dalam kajian. Kemenkeu masih akan berfokus untuk menyelesaikan RUU Pengampunan Pajak sebelum beranjak memikirkan kawasan suaka pajak.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil mengatakan, keberadaan daerah yang dibuat menjadi kawasan suaka pajak memang masih menjadi polemik. Sebab, kawasan tersebut bisa saja dijadikan tempat para pengemplang pajak tidak membayarkan kewajiban mereka. Namun, konsep suaka pajak ini bisa dilakukan saat dana yang disimpan merupakan dana milik wajib pajak dalam negeri, hasil proses pengampunan pajak.

"Dalam rangka memasuki investasi sebuah negara yang masih banyak ketidakpastian, itu masih perlu. Karena saat mereka mendaftar di sebuah negara, mereka tidak bisa langsung masuk," kata Sofyan. Sofyan menjelaskan, jika konsep pembangunan kawasan suaka pajak bukan untuk menghindari pajak, tentu bertujuan sangat baik. Sebab, pajak yang lebih rendah dibanding negara lain, ditambah dengan berbagai insentif, bisa meningkatkan keinginan investor dalam dan luar negeri untuk menyimpan dana mereka di Indonesia.

Namun, saat pembuatan daerah ini dilakukan untuk mempermudah para pengemplang pajak menghindari kewajiban mereka, hal ini dianggap sudah tidak relevan. Apalagi, pada 2018, banyak negara yang bakal menerapkan keterbukaan data, termasuk pada sektor perbankan. "Maka, pengemplang pajak manapun bisa diketahui," kata Sofyan.    Oleh Debbie Sutrisno, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement