Senin 20 Jun 2016 14:00 WIB

Pengajuan KPR Bakal Meningkat

Red:

JAKARTA - Bank-bank pelat merah menyambut baik langkah Bank Indonesia (BI) melansir insentif berupa pelonggaran plafon pemberian pinjaman (loan to value/LTV) untuk kredit pemilikan rumah (KPR). Kebijakan tersebut diperkirakan akan menaikkan pengajuan KPR baru oleh nasabah di sektor properti.

Direktur Konsumer PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Sis Apik Wijayanto mengatakan, langkah BI ini dapat meningkatkan pertumbuhan kredit perseroan sampai akhir tahun ini. Selain itu, Sis mengatakan, aturan ini akan semakin menggairahkan sektor properti. "Dampaknya akan semakin mendorong aplikasi baru KPR, sehingga dapat meningkatkan outstanding pinjaman KPR BRI," ujarnya di Jakarta, Sabtu (18/6).

Selain itu, bagi pemerintah akan menurunkan backlog (kekurangan rumah). Sedangkan bagi pengembang, akan lebih banyak pembangunan perumahan baru. Selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Menurut Sis, porsi KPR terhadap total kredit BRI memang relatif kecil, hanya tujuh persen. Namun, secara umum, dengan adanya insentif LTV, bisa menggerakkan lebih dari 100 sektor lain yang berkaitan dengan perumahan. "Sebelumnya kami menargetkan pertumbuhan kredit 17 persen sampai 18 persen. Sektor properti kurang lebih kita harapkan sama. Dengan adanya insentif LTV tersebut, diharapkan pertumbuhan kredit sampai akhir tahun bisa mencapai 20 persen yoy," kata Sis.

Direktur Keuangan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) Iman Nugroho menilai, bagi BTN, relaksasi LTV itu memang kurang berpengaruh, karena unit KPR subsidi BTN tidak terdampak relaksasi tersebut. Selain itu, mayoritas KPR nonsubsidi (komersial) di BTN hampir semuanya merupakan tipe di bawah 70 meter persegi, yang juga tidak terkena dampak relaksasi aturan LTV. Relaksasi ini lebih berpengaruh pada rumah tipe besar dan segmen kelas menengah atas.

Menurut Iman, BTN lebih banyak memberi kredit rumah tipe 36 meter persegi. Meski begitu, BTN menargetkan pada tahun ini pertumbuhan kredit KPR subsidi bisa mencapai sekitar 24 persen hingga 26 persen. Sedangkan KPR nonsubsidi bisa tumbuh sekitar 16 persen sampai 18 persen secara year on year.

Mengutip laporan bulanan perseroan, kredit BTN per April 2016 mencapai Rp 132,674 triliun. Kemudian, DPK BTN dari giro sebesar Rp 32,461 triliun. Sementara tabungan dan simpanan berjangka masing-masing Rp 27,910 triliun dan Rp 59,047 triliun.

Direktur Konsumer BNI Anggoro Eko Cahyo menyatakan, BNI tentu merespons positif kebijakan langkah tersebut. Hal ini akan menjadi stimulus bagi pertumbuhan bisnis KPR perseroan. Tanpa menyebut angka, Anggoro mengungkapkan BNI menargetkan bisnis KPR dapat tumbuh di kisaran angka ganda. "Di kredit konsumer sendiri, porsi KPR sekitar 60 persen. Sampai Mei 2016, pertumbuhan KPR BNI sudah mencapai empat persen," ujarnya.

Pada pekan lalu, BI mengeluarkan insentif untuk mendorong kredit konsumsi dengan melakukan pelonggaran LTV untuk KPR. Dalam relaksasi aturan tersebut, BI menetapkan aturan uang muka (down payment/DP) untuk KPR di bank konvensional sebesar 15 persen dan bank syariah sebesar 10 persen.

Dengan kebijakan tersebut, BI memproyeksikan pertumbuhan kredit perbankan akan tumbuh sebesar 10 persen sampai 12 persen pada akhir tahun 2016. Sedangkan per April 2016, kredit industri perbankan hanya tumbuh 8,0 persen, lebih kecil dari bulan sebelumnya yang tercatat 8,7 persen.

Badan perumahan

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch(IPW), Ali Tranghanda, menyarankan pemerintah membentuk badan otonomi perumahan sebagai penampung stok lahan untuk pembangunan rumah sederhana.

Kewajiban jumlah unit atau luas lahan lokasi rumah sederhana dapat diserahkan ke badan itu yang diperlakukan sebagai bank tanah milik pemerintah. Menurut Ali, lahan yang diberikan harus sesuai dengan tata ruang di masing-masing pemerintah daerah, sehingga perencanaan pembangunan perumahan dapat lebih terarah dengan mempertimbangkan kebutuhan akan rumah sederhana.

Selain itu, Ali mengingatkan bahwa aturan hunian berimbang yang ada saat ini tidak memperhitungkan pasar dan hanya berorientasi kewajiban, secara fisik dibangun namun belum tentu pasarnya ada.

"Dengan pengelolaan oleh pemerintah, maka seharusnya dapat lebih ditata di mana harus dibangun rumah sederhana. Sebagai catatan, saat ini sangat sedikit, bahkan mungkin tidak ada, Pemda yang mempunyai tata ruang khusus untuk peruntukan rumah sederhana, dan harus segera disiapkan," ujarnya seperti dilansir Antara.    rep: Idealisa Masyrafina, ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement